Pagi pun sudah tiba. Mars, Hadi, Jaki, Radit, dan Carli baru saja tiba di rumah Nanda dan Jidan. Jaki mengetuk pintu dan ternyata Nanda yang membukanya.
"Ayo berangkat," kata Jaki.
"Sebentar, lo semua masuk dulu aja. Nih si Jidan gue bangunin ngga bangun-bangun dari tadi."
Wajah Hadi yang tadinya sangat cerah menjadi muram karena Jidan yang malah belum bangun sama sekali.
Mereka pun masuk dan baru saja mereka duduk di sofa Jidan dengan baju tidurnya turun dari tangga menghampiri mereka.
"Abang-abang maafin Jidan ya, Jidan lupa kalo hari ini mau pergi hehehe." Kata Jidan sambil menggaruk-garuk kepalanya yang tak gatal sambil menyengir.
Hadi menatap malas Jidan, "udah cepet sana lo mandi entar kita tinggal aja!" ucap Hadi dan Jidan pun langsung menurut.
Baru juga Jidan pergi tapi sudah balik lagi sambil menggaruk-garuk kepalanya.
"Anu bang eheheh Jidan lupa kalo belum siapin bajunya buat di bawa," ucap Jidan membuat semuanya menganga tidak percaya.
"TAHAN GUE CEPET TAHAN GUE!"
Teriak Radit yang sudah mulai emosi akan kelakuan Jidan yang selalu seperti ini. Radit di tahan oleh Jaki yang berada di sebelahnya sedangkan Hadi sudah melempar bantal sofa ke Jidan, tetapi untung Jidan langsung bersembunyi di balik Nanda.
"Udah-udah lo semua tenang, gue udah kemasin semuanya keperluan si Jidan pas malem." Kata Nanda agar suasana tidak panas.
"Serius abang? Asik makasih abangnya Jidan, makin cinta deh!" ujar Jidan sambil memeluk Nanda.
"Udah cepet bocil lo mandi malah pelukan sama bang Nanda." Kata Carli dan Jidan langsung berlari ke atas, takut-takut dirinya kena amuk lagi.
"Nan cape ngga si punya adek kaya si Jidan?" tanya Radit yang masih tidak emosi lagi.
Nanda tersenyum dan menjawab, "menurut lo gimana Dit? Ya lo pikir aja deh,"
"I feel you Nan. Gue juga kok sama kaya lo walaupun si anak cecunguk itu bukan adek kandung gue," ucap Mars sambil menepuk-nepuk pundak Nanda. Yang maksud Mars itu adalah si Hadi.
"Cape gue lama-lama ama si Jidan, mentang-mentang paling muda jadinya nyebelin!" Kata Hadi yang entah mengapa jika dengan Jidan itu kesabarannya setara dengan kesabaran Radit.
"Hayo lagi gibahin Jidan ya," tiba-tiba muncul Jidan yang masih menggunakan baju tidur.
"JIDAN!" teriak mereka kecuali Nanda.
Jidan yang di teriaki malah terkekeh dan langsung kabur.
"Please gue udah ngga sanggup, tinggalin aja ayo si Jidan." Kata Radit yang sudah lelah, ini masih pagi tapi kesabarannya sudah di uji saja.
"Jangan lah, kalo si Jidan di tinggal gue ngga ikut ya," kata Nanda membuat Radit menghela napasnya berat.
Setelah menunggu Jidan yang sangat lama akhirnya mereka pun sudah mulai berjalan ke puncak sejak tadi jam 10.00
Di perjalanan mereka terus bercanda dan bernyanyi, Mars yang sedang menyetir juga ikut bernyanyi.
Mars bercerita jika Hadi datangan jam 4 subuh terlebih lagi Hadi datang seperti orang yang ingin mencuri karena menggedor-gedor pagar dengan kencang membuat Mars dan kedua orang tuanya kaget.
"Gue mah bang kalo jadi lo udah gue usir tuh si Hadi, masa bodo mau kaya orang gila duduk di jalan." Kata Radit yang berada di sebelah Hadi.
"Yailah gue kan dateng jam segitu biar ngga telat. Komen aja lo dasar netijen!" Kata Hadi sambil menatap sinis Radit.
Akhirnya mereka berdua malah jadi bertengkar, sudah biasa mereka berdua seperti ini. Biasanya Jaki akan melerainya, namun untuk sekarang Jaki sedang fokus mengarahkan Mars karena dirinya bertugas mengarahkannya menggunakan maps.
tanpa sadar mereka sudah memasuki kawasan puncak. Banyak pepohonan yang sangat lebat dan juga sedikit sepi jalan.
"Bang, ini bener kan jalannya?" tanya Carli yang hanya melihat pepohonan lebat di sana.
"Bener kok, gue kan ngikutin maps yang di kasih unjuk sama bapak lo Car." jawab Mars yang sedang fokus menyetir.
Jidan terus menatap sekitar, dirinya merinding karena setiap sisi ada hutan dan entah mengapa hawanya sangat seram dan suram.
Duduk Jidan memepet ke Nanda membuat Nanda langsung menengok. "Kenapa?" tanya Nanda.
"Merinding bang," bisik Jidan sambil merangkul lengan Nanda.
Nanda menatap ke sekitar, memang ada yang aneh di wilayah ini semenjak dirinya dan teman-temannya memasuki kawasan ini.
"Bang Mars awas!" teriak Jidan tiba-tiba membuat Mars langsung rem mendadak mengakibatkan tubuh mereka ikut maju ke depan.
Jidan langsung di omeli oleh Radit, karena dengan Jidan yang berteriak seperti itu dapat membahayakan mereka semua. Untung saja jalanan sepi jadi tidak akan menyebabkan kejadian yang tidak-tidak.
Jidan meminta maaf karena perbuatannya itu, tapi dirinya juga bilang di depannya ada kakek-kakek tua yang sedang menyebrang.
"Dan ngga ada kakek tua yang lo maksud, dari tadi gue nyetir ngga liat ada orang di depan."
"Masa sih bang Mars ngga liat? Itu orang jelas banget tuh kakek tuanya di depan mobil kita, malah sekarang lagi liatin kita!" Jidan tetap kekeuh bilang jika ada kakek tua di depan mobil, padahal jelas-jelas mereka semua tidak melihat siapapun.
"Ji mending lo tidur aja deh kayanya lo masih ngantuk," kata Carli yang di sebelahnya. "Ngga bang Jidan ngga ngantuk, Jidan serius masa kalian ngga liat sih?"
"Udah ya udah, mending kita lanjutin aja. Dan buat lo Jidan mending lo tidur aja nanti kalo udah sampe kita bangunin." Ujar Jaki.
Jidan pun akhirnya pasrah dan menghela napasnya sambil memejamkan matanya. Jidan menengok ke belakang dan kakek tua itu masih ada.
Jidan terus memperhatikan kakek tua itu, kakek tua itu seperti memberi isyarat lewat gelengan kepalanya dan mulutnya seperti mengucapkan "Jangan pergi." Jidan semakin panik dengan ucapan kakek tua itu.
Nanda yang di samping Jidan menenangkannya agar tidak ketakutan dan panik, jika Jidan terus menerus seperti itu bisa-bisa Jidan akan sakit demam tinggi.
Jidan pun akhirnya tenang dan sudah memejamkan matanya dengan kepalanya di senderkan ke pundak Nanda.
~~~
Gimana sama part 2 nya? Semoga sukaa yaaa. Jangan lupa vote sama komennyaa babayy🌻

KAMU SEDANG MEMBACA
Dreaming
Terror7 pemuda yang awalnya hanya ingin berlibur ke puncak, malah menjadi mala petaka bagi ke 7 pemuda itu. Dari hal-hal ganjil yang terus berdatangan, hingga tanpa sadar hanya tersisa beberapa pemuda saja yang masih bisa bertahan.