Part 34 : TERUNGKAP

180 19 11
                                    

WARNING! : Dimohon untuk tidak melakukan copy atau plagiat untuk menjaga karya asli milik penulis.



Aku membuka mataku ketika sayup-sayup mendengar suara. Perutku terasa mual, detak jantungku juga masih tidak normal, aku masih merasa panas di dada serta kebas di beberapa bagian tubuh. Ketika memperhatikan sekeliling, aku baru teringat, kami masih terjebak di sini.

"Sudah bangun?" Suara Reygis terdengar.

"Kau benar-benar tidak tidur?"

"Tidur, kok. Aku bangun saat fajar," kata Reygis, "kalau sudah membaik, kita akan kembali sekarang. Aku sudah menggeledah tempat ini tapi tidak ada satupun makanan."

"Ah, iya, aku sudah baik-baik saja sekarang," ujarku sambil turun dari tempat tidur.

'bruk'

"Apanya yang baik-baik saja?" Reygis menggerutu.

"Sepertinya kakiku baru bisa digerakkan, belum bisa untuk menopang tubuhku. Tidak apa-apa, aku akan membaik saat minum pil itu."

"Dan di mana akan kau dapatkan?" sela Reygis, "dari pria itu? Yang membocorkan informasi kita?"

"Jangan bicara seolah Juno orang asing, kita teman sekarang, kan? Kita satu tim."

"Aku tidak pernah sekalipun menganggapnya temanku."

Aku menghela napas, bingung dengan apa yang harus kulakukan sekarang. Tidak, sampai saat ini pun aku masih percaya pada Juno, dia orang yang sangat baik, mana mungkin melakukan ini semua?

Reygis berjalan mendekat dan menyodorkan tongkatnya lalu berkata, "pegang ini, aku akan menggendongmu untuk kembali."

"Apa?"

Belum habis aku berbicara, Reygis segera berjongkok membelakangiku dan kembali berbicara, "naik ke punggungku."

Aku sedikit ragu, namun tak ada pilihan lain. Perlahan aku naik ke punggungnya sambil membawa senjata kami berdua, sesaat kemudian Reygis segera berdiri dan mengatur posisi.

"Apa aku berat?" tanyaku.

"Kau baru mempertanyakan itu sekarang setelah semalaman aku menggendongmu ke sana kemari?"

"Jawab saja!"

"Tidak, seperti menggendong Quokka."

Aku mengernyit, "apa? Kau sedang mengejekku?"

"Kata siapa? Quokka kan lucu," jawab Reygis sambil berjalan menuju koridor.

"Jadi menurutmu aku mirip Quokka?"

"Saat tersenyum."

Aku mendelik padanya seperti ingin menerkam. Menyadari itu, Reygis kembali berbicara, "kenapa? Aku sedang memujimu."

"Ya, kau jelas tahu bagaimana caranya memuji dan mencibir dalam satu kalimat yang sama," gerutuku.

Mendapati reaksiku, Reygis seakan tidak peduli dan terus menyusuri lorong koridor sambil menggendongku di punggungnya.
Sepanjang perjalanan yang kami lalui, keadaan terasa begitu sunyi. Aku tidak tahu sudah berapa banyak nyawa yang melayang lagi selama ini, namun aku dapat memperkirakannya, korban jiwa di lantai dua pastinya melebihi setengah populasi orang-orang yang ada di lantai ini.

Berapa orang yang masih tersisa memilih bersembunyi di dalam ruangan masing-masing, mungkin memiliki pemikiran yang sama seperti orang-orang di lantai satu, lebih baik menghabiskan waktu sebaik mungkin dari pada harus saling membunuh, tapi bagi kami tidak begitu.
Sesampainya di depan pintu ruangan, Reygis mengetuknya beberapa kali.
Terlihat sepasang mata mengintip dari kaca kecil di tengah pintu, sesaat kemudian mata itu mendelik dan pintu dibuka.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 15 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

My Battleground Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang