Part 33 : TERJEBAK

179 20 20
                                    

WARNING! : Dimohon untuk tidak melakukan copy atau plagiat untuk menjaga karya asli milik penulis.


"Livia! Kau sedang apa?! Sadarlah!!" teriakan parau sontak menyadarkanku.

Aku mendongak, mataku terbelalak menyaksikan Reygis berdiri di depanku, darah segar membasahi lengan kirinya.
Aku segera berdiri dan menggenggam kembali pedangku. Tidak bisa kupungkiri, efek samping yang kurasakan masih terasa menggerogoti tubuhku. Namun aku tak bisa hanya diam melihat Reygis melawan mereka semua seorang diri. Setidaknya kami harus bertahan sampai Taki dan Fabian kembali dengan aman.

Reygis menendang pria di hadapannya hingga tersungkur, dengan napas tersengal-sengal, ia berbicara seakan mengerti kondisiku sekarang, "di mana pilnya?"

"Sepertinya terjatuh," jawabku dengan suara bergetar.

"Aku menyimpan satu bom asap untuk keadaan darurat, tapi walau menggunakan ini, kita tidak akan bisa menyusul Taki dan Fabian dengan keadaan fisik seperti itu," kata Reygis sambil berusaha memukul mundur orang-orang itu, "bertahanlah sebentar lagi!"

Setelah dirasa siap, Reygis mengeluarkan sebuah bola hitam berukuran satu kepalan orang dewasa, ia mundur beberapa langkah dan melempar bola itu di tengah kerumunan.

"Lari, sekarang!"

Reygis menarik tanganku sekuat tenaga dan berlari menyusuri lorong panjang yang telah dipenuhi kabut asap. Langkah kaki Reygis terlalu panjang, aku sangat kesulitan mengimbanginya. Ditambah lagi, rasa kebas di kakiku kian menjalar.
Beberapa dari mereka berusaha mengejar kami, namun tidak berhasil. Kabut asap terlalu tebal hingga menghalangi pandangan, sejujurnya kami berdua juga kesulitan melihat jalan.

"Di sini!"

Kami masuk ke sebuah ruangan kosong, terlihat sudah lama ditinggalkan oleh kelompok yang ada di sini sebelumnya. Entah ruang berapa, aku tak sempat melihat papan nama di atas pintu.
Aku terjatuh ke lantai, sedangkan Reygis berusaha menutup pintu dan memasang alat pengunci yang sebelumnya dibuat oleh Taki.

Seperti yang biasa terjadi setiap kali efek samping ini muncul, kedua kakiku terasa kebas dan tak dapat digerakkan. Dadaku terasa panas terbakar dan pandanganku kabur.
Kami tak bisa mengharapkan bantuan dari Juno dan Lucan, sebab mereka pun sedang kesulitan menghadapi para pecandu obat dari lantai satu.
Aku hanya berharap Taki dapat membawa Fabian kembali ke ruangan kami dengan selamat, kami harus mendapatkan informasi tentang apa yang terjadi di tempat ini dan mengungkapnya pada publik.
Aku tak bisa membiarkan J Brian bergerak bebas di luar sana dan melakukan hal gila lainnya demi keuntungan dan obsesinya. Aku akan menuntutnya dan memasukkannya ke dalam penjara biarpun harus merangkak. Tidak, bahkan penjara pun tak cukup untuknya.

Tujuanku bukan lagi hanya untuk keluar dari tempat ini, melainkan untuk mencari keadilan bagi orang-orang tak bersalah yang terseret masuk ke dalam pertarungan gila di tempat ini.
Namun, sebesar keinginanku untuk membalasnya, sebesar itu pula keraguanku untuk bisa selamat kali ini.
Aku menoleh ke arah Reygis, sama sepertiku, ia juga nampak sangat kelelahan. Ia duduk dan bersandar di dinding, menekan lengan kirinya yang terluka dan penuh darah, berusaha menghentikan aliran darah untuk keluar dari tubuhnya.
Ia memutar double sticknya dan membuatnya kembali menjadi tongkat hitam panjang. Reygis menyibakkan rambutnya dengan tangan yang masih penuh bercak darah, sehingga membuat rambut putih itu dihiasi corak merah pekat di beberapa sisinya.

"Kau baik-baik saja?" ucapnya dengan suara parau.

Aku hanya mengangguk, tenggorokanku terasa sangat kering dan napasku mulai sesak. Sesaat kemudian kedua kakiku terasa begitu dingin seakan baru saja memasuki kolam es.

My Battleground Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang