12

145 11 3
                                    

Bukan lapak anak kecil! No edit! jadi kemungkinan banyak typo

Happy reading...

Mentari muncul dari ufuk timur memancarkan cahaya yang berusaha menerobos tirai hitam. Gelap dalam ruangan itu. Namun Noya masih bisa melihat. Ia terdiam seakan menyesali bahwa ia masih membuka mata hari ini. Dilihatnya wajah pria tampan tengah tertidur mendekapnya.

Ia hanya diam menutup matanya kembali berharap netranya tak akan terbuka lagi. Semalam mereka berendam bersama. Atsumu tak berbuat macam-macam padanya. Merasakan pergerakan kecil dari lengan Atsumu yang meraih pinggangnya. Noya mendongak membuka mata.

Sebuah lengkungan senyum Atsumu dan ucapan selamat pagi yang terasa baru untuk Noya. Kecupan disudut mata membuat Noya menutup sebelah matanya geli. Ia hanya diam karena merasa tiap detik darahnya mengalir dalam lubang kematian. Hatinya kosong. Bahkan rasa takutnya akan Atsumu seperti sudah tak terasa karena lelah merasakannya. Raga, hati, dan jiwanya seperti kesemutan walaupun ia menusuk tubuhnya mungkin ia tak akan menjerit.

Atsumu menidurkan kepalanya dalam tengkuk Noya. Mengirup aroma cintanya di pagi hari yang segar. Tangan pucat Noya meraih kepala Atsumu menyuruhnya berhenti.

"Kau harus kerja..." Noya mencoba menghilangkan monster ini dari pandangannya walaupun hanya sementara.

"Nanti saja. Lagipula aku bebas libur kapanpun aku mau" Atsumu memeluknya lagi. Entah sampai kapan semuanya berakhir. Noya menggeliat ia menyingkirkan tangan Atsumu dari tubuhnya dan menuruni ranjang. Langkah kaki pincangnya menuju balkon membuka tirai jelaga. Embun pagi yang terlihat menyegarkan tak bisa ia rasakan tangannya membelai kaca dan menatap sedih betapa ramainya dibawah sana.

Dengungan mesin mobil, bunyi lampu penyeberangan, aroma toko roti di seberang jalan, dan derit kertas mesin kasir yang akan mencatat bil membuatnya semakin ingin menapakkan kaki walaupun hanya sepuluh langkah dari gedung ini. Ia memandangi anak kecil dari balik kaca tengah memakan permen dan bergandengan dengan ibunya yang membawa belanjaan. Noya menatap sedih ia menggigit bibirnya mengeluarkan darah. Bahunya gemetar tanpa arahan air matanya mengalir. Ia menahan suara membuat nafasnya semakin sesak.

Tangan dingin meraih jarinya. Menautkan jemari kecilnya dan menggenggamnya lembut. Ia melihat lengan Atsumu menyentuh perutnya. Pria itu memeluknya dari belakang. Ibu jari Atsumu membersihkan darah di bibir Noya. Pria itu menutup mata bermanja dalam bahu Noya. Tangis Noya semakin menjadi dadanya sesak ia memukul dadanya dengan tangan kiri. Atsumu yang memainkan jari Noya meraih tangan itu agar Noya berhenti.

Atsumu menangkup wajah Noya berusaha menatap sepasang netra yang bergenang air mata. Noya masih diam dia tak tahu harus bersandar pada siapa lagi. Bahu kakek yang telah pergi. Hiro-nii bahkan tak disampingnya. Rasa iri dalam dirinya muncul saat ia melihat anak itu. Ia ingin menggandeng ibunya juga. Apa ia harus mati sekarang agar bisa menyentuh tangan ibunya lagi.

"Yuu katakan sesuatu..."

"Kaasan... Bawa aku pada Kaasan...hiks...Tsumu aku ingin bertemu kaasan...hgg" Noya mengginggit bibirnya kembali. Merengek seperti dulu bukan gayanya lagi. Ia mengingat saat ia memeluk pria ini di masa lalu dan menangis karena hal yang sama. Kerinduannya pada ibu. Ah ia ingat bahwa Atsumu yang memeluknya lebih dulu. Noya menatap Atsumu tanpa harapan. Haruskan ia berharap pada pria yang memberinya sakit mental.

"Tsumu..." Noya gemetar kakinya seakan ringan hingga tak mampu menopang tubuhnya. Usapan lembut yang membelai pipinya membersihkan air mata Noya rasakan. Bibir Noya yang basah terbuka.

"Tsumu peluk aku..." Noya mungkin gila. Bagaimana ia memohon pada duri dalam memori menyelimutinya dalam perih lagi. Ia hanya butuh pelukan. Setidaknya ia pernah merasakan pelukan Atsumu dulu.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 28, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Hide and Seek [BL]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang