"Halloo..."
"Halloo..., Siapa ya?"
"Ini siapa sih? Namanya kok... Selingkuhan pertama? Aneh banget namanya, halloo... Siapa?" Terdengar gerutuan sekaligus suara penasaran dari gadis diseberang sana. Lea tahu suara itu, ia tahu betul siapa pemilik suara itu. Lea menggigit bibir bawahnya, berusaha tetap positif thinking.
"Kalo nggak ada yang penting aku matiin ya? Teleponnya..."
"Siapa, sayang?"
"Nggak tau siapa, tapi kok namanya selingkuhan pertama? Dia selingkuhan pertama kamu yaa? Katanya, kamu bakal putusin semua selingkuhan kamu? Kok dia nggak?"
"Bentar... Kamu bilang selingkuhan pertama? Coba siniin hpnya"
"Iyaa, namanya selingkuhan pertama. Lihat aja tuh, dia siapa?"
Tuutt....
Bersamaan dengan dimatikannya telpon itu, Lea terduduk dilantai dengan air matanya yang jatuh begitu saja.
Ia menepuk-nepuk dadanya, Hatinya sakit mendengar percakapan mereka. apalagi mendengar Deni memanggil perempuan itu dengan sebutan sayang. Hatinya terasa diremas-remas.
Selama hampir satu tahun lebih mereka berpacaran, Deni tak pernah sekalipun memanggil Lea dengan panggilan sayang. selama ini memang hanya Lea saja yang memperjuangkan hubungan mereka.
Lea tau Deni sudah tidak mencintainya seperti dulu, ia tau Deni berubah, tapi ia saja yang terlalu keras kepala. Mengira Deni masih menyukainya. padahal Deni dengan terang-terangan mengabaikannya.
Lea terus saja menangis, bahkan suaranya tangisnya semakin keras. Ia mengabaikan orang-orang disekitarnya. Ia mencoba menghilangkan rasa sakit dihatinya. apalagi membayangkan seandainya apa yang dipikirannya itu benar adanya.
Suara tangis Lea yang keras, menarik perhatian siswa siswi yang berlalu lalang. Lea tak menghiraukan itu, ia hanya menutup wajahnya saja dengan kedua telapak tangannya.
Sampai akhirnya seorang laki-laki menutupi kepala Lea menggunakan sebuah jaket. lalu laki-laki itu memeluk Lea dari samping, dan membawanya kebelakang gedung.
Lea hanya menurut, sembari menunduk ia terus menangis sembari berjalan, mengikuti kemana orang itu membawanya.
Setelah sampai dibelakang gedung, orang itu menyodorkan Lea sapu tangan miliknya, Lea mengambil sapu tangan itu. Lalu dengan suara lirih, Lea berterima kasih.
Lea terus menunduk, tangisnya sudah mulai mereda. Sekarang Lea tak berani mendongakkan wajahnya, yang pasti sudah seperti kuntilanak.
"kalo mau nangis mendingan ditempat sepi, jangan didepan orang-orang, nggak enak liatnya." Setelah mengatakan itu, laki-laki tersebut berlalu pergi begitu saja. Lea lalu mendongak, ia melihat punggung orang itu yang mulai menjauh. punggung yang tegap pikirnya.
Tak mau terlambat, Lea pun berteriak. "MAKASIH..." Lalu dilihatnya orang itu hanya menjawab dengan anggukan, setelah itu kembali melanjutkan langkahnya.
***
Setelah memperbaiki penampilannya, Lea pun berjalan kembali menuju kelasnya.
Lorong kelas kini sudah terlihat sepi. Lea melihat jam yang melingkar dipergelangan tangannya. Ternyata udah jam masuk, pantesan sepi. Pikirnya.
Lea melihat jaket yang ia bawa dilengannya, setelah itu memasukkan
Jaket milik laki-laki yang tidak dikenal itu kedalam tas. Lea tidak tau siapa orang itu. Tapi untuk sekarang, Lea akan memanggilnya 'si punggung tegap'.Saat berjalan menuju kedalam kelas, Lea kembali memikirkan Deni. ya... dia harus meminta penjelasan kepada Deni dan orang yang bersamanya ditelpon tadi.
Lea mengambil cermin dari dalam saku roknya, ia kembali melihat penampilannya.
Terlihat matanya masih sembab, dengan hidung yang juga masih memerah. Ia hanya mendesah kasar melihat itu. Padahal ia sudah memakai make up yang cukup tebal. Lea pun memasukkan cermin itu kembali.
Saat sudah sampai didepan pintu kelasnya, ia menarik nafas sebelum melangkahkan kakinya.
"Lea, kenapa masih diluar? Kenapa tidak masuk? Jam saya sudah mau mulai, loh?" Tiba-tiba pertanyaan beruntun mengejutkan Lea dari belakang.
Lea melihat kebelakang, Ternyata bu Reni yang bertanya. Guru muda yang memegang pelajaran matematika itu sudah berdiri dibelakang Lea sejak tadi.
Dengan berkacak pinggang, guru cantik tapi super galak itu kembali bertanya.
"Kenapa diam? Kenapa kamu masih diluar, hah? Tidak tau sekarang jam saya?" Tanya Bu Reni kembali.
Baru saja Lea akan menjawab, guru yang memiliki sifat cerewet itu kembali bertanya.
"Itu kenapa mata kamu sembab? Hidung kamu juga merah, tuh? Kamu habis nangis, ya? Kamu tidak kenapa-kenapa kan?" Kini ia bertanya dengan nada perhatian.
Lea bisa melihat wajah perhatian guru matematika nya. Ia cukup terkejut dengan ekspresi dari guru galak itu. Karena selama ini, ia hanya menampilkan wajah galaknya saja.
"Sa...saya... Saya nggak papa buk." Jawab Lea dengan senyum yang dipaksakan.
"Benarkah?" Tanya Bu Reni, memastikan.
"Iya buk, saya bener-bener nggak papa, kok." Jawab Lea kembali.
"Ya sudah, kalo kamu tidak kenapa-kenapa. Ayo masuk..." Ajak Bu Reni. Lea pun hanya mengangguk, dan berjalan masuk juga.
Kelas yang tadinya berisik, langsung diam saat kedatangan Bu Reni. Guru itu memandang mereka satu persatu, lalu menyuruh Lea duduk dibangkunya.
Saat sampai ditempat duduknya, Lea menyadari bahwa Eva tidak masuk sekolah. Lea hanya tersenyum miris menyadari hal itu.
"Le... Lea..." Lea menoleh kearah depan, dimana Dina yang memanggilnya dengan suara berbisik.
"Kenapa?" Lea juga bertanya dengan suara berbisik. Takut ketahuan Bu Reni.
Dina sedikit memundurkan kepalanya kebelakang, lalu berbisik kembali.
"Lo kenapa? Kok mata Lo sembab, sih?" Tanya Dina, dengan penasaran. Ia melihat wajah Lea saat melewati bangkunya tadi.
"Nanti aja gue jelasin dikantin!" Jawab Lea. Lea tidak ingin terlalu banyak bicara, apalagi Bu Reni memperhatikan mereka dari depan.
"Kalian berdua yang sedang bisik-bisik tetangga!! Kalian tidak lihat saya didepan? Hah? Kalian mau dihukum?" tunjuk Bu Reni kepada Dina dan Lea.
"Nggak buukk..." Jawab Dina dan Lea secara bersamaan.
***************
Hai semua... maaf ya kalo ceritanya nggak nyambung. Soalnya baru belajar, hehehe. Dan untuk kekurangannya tolong dikomentari ya... soalnya itu berguna banget buat aku... untuk memperbaiki cerita-cerita aku yang berikutnya. dan... terima kasih udah mampir. see next time semuaa...
KAMU SEDANG MEMBACA
ALEANSA
Teen FictionDikarenakan putus cinta karena dikhianati oleh pacar dan sang sahabat, membuat aleansa bertekad ingin membuat sang pacar alias mantan pacarnya menyesal telah meninggalkannya dan lebih memilih sahabat nya. Bermodalkan tekad tersebut, membuat gadis ya...