;he know

1.3K 127 0
                                    


□■□■□

"Ini kita mulai langsung atau makan dulu?"

Pertanyaan dari Daniel—ketua kelompok—Jezlan, membuat enam kepala disana sontak menoleh ke sumber suara.

"Gimana kalau pesen makan sekalian kita bagi tugasnya. Nanti malah gak selesai tugasnya kalau kita makan dulu," usul dari Jezlan yang langsung disetujui semuanya. Itu cukup menghemat waktu karena tugas mereka tidak bisa dikatakan sedikit.

"Oke kalau gitu kalian pilih menunya ya." Semua serempak membaca buku menu. Tak terlalu lama memilih karena varian makanan dan minuman di kafe itu terbilang sedikit. Dan hanya butuh waktu lima belas menit semua pesanan mereka sudah tersaji di meja yang terdapat beberapa buku catatan juga laptop yang terbuka.

"Oke karena makanannya udah datang jadi sekarang kita bagi tugasnya—"

"Jezlan."

Ucapan Daniel terpotong saat ada seseorang memanggil Jezlan. Pandangan mereka langsung tertuju ke satu orang dengan masker dan juga kacamata, kecuali Jezlan. Jezlan kini memejamkan matanya erat. Dia tau betul suara siapa yang memanggilnya.

Sepertinya hari ini bukanlah hari keberuntungannya Jezlan.

□■□■□

Mesin mobil sudah mati sejak lima menit lalu namun si pengemudi dan juga penumpang masih belum juga keluar.  Jezlan meremat kedua tangannya gusar. Awalnya Jezlan berencana langsung keluar mobil begitu Basel mematikan mesin mobil, namun rencana itu tak dapat dia realisasikan karena Basel mengunci pintu mobil.

"Ada yang mau lo jelasin?" Tatapan Basel masih lurus ke depan. Enggan menatap Jezlan membuat Jezlan semakin merasa bersalah.

"Ma–maaf.." cicit Jezlan. Dapat Jezlan lihat rahang Basel yang mengeras, pertanda sahabatnya itu sedang marah.

Basel menoleh saat mendengar suara Jezlan. "Kenapa minta maaf? Emang lo buat salah apa sampai minta maaf?"

Jezlan menggigit bibir bawahnya. Basel yang seperti ini merupakan ketakutan terbesarnya.

"Ma–maaf karena udah bohongin Acel.." Jezlan menunduk.

Basel menangkup kedua pipi Jezlan. Mengusap air mata di pipi Jezlan yang bahkan Jezlan sendiri tak sadari bahwa dirinya menangis sekarang.

"Ssstt jangan nangis.. tadi aja berani bohong sama gue kok sekarang nangis pas ketahuan?"

Jezlan menggeleng. "Maaf.. maafin Ezlan.. Ezlan janji gak akan bohong lagi sama Acel.." Jezlan menarik kedua tangan Basel untuk dia genggam. Dapat Basel rasakan bagaimana dinginnya tangan Jezlan.

Membuat Basel menyeringai puas.

Basel dengan cepat mengubah ekspresi wajahnya. "Harusnya lo gak usah bohong kayak tadi. Untungnya gue ketemu lo tadi di kafe, gimana kalau nggak? Gue gak bakalan tau kalau lo ternyata gak ada kuliah sampe malam. Ayah dan Bunda nitipin lo sama gue Ezlan. Kalau terjadi apa-apa sama lo gue pasti akan ngerasa bersalah karena gak becus jagain anak kesayangan mereka."

"Acel jangan ngomong gitu.. Acel udah jagain Ezlan dengan baik.."

Basel tertawa sarkas, "baik ya, saking baiknya sampe lo bohong ke gue biar bisa pergi sama temen-temen lo."

"Ma–maaf.."

Menghela nafas kasar Basel lalu mengulurkan tangannya ke Jezlan.

"Hukuman karena lo udah bohong. Ponsel lo gue sita."

Dua kalimat itu sukses membuat mata Jezlan membelalak.

□■□■□

GOT YOU [JAYNOO AU]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang