Chapter 10

209 37 7
                                    

"Tetaplah di belakangku, oke?"

Zhan memerintahkan Yibo agar tidak berurusan dengan tiga manusia ini.  Pria bermata sipit membuang batang rokoknya, menghampiri Zhan sembari menyeringainya.

"Kau sudah berani menatapku seperti itu karena ada pria ini di belakangmu, huh?"

Dua pria lainnya sedang menertawakan. Ia melanjutkan dengan berbisik di samping telinga Zhan, "Apa saja yang sudah ia dapatkan darimu?"

Jemari Zhan terus bergetar, tak kuasa menahan amarah.

"Boss, ku rasa ada malam yang bergairah."
"HAHAHA!!"

Zhan mencoba mengontrol emosinya perlahan, meraba dompet yang ia bawa di dalam tas nya.

"Kau menginginkan uang 'kan? Ambilah dan jangan ganggu aku." Zhan melemparkan dompetnya.

Boss dari dua pria tersebut memerintahkan untuk mengecek isi dompet Zhan. Benar saja, uang yang dimiliki Zhan cukup banyak. Ini adalah gaji pokok yang dia ambil bulan ini untuk keperluan mereka berdua. Karena Zhan pikir ia harus bisa menghidupi dua manusia di rumahnya--dia dan Yibo.

"Lumayan banyak, boss."

"Nah, seharusnya kau seperti ini sejak awal agar tidak membuang waktu dan tenagaku."

Pria yang di sapa boss oleh kedua pria itu kembali mendekat kearah Zhan dengan berbisik lagi, "Kau kan mudah jika ingin mendapatkan uang, kau tinggal melayaninya lagi." Matanya melirik ke arah Yibo.

Tanpa pikir panjang, Yibo menarik lengan Zhan, mendorongnya jauh ke belakang.

"BAJINGAN."

Yibo menonjok pipi kiri boss mereka, menarik kerah bajunya. Mendorong hingga tubuh pria tersebut tersungkur ke tanah. Yibo terus menginjak, mengangkat kakinya dan menendang dengan kuat. Dua pria lain tidak diam saja, mereka pun ikut serta untuk menyerang Yibo.

"Yibo, hentikan!" Zhan memanggil Yibo, namun Yibo tak mendengarnya.

Seperti perkelahian antar kucing, mereka sama-sama tak bisa mengendalikan diri. Pergerakan Yibo sangat lincah, ia bisa menghindar dari beberapa serangan belakang.

Satu, dua, tiga, empat, bahkan puluhan pukulan melesat begitu saja pada wajah ketiga pria nakal ini. Darah segar mengalir di pelipis dan sudut bibir Yibo. Suasananya sangat kacau, Zhan sampai bingung apakah ia harus menelepon polisi atau jangan. Jika ia menelpon polisi akan rumit, karena perkelahian ini di mulai oleh Yibo. Namun ia harus melapor kejadian ini karena tiga bocah ini selalu mengganggu pejalan kaki yang hendak lewat.

Tiga pria itu tersungkur lemah, bahkan terlihat sulit untuk bernapas. Yibo mengambil satu balok kayu di samping pembuangan sampah. Ia berniat untuk memecahkan ketiga kepala tersebut.

"Para pecundang! Beraninya merampok orang-orang yang tak bersalah."

Yibo mengangkat balok itu, siap untuk menumbuk, tapi Zhan menahan pergelangan tangannya, "Jangan lakukan itu, Yibo!"

Yibo menghentikan pergerakannya. Zhan memutarkan badan Yibo ke arahnya.

"Kita pulang saja."

Ia pun menuruti perkataan Zhan, melepaskan balok kayu yang ia genggam tadi dan mulai berjalan pergi meninggalkan tiga pria yang sedang tergeletak sekarat.

Sesampainya di apartemen, Zhan merebahkan tubuh Yibo diatas kasur. Melepaskan pakaian luarnya, memeriksa apakah ada luka di tubuh Yibo atau tidak.

"Lain kali jangan seperti itu lagi,"

Zhan mengusap dan membersihkan bekas darah di pelipis dan sudut bibirnya. Yibo memejamkan matanya berkali-kali, merasakan bahwa lukanya itu sangat perih.

"..kau membuatku khawatir."

Tanpa disadari Yibo membuka matanya dan menatap Zhan, "Kau mengkhawatirkan ku?"

Zhan berdehem canggung, "Apakah yang ini terasa sakit?"

Yibo meraih tangan Zhan, "Apakah jika aku seperti ini Gege akan mengkhawatirkanku?"

Pipinya mulai memerah, Zhan memalingkan wajahnya.

Yibo menarik ujung bibirnya, "Bagaimana jika aku terus seperti ini saja agar Zhan-ge merawatku terus."

"Kau!!"

Yibo tertawa di samping Zhan yang masih setia mengobati lukanya.

"Gege, ini milikmu." Yibo mengeluarkan dompet Zhan di saku celananya.

Zhan diam tak berkata, ia sama sekali tak menyangka bahwa Yibo berbuat ini untuk dirinya. Benar-benar tak terduga.

"Ambilah."

Zhan meraih dompet miliknya.
"Yibo, lain kali jangan seperti itu lagi, oke?"
"Tidak apa-apa jika mereka ingin merampas uangku. Tapi jangan sampai ada korban jiwa. Apalagi itu bukan satu orang, bagaimana jika kau yang.."

"Tidak mungkin, Gege jangan khawatir."

"Hari ini kau sudah berapa kali buat ulah? Bagaimana aku tidak khawatir!!"

"Aku akan menemani Zhan-ge setiap pulang kerja."

Zhan tak melanjutkan obrolannya, dalam hati ia cukup senang karena ada seseorang yang peduli padanya. Setidaknya ia tidak merasa kesepian.

Setelah mengganti pakaian, Zhan kembali ke kamar, melihat Yibo yang ber-acting seperti pria lemah tak memiliki tenaga.

"Gege, aku lapar."

"Aku akan mengambilkan makanannya."

Zhan berjalan ke dapur, mengambil masakan instan di microwave.

"Makan saja yang ada, aku belum sempat membuat sup."

Yibo mengangkat kedua tangannya yang diperban, "Lihat, jari-jari ku saja sangat kebas. Bagaimana aku menyuap makanan?"

Zhan memutar bola matanya, "Baiklah, baiklah."

Ia pun mulai menyuapi Yibo perlahan. Yibo memang dramatis, ia akan bertingkah kesakitan dengan luka di ujung bibirnya.

"Aw, pelan-pelan."

Yibo bersikeras menahan tawa dan senyumnya saat Zhan benar-benar mengusap lukanya dan terus menyuapi makanan ke mulutnya.

"Aku sudah kenyang."

Zhan meraih gelas berisi air diatas meja, "Minumnya perlahan saja."

Setelah semuanya selesai, Zhan kembali ke dapur untuk merapikan alat makan. Membersihkan ruang TV, lalu kembali ke kamar untuk tidur.

"Rupanya kau sudah tidur, aku akan matikan lampunya kalau begitu. Pasti kau sangat kelelahan."

Yibo sudah telihat memejamkan matanya dari tadi. Kemudian Zhan merebahkan tubuhnya tak jauh dari Yibo, menyelimuti tubuh mereka berdua. Zhan sedikit mendekat dan berbisik.

"Terimakasih.." Lalu Zhan memejamkan matanya untuk tidur.

Yibo yang sebenarnya masih tersadar sontak langsung tersenyum. Ini pertama kalinya Zhan berterimakasih padanya, itu pun Zhan lakukan diam-diam.

Tapi apapun yang Zhan lakukan, Yibo selalu menyukainya.

Yibo membuka bola matanya, menoleh wajah pria yang sedang tertidur pulas di sampingnya. Ia pun memposisikan tubuhnya agar tidur berhadapan dengan Zhan.

Tangan yang berbalut perban itu terangkat, mengelus pipi mulus milik Zhan.

“Jangan khawatir, aku disini untuk menjaga dan melindungimu. Bukankah ini perjanjianku?”

Malam itu cukup indah bagi Yibo. Ia kembali memejamkan matanya. Jika ini adalah mimpi, maka Yibo akan memilih untuk bermimpi selamanya.

***


To be continued...

T

olong beri dukungan dengan memberikan vote dan komentar yang membangun, terimakasih.

THE MAGIC OF LOVE | YizhanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang