Rumpang

2.7K 315 23
                                    

Haechan berjalan keluar dari kamarnya, pagi ini semua orang tengah sibuk mempersiapkan keberangkatan mereka menuju Itali.

Matahari belum terbit tapi Haechan sudah siap dengan membawa boneka kesayangannya. Haechan ingin memakai piyama saat dipesawat.

Haechan hanya ingin membawa dirinya sendiri tidak membawa barang apapun dia hanya ingin lekas pergi dari kota ini.

Ceklek

"Papah...." Panggil Haechan saat masuk.

Sehun tengah berbaring dikamarnya. Setelah selesai tadi Sehun memutuskan untuk tidur sebentar karena badannya tidak bisa berbohong jika lelah.

Haechan naik keatas tempat tidur dan membenamkan dirinya dipelukan Sehun. Sehun yang kaget langsung terbangun dan melihat anak bungsunya sudah didalam pelukannya.

"Ada apa sayang. Ini masih pagi loh tidur lagi kita berangkat jam 10".

"Papah.... Adek belom pamit sama bunda, Eric, Dino dan Renjun...".

Sehun tersenyum dan mengusap pipi anaknya. "Diundur aja ya keberangkatannya kita ganti jadi malem biar hari ini adek bisa pamit sama mereka, mau ?".

"Mau....." Haechan kembali memeluk Sehun dengan begitu erat.

"Adek kenapa nak. Jangan nangis sayang ada papah disini. Adek cerita sama papah ya apa yang buat adek perasaanya sedih hm ?".

"Papah... maafin adek ya pah... adek jadi sumber kekurangan buat keluarga papah... adek yang dulunya retak kini udah hancur pah udah remuk.... Disini".

Tunjuk Haechan pada dirinya sendiri terutama bagian hatinya. Jika bisa dilihat Haechan akan memperlihatkan seluruh tubuh bagian dalamnya termasuk hatinya yang sudah hancur menurutnya itu.

"Adek bukan kekurangan sayang. Kamu penyempurna dan pelengkap kita nak".

Sehun menahan nafasnya sebentar guna menetralkan detak jantungnya yang terasa cepat. Sungguh Sehun bisa menebak jika Haechan saat ini tengah menyalahkan dirinya sendiri.

"Pah... kalau Tuhan bisa kabulin saat ini juga adek pengen mati pah....".

Mati adalah kata yang Sehun benci sangat dia benci. Sekarang anaknya tengah berbicara dengan keinginan penuh untuk mati.

"Jangan bicara seperti itu nak. Nanti hati papah sakit papah gak bisa denger adek kaya gini".

Bujuk Sehun untuk menghentikan Haechan berbicara yang tidak-tidak.

"Adek pengen mati karena adek pengen hidup lagi pah... hidup yang disini sempurna tidak cacat pah...".

Sehun menangis saat itu juga derai air matanya kembali jatuh kala anaknya berkata ingin hidup lagi dengan keadaan yang lebih baik.

"Tiap malem adek doa pah..... adek doa biar bisa mati dan bisa hidup lagi... adek doa sama Tuhan kalau adek hidup lagi..... adek bakal minta supaya beneran jadi anak papah...".

"Papah... adek boleh kan hidup sebagai anak kandung papah.... Bisa memiliki darah papah....".

Sehun mengangguk dan dengan senang hati jika Tuhan mengabulkan doa Haechan untuk menjadi anak kandungnya.

"Adek pengen gak cacat pah.... Adek pengen hidup sempurna dan disini gak remuk....".

"Adek udah bikin kekurangan dikeluarga ini dengan adanya adek yang hancur dan remuk.... Papah sempurna... abang dan kaka juga sempurna.... Adek malu sendiri jika adek yang cacat pah... adek malu-maluin papah kan ?".

Sehun menghembuskan nafasnya. Dirinya memeluk Haechan sangat erat. "Mau dengerin papah gak nak ?".

Haechan mengangguk. "Papah juga gak sempurna nak. Papah sudah setengah hancur setelah ditinggal mamah Anne".

Sunflower (Haechan) (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang