Di ruangan yang cukup besar terdapat 7 pemuda yang sedang asik berkumpul. Ada yang bermain ps ada juga yang sibuk memakan ciki dan buah-buahan yang sudah di sediakan.
Tok ... tok ... tok ...
Pintu di buka dan nampaklah seorang wanita paruh baya dengan di tangannya terdapat sepiring bolu.
"Maaf bunda ganggu dulu ya sebentar, ini bunda bawain bolu buat kalian." Ucap wanita paruh baya itu sambil menghampiri mereka bertujuh.
Salah satu pemuda itu, panggil saja Hadi. "Wuih makasih loh bunda," ucap Hadi yang tidak tahu malu langsung menyomot bolu dari piring.
"Ngga usah malu-maluin gue lo Di!" Kata Mars si paling tertua dan juga sepupu Hadi.
Jaki, si pemuda yang berada di samping Mars merangkul Mars.
"Bang, dia tuh emang suka malu-maluin kalo lo lupa heheheh..." Ucap Jaki sambil terkekeh.
"Udah ya, bunda mau pergi dulu masih ada kerjaan yang belum selesai. Kalian jangan lupa bolunya di makan oke?"
"Oke bunda!" Jawab mereka semua sambil mengacungkan jempolnya.
Setelah kepergian bunda, mereka pun kembali melanjutkan kegiatan mereka seperti tadi.
"Guys-guys minta perhatiannya dong," ucap Hadi sambil bangkit dari duduknya.
Mereka pun langsung mengalihkan pandangannya dan menatap Hadi yang sudah berdiri tidak lupa dengan di tangannya memegang piring yang ada bolunya.
"Healing lah ayo, gue bosen banget liburan juga masih panjang." Kata Hadi lalu melahap bolunya.
"Gaya lo healing, emang mau kemana si? Gue mager banget anjay," ujar Radit yang masih rebahan di atas karpet yang empuk.
"Ya kemana gitu gue bosen banget asli dah ngga boong,"
"Ke puncak aja gimana? Seru tuh kita juga udah lama ngga ke sana," kata Nanda mengide untuk pergi ke puncak dan mereka pun mengangguk setuju atas ide Nanda.
"Yaudah kita cari villa dulu aja atau hotel," kata Mars.
"Ngga usah, gue pas itu denger om Wijayanto punya villa di puncak kalo lo semua mau sekarang gue coba tanya om Wijayanto villanya masih ada ngga,"
"Lah bang? Kok namanya kaya bapak gue bang?" Ucap Carli yang kaget nama bapaknya di bawa bawa. "Ya itu emang nama bapak lo Car hetdah," kata Nanda.
"Ih kok gue ngga tau sih kalo bapak gue punya villa di puncak bang?" Kata Carli lagi sambil bangkit dari rebahannya.
Hadi menghampiri Carli dan mengelus-elus pundak Carli, "Car gue turut prihatin ya ternyata lo itu anak pungutnya om Wijayanto,"
Carli yang mendengarkan itu menatap sebal Hadi dan menepis lengan Hadi dengan kasar.
Carli langsung mengambil handphonenya dan menelepon bapaknya itu
"Halo bang ad-"
"BAPAK! EMANG ABANG BENERAN ANAK PUNGUT BAPAK YA?!"
Carli bertanya seperti itu, Hadi yang berada di samping Carli langsung tertawa terbahak-bahak begitu juga dengan yang lain. Carli benar-benar percaya ternyata atas ucapan Hadi tadi.
"Kata siapa?! Kamu ngga usah ngaco ya bang, ayah ini yang jadi saksi mata pas kamu lahir loh. Dan satu lagi jangan panggil ayah bapak tapi panggil ayah tuh ayah."
"Kata bang Hadi bapak eh maksudnya ayah," ucap Carli sambil terisak.
"Ucapan bang Hadi kok di percaya, udah ayah mau ada meeting ayah tutup ya teleponnya. Jangan nangis lagi,"
Handphone Carli langsung di rebut oleh Nanda sebelum panggilan di akhiri, Nanda ingin bertanya apakah om Wijayanto masih ada villa di puncak atau tidak.
Dan ternyata masih ada, Nanda pun meminta izin untuk pinjam villanya untuk beberapa hari dan untung saja di izinkan. Setelah itu panggilan pun berakhir.
"Oke fix berarti di puncak ya," kata Nanda dan mereka pun mengangguk setuju.
"Asik healing! Jidan udah ngga sabar deh," ucap Jidan si paling kecil di antara mereka dan adik kandung Nanda.
"Emang lo boleh ikut apa cil," kata Carli yang matanya masih sedikit berair akibat menangis tadi.
"Boleh lah! Kan ada bang Nanda, iya kan bang?" tanya Jidan ke Nanda, "Iya adeknya abang," jawab Nanda sambil mencubit pipi adiknya itu dengan gemas.
Jidan pun menatap Carli dengan pandangan tengil membuat Carli memutar bola matanyaa malas.
Mereka pun langsung membahas rencana kapan dan berapa hari untuk berada di puncak.
"Kalo 3 hari gimana?" Usul Radit.
Mereka semua pun mengangguk, "boleh juga tuh, masalah mobil biar pake mobil gue aja." Kata Mars.
"Oke, jadi kita di sana 3 hari berangkat besok?" tanya Jaki menatap Mars dan langsung di angguki Mars.
"Besok jam 8 pagi kita udah harus otw, kita kumpul di sini aja. Jangan ada yang telat." Ucap Mars tanpa bantahan dan mereka mengangguk paham.
Setelah membahas rencana liburan, mereka akan berangkat besok dan sekarang mereka sudah bersiap untuk pulang ke rumah masing-masing.
Nanda pun langsung membereskan ruang untuk berkumpulnya itu yang sangat berantakan itu. Sudah biasa setiap kali kumpul pasti yang akan membereskan adalah Nanda, walaupun terkadang di bereskan bersama.
"Hm ... abang," panggil Jidan membuat Nanda terhenti beberes.
Nanda menatap Jidan dengan pandangan bertanya. "Jidan beneran boleh ikut kan?" tanya Jidan takut dirinya tidak di perbolehkan ikut karena saat kemarin pengambilan rapot nilai Jidan sangat banyak yang merah.
Nanda menghampiri adik gemasnya itunya, "ya nggapapa dong emang siapa yang mau ngelarang hm?" Jidan malah menyengir mendengarkan ucapan Nanda.
"Kirain Jidan ngga akan boleh ikut kan nilai Jidan merahnya banyak bang kemarin," ucap Jidan sambil cemberut.
"Itu mah ngga masalah yang penting Jidan naik kelas," jawab Nanda sambil mengelus rambut Jidan dengan lembut.
Membuat Jidan langsung tersenyum manis. "Makasih abang!"
"Yaudah sana siapin baju yang besok mau di bawa nanti kelupaan lagi," ucap Nanda dan Jidan pun langsung mengangguk patuh.
Setelah kepergian Jidan Nanda kembali beberes. Sebenarnya Jidan ada perasaan yang sangat menggal di hatinya.
~~~
Halo temen-temen! Aku bawa cerita baru heheheh. Kali ini genrenya ngga romantis tapi horor hihi, sebenernya ini udah lama banget di draf tapi baru berani di up.
So guys! Semoga suka sama jalan ceritanya yaaa babayy, jangan lupa vote sama komennya🌻

KAMU SEDANG MEMBACA
Dreaming
Horror7 pemuda yang awalnya hanya ingin berlibur ke puncak, malah menjadi mala petaka bagi ke 7 pemuda itu. Dari hal-hal ganjil yang terus berdatangan, hingga tanpa sadar hanya tersisa beberapa pemuda saja yang masih bisa bertahan.