14 - Harga Diri

22 1 0
                                    

Ela tidak terlalu memikirkan kepergian Henry, ia kembali menyibukkan diri dengan sketsa gaun yang akan ia ikutsertakan dalam kontes musim dingin tahun ini.

Ia dapat kabar beberapa waktu yang lalu bahwa Gerald dan Rachel pergi berbulan madu ke pulau tropis, ia hanya bisa menahan rasa kesalnya karena lagi-lagi perlakukan Gerald sangat berbeda pada dirinya dengan Rachel.

Dulu saat mereka berbulan madu, Gerald hanya menyiapkan kamar di hotel mewah yang ada di kota.

Tidak pernah sekalipun laki-laki itu mengajaknya untuk pergi ke luar negeri.

Ela meminum jus, mencoba meredakan rasa panas yang ada di dalam hatinya. Ia mencoba menepis bayangan Gerald dan Rachel di dalam kepalanya dan mencoba fokus pada sketsa.

"Sial, aku tidak bisa tidak memikirkan mereka." Ela menghela napas panjang, ia bersandar di kursi dan menatap dinding putih polos di depannya.

Dulu, di sana ada fotonya dengan Gerald, sekarang di sana tidak ada apa-apa, kosong seperti hatinya.

Tiba-tiba pintu diketuk, Ela menoleh dan mendapati Sera membuka pintu dan menatapnya dengan cemas.

"Ada apa?" tanya Ela, seingatnya hari ini adalah hari jumat, tidak ada klien atau tamu yang ingin menemuinya.

"Nyonya ... di bawah ada ... Nyonya Rachel."

Pensil yang dipegang Ela langsung jatuh ke lantai, wanita itu melotot.

"Rachel? Bukankah mereka ... sedang bulan madu?"

"Saya tidak tahu, Nyonya." Sera menggelengkan kepalanya, ia melirik keluar dan menghela napas panjang. "Dia bilang ada sesuatu yang penting dan harus segera dibicarakan pada Nyonya."

Ela mendengkus kesal, ia merapikan lembaran kertas yang ada di atas meja dan berdiri. Untuk apa Rachel mengunjunginya?

Apa ia ingin pamer hasil bulan madunya dengan Gerald?

Itu terlalu menjengkelkan kalau benar terjadi.

Ela menggertakkan gigi, ia keluar dari ruang kerja dan turun ke ruang tamu. Wanita itu memasang senyum palsu di wajahnya dan menemukan Rachel tengah menyesap kopi di sofa.

"Lihat siapa yang baru saja pulang dari bulan madu," sindir Ela dengan suara yang lembut, ia duduk di depan Rachel. "Ada keperluan apa denganku sampai-sampai datang kemari begitu cepat?"

Rachel tertawa, entah itu tawa palsu atau tulus Ela tidak bisa membedakannya.

Wanita itu menaruh sebuah kotak ke atas meja.

"Ini ada oleh-oleh dari negeri yang kami datangi." Rachel membuka kotak itu ke arah Ela, di sana terdapat beberapa botol obat herbal yang dikemas sedemikian rupa. "Yang ini bagus dipakai di wajah, menghilangkan keriput dan flek hitam."

"Apa aku terlihat tua?" Ela tersenyum, tapi jari-jarinya yang saling bertaut itu mengencang.

Wanita yang ada di hadapannya ini sengaja mengolok dirinya.

"Tidak ... tidak ... jangan tersinggung Ela, aku juga memakainya."

Ela menarik napas, sudahkah ia bilang kalau selain tidak tahu diri, Rachel juga adalah orang yang tidak tahu malu?

Rachel tidak peduli dengan raut wajah Ela yang jelek, ia terus menyebutkan manfaat dari benda-benda yang ada di dalam kotak itu seperti seorang sales.

Ela berdehem, Rachel langsung menghentikan penjelasannya dan tertawa.

"Ah, sepertinya aku terlalu asyik. Barang ini sangat bagus dan langka sih."

"Terima kasih, aku akan memakainya nanti." Ela melambaikan tangan, ia sangat ingin mengusir Rachel dari tempatnya sekarang juga.

"Aku tidak tahu kalau ternyata Gerald sekuat itu," lanjut Rachel kemudian, ia tersenyum lebar dan matanya menatap Ela dengan cemoohan.

"Apa?" tanya Ela tanpa sadar.

"Di ranjang."

Ela terdiam sesaat sebelum terkekeh pelan.

"Ah, kukira apa ... bukannya kalian sudah sering melakukannya bahkan ketika Gerald masih jadi suamiku?" sindir Ela balik.

 Meski hatinya terasa sangat sakit mengingat pengkhianatan mereka berdua. Masih segar di ingatannya, bagaimana Rachel memeluk Gerald dengan erat dan wanita itu menyeringai padanya.

Ela tidak pernah melupakan mimpi buruk itu sepanjang hidupnya, tidak akan pernah meski hatinya selalu terasa sangat sakit akan itu.

Rachel tertawa, ia menggulung rambutnya dengan jarinya. "Yah, kau benar juga. Gerald lebih menyukaiku dibandingkan dirimu dalam urusan ranjang."

Ela menarik napas dalam-dalam, ia bangkit berdiri.

"Apa ada yang lain? Aku sangat sibuk mempersiapkan kontes, bisak kau pulang sekarang?"

"Kau selalu menghindariku jika sudah seperti ini." Rachel berdiri dan merogoh tasnya, ia melemparkan setumpuk foto di atas meja. "Katakan padaku dengan jujur, Henry bukan pemilik Gaea kan?"

Foto yang menumpuk di atas meja itu adalah foto Henry dari berbagai sudut dan berbagai kegiatan yang ia lakukan, kebanyakan foto itu diambil ketika Henry bekerja di restoran dan minimarket.

"Apa yang kau maksud?" tanya Ela dengan tenang, pura-pura tidak mengenali siapa yang ada di foto itu.

"Terserah. Besok media akan merilis kebusukanmu dan Henry, semua orang akan tahu betapa kesepiannya dirimu hingga harus membayar seorang pria untuk menjadi seorang kekasih, oh ... apa jangan-jangan dia juga dibayar untuk menghangatkan tempat tidurmu?"

Mata Rachel berbinar penuh kegilaan, seakan mendapat sebuah mainan baru dari kepanikan Ela, ia tertawa terbahak-bahak.

Ela terhenyak, ia mengepalkan tangannya.

"Kau salah, Henry benar-benar kekasihku dan aku sama sekali tidak membayarnya."

Rachel mencibir, tentu saja ia tidak percaya dengan perkataan Ela.

"Aku tidak percaya, coba hubungi ia dan suruh ia datang sekarang, aku ingin lihat mobil apa yang ia pakai dan pakaian apa yang ia kenakan kemari."

Ela menelan ludahnya, kalau itu sampai terjadi sama saja dengan ia yang mengakui kekalahan dirinya. Henry sudah mengatakan ia pergi kemarin dan ingin kembali ke kehidupan normalnya. Ela seharusnya tidak pernah melibatkan laki-laki itu dalam urusan pribadinya.

"Henry sibuk."

"Kau pikir aku percaya? Ayo kita pergi ke restoran burger tempatnya bekerja, biar kau lihat sendiri dengan mata kepalamu bahwa kekasihmu itu hanya seorang pemuda miskin."

Rachel menarik tangan Ela dan menyeretnya masuk ke dalam mobil, dua wanita itu langsung berdebat sepanjang jalan. Rachel tetap pada pendiriannya dan Ela yang tetap dalam kebohongannya.

"Kau benar-benar tidak mau jujur? Astaga ... asal kau tahu saja Ela, aku sudah tahu semuanya!"

"Tidak, aku tidak membayarnya. Henry benar-benar pemilik Gaea!" Ela bersikeras, ia bersedekap dan membuang muka, jantungnya berdebar dengan kencang dan keringat dingin mulai menetes di punggungnya. "Aku bisa menghubungi pihak Gaea untuk mengkonfirmasinya!"

Rachel terkekeh, ia melambaikan tangannya menolak.

 Siapa yang tahu jika pihak Gaea juga disuap oleh Ela? Rachel harus membuat dua orang yang membuat keributan di hari pernikahannya mendapat balasan yang setimpal.

Ela harus dipermalukan juga bersama kekasih bayarannya.

Ela tidak bisa memberitahu Henry, ponselnya tertinggal karena Rachel yang menyeretnya dengan kasar ke mobil, kedua tangannya saling bertaut dengan gelisah.

Henry pasti ada di restoran, laki-laki itu bukan orang yang cepat berpuas diri meski sudah diberi uang olehnya, ketika mereka terungkap maka semuanya akan tamat.

Ela hampir menangis, kenapa hidupnya begitu menyedihkan?


My LadyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang