Bab 15 [End]

666 256 5
                                    

Tandai typo!

Waktu berlalu dengan cepat, seperti air yang mengalir deras di sungai. Matahari mulai menurun di ufuk barat, menandakan bahwa hari sudah menjelang sore. Bel sekolah berdentang keras, menunjukkan jika waktu belajar telah berakhir. Para siswa berhamburan keluar kelas, menuntun langkah mereka menuju gerbang sekolah.

Suasana sekolah yang sebelumnya penuh dengan suara ceramah dan keheningan saat belajar, kini tergantikan oleh kegaduhan dan keceriaan para siswa yang sudah bebas dari belenggu pelajaran. Pulang sekolah, sebuah momen yang ditunggu-tunggu oleh setiap siswa, menandai awal dari aktivitas yang lebih bebas dan menyenangkan.

Keempat remaja itu sudah nangkring di atas motor masing-masing, kecuali Leno yang berdiri di samping sepedanya.

"Nanti malam gue mau nge-date sama ayang," ujar Rahesa tiba-tiba, suaranya terdengar semangat menjelang kencan malam ini.

"Sama siapa?" tanya Revan sembari memakai helmnya.

"Sama anak sekolah tetangga," kekeh Rahesa. Lelaki itu sudah siap dengan helmnya, siap untuk pulang.

"Elehh, jangan digantung anak orang, kasian. Cewek butuh kepastian." Nandra berucap.

"Tumben kali ini lo bener ngucapnya," kata Leno pada. Revan dan Rahesa tertawa renyah mendengar kalimat yang di lontarkan Leno.

"Yeuh! Memangnya gue suka ngegantung anak orang?" Rahesa mengatakan itu dengan nada bercanda, namun sedikit tersinggung dengan tuduhan teman-temannya. Ia mencoba mengelak, menyangkal tuduhan yang dialamatkan padanya.

"IYA!" Ketiganya menyeru menjawab pertanyaan Rahesa yang tak intropeksi diri. Revan, Leno, dan Nandra menertawakan Rahesa dengan keras. Mereka bertiga mengingatkan Rahesa tentang sejarah percintaannya yang penuh dengan drama. Rahesa yang terkenal dengan sifatnya yang mudah jatuh cinta dan cepat bosan, sering kali melupakan perasaan wanita yang ia dekati. Ketiganya mencoba membuka mata Rahesa, agar ia bisa lebih bijak dalam berhubungan dengan perempuan.

Leno terkekeh pelan, ia teringat bahwa ia akan menemui Maudy di gedung IPS. Segera ia menaiki sepedanya, dan berkata, "Gue duluan, ya."

"Cepet banget lo, Len. Mau kemana?" tanya Rahesa, menatap Leno dengan tatapan penasaran. Ia penasaran dengan tujuan Leno yang terlihat buru-buru meninggalkan parkiran sekolah.

"Ke gedung IPS," balas Leno singkat.

"Ketemu Maudy?" Leno mengangguk, lalu mengayuh sepedanya ke arah gedung IPS.

Leno tiba di parkiran gedung IPS, menatap sekitar dengan pandangan yang penuh kegembiraan. Ia meletakkan sepedanya di sebelah ujung dekat pintu keluar, mengatur posisinya dengan hati-hati agar tidak mengganggu kendaraan lain. Parkiran IPS sudah terlihat sepi di sore hari ini, hanya beberapa motor saja yang tersisa. Leno mencoba mencari sesuatu yang berbeda dari parkiran ini, mengingat janjinya untuk bertemu Maudy di sini.

Saat memasuki kelas tadi, Leno mendapatkan pesan dari Maudy yang menyatakan bahwa ia ingin bertemu dengannya di parkiran IPS. Pesan itu membuat Leno merasa bersemangat. Ia terduduk di salah satu kursi panjang yang terletak tak jauh dari parkiran, menunggu Maudy yang tak kunjung terllihat. Janjinya memang di sini, ia ingat betul pesan yang dikirimnya. Namun, sepuluh menit berlalu, hidung batang Maudy tak muncul.

"Leno!" seru Maudy dari lorong IPS, suaranya bergema menembus kesunyian parkiran. Ia berlari dengan langkah ringan menuju Leno, senyum manis terukir di bibirnya. Rambutnya yang tergerai tertiup angin sepoi-sepoi menambah keindahan penampilannya.

Leno Alendra [Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang