Gue membagi-bagi tugas ke teman-teman gue sesuai dengan kemampuan mereka masing-masing. Lintang, Rani, Nurul, dan beberapa anak pramuka untuk membuat jebakan. Lintang, Rani juga membantu Yola dan anak-anak PMR menjadi tim medis. Agra, Arkan, Dhani dan beberapa dari orang-orangnya memodifikasi mobil-mobil gue dan teman-teman gue dengan melapisinya menggunakan seng-seng supaya tidak terlalu tembus peluru. Dirga mengajar Caca dan Arum menggunakan busur panah.
Gue belum keluar dari ruangan Rakha dari semalam, kami berdua masih mematangkan rencana dan menyiapkan rencana-recana cadangan kalau semuanya tidak berjalan sesuai rencana. Tiba-tiba Arkan masuk ke ruangan.
"Gimana rencananya?" tanya Arkan sambil melepas sarung tangannya.
"Rencana utamanya udah, tinggal ngembangin rencana cadangan aja Kak," jawab Rakha dengan santai.
"Terus gimana rencana utamanya?" tanyanya lagi.
"Biar dijelasin sama Kak Ryan, gue pengen istirahat dulu."
Rakha langsung keluar dari ruangannya dan menutup pintu. Arkan mengunci pintunya dari dalam agar tidak ada yang masuk secara tiba-tiba.
"Jadi gimana?" tanyanya.
"Pertama, gue membawa horde Zombie ke markas Kevin yang dimana mereka mau tidak mau harus mundur dan bergabung ke markas Raihan. Kedua, pastinya Raihan bakal ngehubungin gue lewat radio walkie dan gue bakal mancing mereka semua ke markas Agra."
"Ketiga, di situ orang-orang Agra dan Dhani menyergap mereka secara tiba-tiba yang pastinya mereka bakal mundur kembali ke markasnya tapi di jalan kita akan memancing mereka ke lokasi akhir, yaitu lapangan terbuka dengan semak belukar di sekitarnya dan pepohonan."
"Let me guess... pasti lu bakal ada di situ."
"Yes... tapi gue gak sendiri. Di titik itu lah kita akan menghabiskan mereka semua.
"Jangan bilang lu mau ditemenin sama anak-anak ini?"
Gue mengangguk pelan. Ekspresi Arkan tiba-tiba menjadi kesal.
"Fucking hell Yan... they just a kid... they will die.."
"Engga Kan... karena mereka bakal berada di balik pepohonan dan semak belukar dengan busur mereka. Ditambah juga, mereka udah nyiapin ranjau yang bakal ditanam di bawah tanah."
Arkan terdiam kaget saat gue memberitahu itu.
"Ranjau? Mereka bisa bikin bom?"
"Bukan hanya bom, panah api juga, dan beberapa perangkap lainnya."
"Mereka cuman anak sekolahan yang beruntung bisa bertahan hidup, gimana mereka bisa bikin itu semua?"
"Gue yakin mereka bukan hanya anak sekolahan biasa, tapi mereka anak sekolahan yang luar biasa. Gak mungkin anak kelas dua belas, mimpin sekolah seluas ini dan juga guru-guru."
"Oke.. terus untuk rencana cadangannya gimana?"
Gue memberitahu semua rencana cadangan dari awal sampai selesai ke Arkan. Akhirnya, setelah dua puluh menitan gue memberitahunya rencana cadangan, dia mengerti juga. Gue juga memberitahunya soal senjata kaliber 50 yang ditinggalkan militer di kolam renang dekat dengan rumah Arkan dan juga senjata-senjata di ruangan rahasia rumahnya.
"Hah? Militer? Senjata kaliber 50?"
Arkan terkejut bukan main setelah gue menyebutkan itu semua. Gue hanya bisa mengangguk untuk menjawab pertanyaannya. "Untuk sekarang, lu sama yang lain istirahat dulu, masih ada yang harus gue urusin. Nanti gue kabarin lagi kalau ada yang baru."
Arkan keluar ruangan dengan menggeleng-gelengkan dan menggaruk kepalanya karena tidak percaya dengan apa yang barusan dia dengar. Setelah langkah kaki Arkan tidak terdengar lalu gue menyalakan radio walkie dan merubahnya ke channel sepuluh, karena gue belum dengar kabar dari Nayla semenjak terakhir ketemu.