Part 25 : PERCOBAAN PERTAMA

282 52 109
                                    

WARNING! : Dimohon untuk tidak melakukan copy atau plagiat untuk menjaga karya asli milik penulis.



Kami kembali lagi ke kantin, kembali mengumpulkan makanan yang tadi ditinggalkan mereka karena mengejarku yang tiba-tiba pergi.
Lucan, Reygis dan Taki membawa ransel besar untuk mengisi makan dan minuman, Lucan memasukkan banyak minuman ke dalam ranselnya dengan gesit, Taki memasukkan semua makanan yang terlihat oleh matanya dengan heboh seakan dunia akan kiamat, sedangkan Reygis memasukkan makanan dan minuman satu-persatu ke dalam ranselnya dengan santai, ia melihat semua tanggal expired yang tertera di bungkus sebelum memasukkannya ke dalam ransel.

"Apa yang kau lakukan? Jangan buang waktu dan masukan yang banyak," ujar Taki disela-sela kesibukannya memasukkan setumpuk makanan.

"Maaf, tapi aku tak mau mati di sini karena keracunan makanan kadaluarsa," ucap Reygis kemudian kembali melakukan kegiatan telitinya itu.

"Sudah, biarkan saja, aku sudah bawa banyak minum dan kau juga sudah bawa sangat banyak makanan," kata Lucan sembari menutup resleting ranselnya yang nampak kembung.

Walaupun Lucan bersikap biasa saja, suasana hatinya sangat tergambar pada ekspresi wajahnya, terlihat jelas ia masih memikirkan kejadian belum lama tadi.

Beberapa saat kemudian kami berjalan menuju ruang kesehatan untuk mengambil persediaan obat dan lainnya. Baru saja aku hendak melangkah masuk ke dalam ruang kesehatan, Reygis lebih dulu masuk dan duduk di salah satu ranjang putih di dalam sana.

"Hey, tolong ganti perbanku," ucapnya.

"Perban?"

"Kau lupa aku tertembak di sini?" Reygis menyentuh bagian perutnya.

"Ah, benar! Habisnya kau bertingkah seolah tidak punya rasa sakit," sahutku sambil menepuk kening.

"Lucan dan Taki, aku minta tolong untuk berjaga di depan pintu, kabari kami jika ada orang yang mencari masalah," ucapku sambil masuk ke dalam ruang kesehatan.

"Ya, jangan khawatir," jawab Lucan, kemudian ia menutup pintu geser itu dari luar.

Aku segera mencari perban, kain kasa dan antiseptik di laci kemudian berbicara pada Reygis, "bukalah bajumu, aku akan lakukan dengan cepat."

Setelah mendapat semua yang diperlukan, aku segera berbalik badan dan berjalan ke arah Reygis. Dia masih duduk, namun dengan kemeja putih yang sudah dilepas.
Aku mendeham, kemudian berjalan ke arahnya dan segera membuka perban yang lama.

"Ini bukan perban yang waktu itu aku lilitkan," ujarku saat menyadari perbannya masih cukup baru sedangkan terakhir kali aku memberikan pertolongan pertama padanya adalah beberapa hari lalu.

"Aku menggantinya sendiri, kau kira aku akan pakai perban yang sama berhari-hari?"

"Kalau memang bisa sendiri, kenapa minta bantuanku sekarang?"

"Hanya kubalut seadanya dan sebisaku, tidak pakai obat apapun. Mumpung di ruang kesehatan, jadi sekalian beri obat."

"Begitukah?" ujarku sambil memberikan antiseptik pada bekas luka di perutnya.

Aku memperhatikan bekas jahitan di perutnya yang tidak begitu panjang, merasa sedikit bangga pada diri sendiri karena dapat menjahitnya dengan rapih walau tak lulus universitas kedokteran di Ladivan.
Walaupun lukanya cukup terlihat, hal itu tak menutupi tubuhnya yang atletis.

Reygis yang menyadari aku terdiam beberapa saat kemudian menyeletuk, "kenapa? Badanku bagus?"

"Omong kosong!" ucapku gelagapan sesaat, aku segera melanjutkan pekerjaanku secepat mungkin dan mengabaikannya yang terkekeh pelan.
Setelah selesai memberi obat, aku segera membalutnya dengan perban cukup tebal.
Aku berjalan ke belakangnya ketika hendak mengikat perban agar tak mudah lepas.
Setelahnya selesai, mataku tak sengaja mengarah pada punggung Reygis. Aku melihat bahwa di punggungnya terdapat beberapa bekas luka dengan tanda goresan berwarna gelap pudar kira-kira sepanjang satu jengkal tangan pria dewasa, seperti bekas cambukan benda tumpul pada beberapa bagian di punggungnya.
Aku yang begitu seksama memperhatikan bekas luka itu tanpa sadar menyentuh punggungnya.

My Battleground Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang