Dengan gemas, Naruto berlari mengejar putranya yang super aktif. Balita berusia 4 tahun itu begitu senang berlarian usai di mandikan oleh sang ayah. Tubuhnya yang telanjang berlari mengitari seisi rumah dengan riang.
"Boruto! Tertangkap kau!"
Anak itu menjerit seraya tertawa lepas setelahnya, ia menyerah dan lelah sejenak setelah puas berlarian.
"Hah.. kemarilah pakai baju dulu. Nanti kau bisa kedinginan." Ujar Naruto. Sedangkan balita berambut pirang, persis seperti dirinya mengangguk antusias.
"Bolu aus. Mau minum"
"Iya setelah ini minum susu ". Mencium pipi gembul dengan gemas, Naruto dengan cekatan memakaikan putranya itu pakaian dengan lengkap.
Mencium sekali lagi pipi dan seluruh wajah balita itu. "Kau sudah wangi sekarang."
Setelah selesai, Naruto kembali bermain dengan anaknya. Kali ini ia mengajari balita itu untuk mendengarkan sebuah dongeng. Tak lupa alat peraga berupa boneka yang akan menjadi objeknya.
Sedangkan di sudut dapur, wanita yang kini tengah mengandung nampak membawakan sebuah susu botol dan secangkir teh, tak lupa beberapa keping kue tersedia disana. Sudut bibirnya tersenyum kala ia melihat dua pria tercintanya tengah asyik bercerita.
Dengan perlahan, Hinata berjalan.
"Kura-kura itu tak pantang menyerah, dan terus berusaha___" Ucapannya terhenti, disaat Naruto menyadari sang istri menghampiri mereka. Ia lantas menurunkan Boruto dari pangkuannya dan beranjak berdiri menghampiri Hinata. "Hinata, kenapa kau tak panggil aku?" Wajah Naruto begitu cemas. Dia mengambil alih nampan tersebut, menyimpannya di meja terdekat dan memberikan susu botol pada Boruto.
"Kau ini jangan terlalu lelah," Naruto menggiring istrinya yang tengah hamil besar itu menuju sofa.
Hinata yang mendengar itu terkikik geli. Suaminya ini begitu posesif. Ia benar, menepati janjinya, disaat kehamilan kedua Hinata, Naruro benar-benar ada di sampingnya. Ia tak melewati apapun pertumbuhan janinnya itu.
Jika pada saat kehamilan Boruto, ia tak ada di sampingnya. Maka sekarang ia tak boleh melewati itu. Naruto sudah berjanji dan ia membuktikannya.
"Jangan terlalu berlebihan, aku ini hanya membuat susu dan teh saja."
"Tetap saja sayang, aku khawatir. Kau tak ingat kejadian beberapa hari lalu?"
Hinata masih tersenyum di buatnya. Tentu ia ingat. Hanya saja jika di ingat kembali, terasa lucu.
Sekitar lima hari yang lalu, jantung pria itu seakan mencelos. Naruto yang sedang mengadakan pertemuan rutin dengan kawan-kawannya, membahas cabang kedai mereka, harus di buat kelimpungan saat menerima telepon dari putranya melalui Shikamaru.
Flashback
Hinata calling...
Shikamaru mengerutkan kening saat ia hendak melihat layar di ponselnya berbunyi. Tidak seperti biasanya, istri sahabatnya ini menghubungi dirinya. Kemudian, ia bertanya pada Naruto. "Naruto, apa kau tidak membalas pesan Hinata?"
"Hinata?" Mendengar nama istrinya, ia lantas memeriksa ponselnya. Sama sekali tak ada pesan atau telepon.
Naruto menggeleng cepat. Kemudian wajahnya ada sedikit kesal, kenapa istrinya malah menghubungi Shikamaru.
Dengan wajah yang malas, Shikamaru memilih untuk menerima panggilan itu. Dan tak lupa menekan tombol laudspeaker. Takut terjadi salah paham.
Belum sempat ia bicara, seseorang sudah menyaut.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Way Of Love [END]
Cerita PendekTapi takdir, akan mempertemukan kita. @karakter milik Masashi Kishimoto Cerita karangan saya. Short Story ~Enjoy