"Zhan, mengapa kau jarang berbicara?" Ucap salah satu pria bernama Lucy---seorang pegawai di restoran itu.
Zhan hanya menunduk dan menggeleng pelan.
Lucy menepuk bahunya, "Ini sudah bulan ketiga kau bekerja disini. Apa yang membuatmu merasa kaku?"
Zhan memang terkenal dengan sifatnya yang seperti batu, lebih tepatnya adalah benda mati. Ia jarang berinteraksi dengan orang-orang, bahkan dengan rekan kerjanya sendiri. Pada saat hari pertama Zhan melamar kerja, ia menolak untuk menjadi seorang pelayan. Ia tidak mau jika harus bertemu atau berbincang dengan para pelanggan. Maka dari itu Lucy--sang ketua yang menguasai dapur--meminta agar Zhan ditempatkan menjadi koki.
Zhan akhirnya buka suara, "Aku hanya suka melakukan kegiatan memasak, tidak untuk mengobrol."
"Tapi menurutku ini sudah saatnya kau berbaur dengan koki lainnya. Kau tidak bisa terus-terusan menyendiri seperti ini."
Namun Zhan hanya tersenyum dan mengangguk pelan.
Lucy sangat berharap Zhan akan terbuka padanya atau pada rekan kerjanya.
Memang, setelah kejadian kecelakaan maut yang merenggut nyawa kedua orang tuanya 2 tahun yang lalu, Zhan menjadi pendiam dan tak se-ceria dulu. Dalam sorot matanya terlintas rasa trauma yang mendalam, membekas rasa penyesalan.
Walau kini ia mulai menerima keadaan, tetapi semua itu tak bisa merubah sikapnya. Zhan menolak untuk tinggal bersama saudaranya. Ia memilih untuk tinggal sendiri dan sesekali mengurus nenek tercintanya di rumah sakit. Hanya itu yang ia miliki untuk saat ini.
Sudah pukul 17:45, Zhan merapikan pakaiannya, bersiap-siap untuk pulang. Kurang lebih 15 menit perjalanan menuju rumahnya. Ia lebih memilih untuk jalan kaki, menyusuri ramainya kota dan jalanan.
"Sudah berapa lama aku tidak membeli makanan diluar ya? Sepertinya di rumah juga aku kehabisan bahan makanan." Gumamnya.
Akhirnya ia mampir ke salah satu penjual makanan, Sudah lama aku tidak merasakan masakan seperti ini, wanginya seperti olahan ibu. Batinnya.
Penjual itu seorang wanita berumur 52 tahun, tangannya sangat lihai membuat olahan tradisional. Beda seperti masakan restoran yang ia buat saat memasak. Jelas, Zhan sangat menyukai masakan rumahan daripada masakan luar yang sering ia buat.
"Nak, minumlah dahulu. Hari ini sangat dingin, mungkin air hangat ini dapat mengurangi suhu tubuhmu." Penjual itu memberikan satu gelas air hangat kepada Zhan.
Zhan hanya mengangguk dan tersenyum, lalu ia menyeruput air hangat yang diberikan tadi.
"Makanannya akan siap dalam 5 menit, apa kau bisa sedikit menunggunya, nak?"
Zhan mengangguk, "Ah, tidak apa-apa, tak usah buru-buru."
Penjual itu melemparkan senyumnya, "Kalau boleh tahu berapa umurmu, nak? Kau terlihat muda dan manis. Mengingatkanku pada anak terakhirku."
Telinganya mulai memerah, sangat terlihat jelas senyuman malu itu, "Umurku 23."
Penjual itu terkejut, "Ah, benarkah? Padahal aku mengira kau berumur 17 tahun."
Sontak Zhan terkekeh. Dia bahkan berpikir bahwa ia tidak semuda itu. Namun, orang-orang yang tidak mengenalnya pasti mengira Zhan berumur belasan. Benar, ia terlihat sangat muda dan manis. Senyumnya bahkan bisa melelehkan kutub Utara. Zhan adalah matahari kebahagiaan!
***
Makanan itu sudah matang, sang penjual memberikannya, dan juga membawakan satu mangkuk sup.
"Selamat menikmati makan malam mu."
Zhan tersenyum, "Terima kasih."
Ia mulai melahap makanannya, Zhan sangat senang akhirnya ia bisa makan malam diluar, ditambah ditemani dengan sosok wanita ramah. Suasananya seperti membawa Zhan ketika makan malam bersama neneknya. Tanpa disadari, senyum itu berubah menjadi rasa sedih. Ia lupa, bahwa besok ia harus kembali ke rumah sakit untuk memeriksa keadaan neneknya.
Akhirnya Zhan menghabiskan makanannya dengan cepat, lalu membayarnya dan segera pulang.
Di sepanjang jalan, ia terus melihat orang ramai berjalan berpasang-pasangan. Terkadang ada rasa iri di dalam hatinya. Ia juga ingin merasakan hal yang belum pernah ia alami dalam hidupnya. Seperti berkencan, jalan-jalan berdua, menonton bioskop, berpelukan, dan hal-hal lainnya.
Ia membatin, "Apakah ada manusia lain yang seperti aku di dunia ini?"
Tentu ada. Namun, Zhan 'lah yang paling malang. Jangankan untuk kencan, bermain bersama temannya saja ia tak pernah. Sangat menyedihkan menghabiskan hidup untuk sendirian.
Tak lama kemudian, ada beberapa ekor kucing yang sedang bersantai di kursi taman. Zhan sangat antusias dengan makhluk berbulu ini. Senyumnya kembali terukir, ia mengelus-elus punggung kucing itu.
"Sangat cantik. Sangat cantik." Ujarnya.
Beberapa saat, matanya tertuju dengan seekor kucing berwarna hitam kecoklatan. Lalu Zhan menghampirinya, "Hey, mengapa kau menyendiri?"
"Bergabunglah dengan teman-temanmu."
Namun kucing tersebut tak memberikan respon apapun, malah ia memberikan ekspresi yang menyebalkan.
Zhan tak terima, "Dasar pemalas! Ayo bergabunglah dengan teman-temanmu, jangan menyendiri."
Sekali lagi, kucing itu mengabaikannya.
Zhan mulai tidak bisa menahan kesabarannya, "Kau jantan atau betina? Kau tidak boleh menjadi pemalas!"
Zhan mengangkat kucing tersebut, berniat memutarnya agar ia bisa melihat jenis kelaminnya. Namun, pada saat Zhan melihat dua bola kembar itu, tiba-tiba kucing tersebut menggigit tangannya.
"Ahh! Mengapa kau menggigitku?! Bahkan tadi kau sama sekali tidak merespon ku."
Mungkin jika kucing tersebut bisa berbicara, ia akan mengatakan 'Tidak sopan! Memalukan!'
Zhan akhirnya beranjak, membersihkan telapak tangannya dan melanjutkan perjalanan pulang.
***
To be continued...
Tolong beri dukungan dengan memberikan vote dan komentar yang membangun, terimakasih.
KAMU SEDANG MEMBACA
THE MAGIC OF LOVE | Yizhan
FanficZhan adalah seorang pria introvert berumur 24 tahun, menyukai musik dan seni. Ia tinggal seorang diri, tanpa orang tua dan saudara. Pada suatu saat, ia menemukan seekor kucing tanpa pemilik berwarna hitam bercampur coklat ditepi jalan. Kucing itu se...