Bab 2

1K 521 160
                                    

Tandai typo!

Suasana kelas hening dan damai, hanya terdengar suara guru yang menjelaskan materi dengan tenang. Tiba-tiba, mata mereka tertuju ke arah pintu kelas. Seolah merasakan tatapan mereka, Leno muncul di ambang pintu, menampakkan diri sebagai sosok yang terlambat.

"Leno, dari mana saja kamu? Sudah telat hampir 7 menit." Bu Sarah bersuara, tangannya memegang spidol. Matanya menatap Leno tajam, seolah mencari alasan di balik keterlambatannya. "Maaf, Bu. Saya habis dari perpustakaan," balas Leno dengan menunduk, menghormati Bu Sarah dengan sopan. Suaranya terdengar rendah, mencerminkan rasa bersalahnya.

"Pencitraan doang kali, Bu! Dia pengen kabur, mungkin, Bu." Terdengar suara sumbang dari belakang kelas, membuat Bu Sarah menoleh dengan pandangan tidak suka.

"Iya, tuh! Pengen kabur pastinya." Suara sumbang lain menyerukan pernyataan yang sama, menambahi kegaduhan di kelas.

"Diam! Tak ada yang boleh bicara selain saya dan Leno. Kamu, berikan penjelasan yang tepat, Leno," tegas Bu Sarah, suaranya berwibawa, menegakkan aturan di kelas.

Leno menghela napas, "Saya memang beneran dari perpustakaan sekolah, Bu. Cari buku yang belum saya baca. Saya keluar perpustakaan saat bel sekolah bunyi, karena jaraknya jauh jadi saya terlambat." Ia menatap Bu Sarah dengan tatapan jujur, berusaha meyakinkan gurunya. Bu sarah menghela napas, dan memperbolehkan Leno duduk di tempatnya. Dengan senang hati Leno berterimakasih dan berjalan ke tempat duduknya yang berada di barisan ketiga paling pojok dekat jendela.

"Kenapa lama di perpustakaan, tumben?" tanya Rahesa penasaran sembari menoleh ke arah Leno yang membuka buku catatannya.

"Tadi di perpustakaan ada Maudy, kebetulan ketemu," sahut Leno, suaranya berbisik agar tidak terdengar oleh guru. Rahesa tersenyum kesenangan, dan bertanya, "Dia bawa temennya, gak? Yang namanya Aqeela." Matanya berbinar-binar, menanti jawaban Leno.

Leno menggeleng, "Dia sendiri," balasnya.

Seketika, senyum Rahesa yang semula mengembang kini luntur, tergantikan dengan ekspresi kecewa. Leno terkekeh sinis, ia berkata, "Dih! Malah nanya-nanyain Aqeela, perempuan lo noh di urusin."

"Yeuh, mereka itu beda sama Aqeela. She is so cute in my eyes," kekeh Rahesa, mempertahankan pendapatnya dengan nada bercanda.

"Hm, terserah lo dah." Leno menyibukkan diri dengan menulis materi yang ditulis di papan tulis, menghindari percakapan lebih lanjut tentang perempuan yang dukasinya.

—oOo—

Matahari mulai condong ke barat, langit berubah warna menjadi jingga kemerahan. Bel pulang sekolah berdentang nyaring, menandakan berakhirnya pelajaran hari ini. Para siswa berhamburan keluar kelas, wajah mereka merefleksikan kelegaan setelah seharian bergelut dengan buku dan tugas. Koridor sekolah yang tadinya hening seketika berubah menjadi lautan manusia.

Segerombolan siswi berceloteh riang, bercerita tentang tugas yang selesai dan rencana liburan akhir pekan. Suara tawa mereka bercampur dengan desingan sepeda yang melintas di halaman sekolah. Beberapa siswa laki-laki terlihat asyik bermain basket di lapangan, keringat bercucuran, namun wajah mereka tetap berbinar penuh semangat.

Seperti ke empat laki-laki ini yang berjalan di koridor, hendak turun ke lantai dasar. Terlihat Rahesa tertawa terbahak-bahak mendengar cerita dari Nandra.

"Habis tuh ya, emaknya malah ketawa liat anaknya yang penuh lumpur yang ada di selokan itu, gue langsung keluar rumah tuh liat kejadian itu. Dan kalian tau? Anaknya itu malah enteng enteng aja di tenteng sama bapaknya," jelas Nandra di akhiri dengan gelak tawa yang membahana, bersamaan dengan Rahesa yang udah ngik-ngikan di lantai koridor.

Leno Alendra [Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang