Setelah sarapan Jidan dan Carli langsung pergi ke kamar Jidan, awalnya mereka berdua ingin keluar tapi langsung mendapatkan omelan dari Hadi dan Nanda.
Dan alhasil saat ini mereka sedang berada di kamar Jidan sambil bermain game di ponsel mereka.
"Eh Ji lo tau ngga sih tadi malem gue bener-bener takut banget," kata Carli sambil merubah posisinya jadi tengkurap.
"Kenapa emang bang?"
Carli menceritakan semuanya ke Jidan, membuat Jidan langsung merinding mendengarnya. Jidan pun bercerita juga kalau dirinya juga waktu kemarin malam mendapatkan kejadian seperti itu.
"Kenapa rasanya horor banget ya bang, kalo kaya gini mah mending kita langsung balik aja deh," ucap Jidan sambil mengusap-usap lengannya.
"Nanti kita bicarain ke bang Nanda," kata Carli.
Carli bangkit dan dengan terburu-burunya keluar dari kamar Jidan berlari ke arah kamar mandi karena tiba-tiba saja dirinya sangat kebelet.
Jidan yang melihat Carli begitu tadinya ingin bertanya tapi malah sudah hilang tak tau kemana. Jidan pun melanjutkan bermain gamenya lagi.
Lumayan lama Carli tidak kunjung datang membuat Jidan heran, baru ingin menyusulnya Carli sudah kembali. Namun, ada yang berbeda dari Carli.
"Bang?" panggil Jidan namun, Carli tidak menjawab malah langsung mengambil ponselnya lalu berjalan keluar dari kamar.
"Bang Carli kenapa?" gumam Jidan yang kebingungan melihat Carli seperti itu.
***
Seperti biasa Jaki sedang asik membaca bukunya di dalam kamar sendirian. Tiba-tiba ada yang mengetuk pintu kamarnya, membuat Jaki langsung bangkit dan berjalan ke arah pintu.
Ketika di buka tidak ada siapa-siapa, sepi. Jaki pun menutup kembali pintu kamar dan ketukan kembali berbunyi, tapi ketukan kali ini seperti sangat brutal membuat Jaki menghela napasnya.
Sepertinya dirinya sedang di isengi oleh Jidan dan Carli, Jaki pun membuka pintu lagi tapi tetap tidak ada siapa-siapa.
"Ayo lah, lo berdua jangan main-main gini." Jaki menatap ke sekeliling namun, tidak ada tanda-tanda Jidan dan Carli keluar.
"Kalo lo berdua masih iseingin gue, awas aja ya." Peringat Jaki lalu kembali masuk ke dalam kamarnya.
Saat melangkah masuk tiba-tiba saja penglihatan Jaki gelap, Jaki terus menggeleng-gelengkan kepalanya namun, masih saja gelap gulitan. Jaki pun terjatuh pingsan secara tiba-tiba.
Sedangkan di sisi lain, Nanda sedang berjalan ke arah kamar Jaki karena ingin menanyakan sesuatu. Tetapi Nanda langsung di kagetkan dengan Jaki yang pingsan, dengan cepat Nanda memindahkan Jaki ke ranjang.
"Siapa yang melakukannya?" tanya Nanda.
"Ki-kita juga tidak tau, kita hanya tau bayangan hitam menutup mata teman kamu."
"Brengsek!"
Untuk masalah ini sepertinya lebih baik Nanda diam saja tidak memberi tahu siapa pun, cukup Nanda yang tahu soal ini.
Hari semakin gelap dan saat ini sedang makan malam, suasana meja makan sangat suram karena hanya suara sendok yang bertubrukan dengan piring.
"Kenapa sih? Kok pada diem-diem aja?" Hadi bingung karena suasana benar-benar hening dan sangat suram.
Hawa di meja makan juga sangat dingin, walaupun memang di sini cuacanya dingin tapi ini rasanya lebih dingin sekali.
"Nggapapa," jawab mereka kompak kecuali Nanda dan Jidan.
Hadi mengkerutkan dahinya, apa-apaan ini kenapa mereka berempat sangat kompak. Hadi benar-benar merasa ada yang aneh kecual Nanda dan Jidan.
Setelah makan malam Nanda dan Hadi mencuci piring, Hadi menengok kanan kiri melihat apakah ada seseorang atau tidak dan karena dirasa hanya dirinya dan Nanda saja Hadi mendekati Nanda.
"Nan," panggil Hadi dan Nanda hanya berdehem sebagai jawabannya.
"Lo ngerasa aneh ngga sih sama bang Mars, Jaki, Radit, sama si Carli?" Nanda langsung memberhentikan kegiatannya dan menatap Hadi.
"Lo ngerasain juga?" tanya Nanda balik, Hadi pun langsung mengangguk. "Lo tau mereka kenapa?" tanya Hadi lagi.
"Gue ngga tau pasti kenapa mereka begitu, tapi gue rasa ada yang aneh sama tempat ini." Hadi yang mendengarkan itu langsung merinding tiba-tiba.
"Jangan-jangan tempat ini ada penghuninya selain kita lagi ya? Ck, kenapa jadi horor banget sih."
"Udah ngga usah lo pikirin, besok juga kita kan balik ke Jakarta," ucap Nanda.
Mereka berdua pun kembali melakukan kegiatannya masing-masing. Sebenarnya masih ada yang Hadi ingin tanyakan ke Nanda tapi lebih baik bertanyanya saat mereka sudah di jakarta saja.
***
Hari semakin gelap dan jam pun terus berdetak, Jidan yang sedang tertidur terganggu karena suara berisik yang berasal dari genteng.
Jidan melihat jam di handphonenya ternyata masih jam 3 pagi, Jidan merubah posisinya menjadi duduk. Rasanya tidak nyaman sekali mendengar suara lemparan batu di atas genting itu.
Jidan menelepon Nanda namun, tidak di angkat-angkat membuat Jidan berdengus sebal. Jidan pun menelepon Carli dan sama juga Carli tidak mengangkatnya.
Jidan menelepon Mars, Radit, dan Jaki mereka bertiga pun juga tidak ada yang mengangkat teleponnya. Suara lemparan batu semakin kencang dan seperti sangat banyak yang melemar batu itu ke genteng.
Jidan menelepon Hadi berharap Hadi mengangkat teleponnya dan untung saja Hadi langsung mengangkat telepon itu walaupun sedikit lama.
"Kenapa?" suara Hadi dari sebrang sana yang sangat serak khas orang baru bangun tidur.
"Abang denger suara lemparan batu di genteng ya?"
"Ngga, orang hening aja kok."
Jidan yang mendengarkan itu langsung terdiam sesaat, hening? Padahal jelas-jelas sangat berisik. Jidan yang sudah ketakutan langsung berlari kedalam lemari dengan tergesa-gesa.
"Ji? Lo kenapa? Kayanya krasak kerusuk banget itu?"
"Abang ... Jidan takut ..." Jidan sudah menangis karena tiba-tiba kacanya juga seperti sedang di lempari batu.
"Hah Ji sekarang lo diman?!" suara Hadi seperti sedang panik.
"Dalem lemari bang," jawab Jidan yang sambil teriksak.
"Oke gue sekarang kesana, jangan bukain pintu kalo ada yang ketok-ketok."
Hadi pun langsung mematikan panggilan secara sepihak. Jidan sangat takut saat ini, pintu kamarnya tiba-tiba saja di ketuk membuat Jidan semakin takut.
Tadi pesan Hadi tidak membukakan pintu jika ada yang mengetuk dan Jidan menurut. Tapi suara pintu terbuka membuat Jidan semakin takut dan dadanya sesak.
"Bunda ... Jidan takut bunda ..." batin Jidan.
Suara langkah kaki semakin dekat dengan lemari membuat Jidan semakin mundur ke pojokan lemari, Jidan terus merapalkan doa agar tidak di ganggu oleh makhluk yang tidak kasat mata itu.
Mata Jidan semakin tertutup karena suara langkah kaki itu berhenti di depan lemari dan pintu lemari di buka nampaklah Hadi.
Jidan yang melihat Hadi langsung bernapas lega, Hadi masuk ke lemari dan menutupnya tetapi tidak rapat agar ada celah oksigen.
"Abang Jidan takut," Jidan memeluk erat Hadi sambil menangis, Hadi yang melihat itu menenangkan Jidan.
"Udah tenang ada gue di sini," kata Hadi sambil mengelus-elus pundak Jidan agar tenang.
***
Semakin menegangkan aaaaaa, gimana sama chapter ini? Semoga suka yaaa jangan lupa vote sama komennyaa🩷
Babayyyy🌻

KAMU SEDANG MEMBACA
Dreaming
Horor7 pemuda yang awalnya hanya ingin berlibur ke puncak, malah menjadi mala petaka bagi ke 7 pemuda itu. Dari hal-hal ganjil yang terus berdatangan, hingga tanpa sadar hanya tersisa beberapa pemuda saja yang masih bisa bertahan.