5

963 112 8
                                    

Dua kediaman yang tentu saja bersuasana berbeda. Malam ini, disinari bulan purnama, Hinata berjuang untuk melahirkan buah hatinya.

Ia terpaksa harus melahirkan di rumah  karena tak sempat untuk di bawa ke rumah sakit. Lagi pula, anehnya gerbang utama Hyuuga di tutup rapat. Seolah tahu bahwa Hinata akan melahirkan. Natsu tak tinggal diam, berbagai cara ia lakukan untuk menjemput sang dokter. Meski berakhir dengan memanjat gerbang kokoh nan tinggi.

Beruntung, selama kehamilannya hingga kelahiran hari ini dokter kenalan Natsu-lah yang selalu menangani. Meski temannya itu tidak berasal dari rumah sakit besar, tapi setidaknya demi nonanya ini ia akan berusaha apapun yang terbaik.

"Satu tarikan lagi, Nona. Sedikit lagi."

Bagian bawah perut Hinata terasa amat kencang. Ia mencengkram kuat ujung ranjang karena tak kuasa menahan sakit luar biasa. Hinata memejamkan matanya melantunkan doa-doa dalam hati.

Nak, keluarlah sayang. Ayo bantu Ibu. Ibu berjanji akan menyayangimu sepenuh hati. Hanya ada kita sayang.

Seperti mendengar suara hati sang Ibu, bayi gembul sehat itu keluar dengan tangisan yang amat kencang.

Seketika, lelah ibu muda itu menjadi hilang saat ia melihat bayinya yang berambut pirang lahir. Air mata menetes dengan deras.

Seketika rumah pelayan itu di liputi rasa haru dan suka cita menyambut kelahiran sang putri Hyuuga. Mereka akan tetap menganggapnya seperti itu.

Tapi lain halnya dengan kediaman Hyuuga. Rumah besar nan mewah itu tampak tegang dengan aura mencekam.

"Lanjutkan saja rencananya." Ucap Hiashi dengan tatapan yang teramat dingin.

Ia bangkit dari duduknya. "Aku tidak mau darah yang bukan berasal dari keluarga tidak jelas asal usulnya menyandang Hyuuga."

Setelah mengatakan itu ia pergi pada sebuah ruangan. Hikari, Neji dan Hanabi hanya bisa membatu.

Meski hati ibu itu kecewa dan marah, tapi ia tetap menyayangi Hinata. Fikirnya ini adalah jalan terbaik untuknya, hingga dia sadar bahwa perbuatan itu tidak benar.

Sudah satu minggu sejak kelahiran putranya, Hinata dengan telaten merawat bayi itu. Sekarang ia tengah menyusui anaknya yang tampak lahap. Mengusap sayang surai pirang sang putra.

"Kau curang Nak, kau lebih mirip dia." Hinata mengerucutkan bibirnya tak lama setelah itu ia tersenyum bahagia.

Sang putra tampaknya tengah terlelap. Sebelum ia memindahkannya ke dalam keranjang bayi, Hinata mengecup singkat bibir mungil itu.

"Bagaimanapun dirimu, aku akan sangat menyayangimu."

Hinata belum memberikan nama hingga saat ini. Entah mengapa ia masih bingung hanya untuk sebuah nama anaknya. Mungkin seiring berjalannya waktu, ia akan menemukan ide.

Setelah membenahi pakaian atasnya, seseoramg mengetuk pintu. Biasanya jika Natsu tidak akan seperti itu.

Ternyata itu adalah pelayan ibunya.

Wanita itu membungkuk. "Nona, anda diminta tuan Hiashi untuk bergabung makan siang bersama keluarga."

Apa pendengaran Hinata tidak salah?

Tak kunjung memberi jawaban, pelayan itu kembali berucap. "Sebagai permintaan maaf mereka selama ini Nona. Saya mohon untuk segera bergabung"

Minta maaf? Hinata menimbang sebentar tawaran itu, lalu ia masuk kedalam kamar. Melihat bayinya sebentar.

"Dia baru saja tidur. Mungkin ku tinggal sebentar tidak apa-apa." Satu kecupan mendarat di kening putih anaknya. Entah kenapa perasaannya tiba-tiba tidak enak.

The Way Of Love [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang