07|Berhasil lolos

550 110 35
                                    

                     •┈••✦ ⏳ ✦••┈•

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

                     •┈••✦ ⏳ ✦••┈•

"B-Brian?"

Pekik Alfred sekaligus meringis ketika melihat Brian terbatuk memuntahkan darah segar, dia menunjuk kearah kanan dimana ada Garvin masih jual beli pukulan bersama lima orang suruhan Ditto.

BUGH.....BUGH.... DUGH!

"Anj*ng ini mah nggak ada habisnya bangsat!" Garvin mencerca ketika mengetahui dua orang yang baru saja berhasil terkalahkan masih bisa berdiri, seakan tidak ada habisnya.

"B-bantuin Ga-Garvin, uhuk!" Pinta Brian sebelum terbatuk-batuk.

Alfred bimbang, bagaimana bisa membantu Garvin kalau tubuhnya saja sudah bergetar menahan sakit. Ditengah-tengah rasa binggung Garvin tiba-tiba berteriak.

"Kabur woi! Kabur!" Teriak Garvin mau tak mau diikuti Brian juga Alfred walaupun mereka masih kebingungan.

Setelah berlari cukup jauh dengan menuruni tangga ekslusif tak terasa mereka bertiga sudah berada dipintu masuk hotel. Mata Garvin menelisik keadaan sekitar, tidak ada repsosionis ataupun Staf hotel. Semua tampak begitu sepi atau mungkin karena sudah larut malam?

"Duh, duh! Kaki gue." Keluh Alfred merasa sangat kelelahan, sambil memegangi kepalanya yang juga mendadak berdenyut.

"Itu mereka, bocah-bocah tengik! Kejar mereka." Teriak seseorang dari kejauhan.

Mendengar itu langsung saja membuat ketiganya kalang kabut, karena sudah tak tahu harus berbuat apa lagi Garvin langsung berlari menuju pintu keluar meninggalkan Brian dan juga Alfred.

"Garvin setan! Saudara lo masih didalam sialan!" Teriak Alfred sekaligus mengumpat pada Garvin.

"Nyawa lebih penting!" Entah benar atau karena panik Garvin melontarkan kalimat itu dengan begitu mudah.

Melihat Brian ikut berlari mau tak mau Alfred mengikuti, enak saja hanya ia yang dipukuli nantinya.

Berlari dan berlari hingga ditengah jalan yang gelap dan sepi mereka berhenti disana, merasa lelah. Garvin adalah orang pertama yang duduk lemas di aspal dan berkata, " Gue tamat." Katanya sambil mengacak-acak surai hitamnya dengan kasar.

Perasaan sesal, cemas juga binggung menjadi satu. Perasaan sesal dan cemas karena sudah meninggalkan Galen disana dan binggung harus bagaimana setelah ini? Kembali ke hotel? Mereka akan mati juga pada akhirnya.

"Handphone, handphone." Mendengar Brian meributkan benda pipih itu sontak mereka langsung merogoh saku celana masing-masing.

Kosong! Bahkan dompet mereka tertinggal dikamar hotel, tidak ada handphone, tak ada uang, apalagi lagi sedari tadi mereka tidak mengenakkan alas kaki! Menyedihkan, benar seperti gembel nyasar.

"Akkh! Terus ini gimana? Please gue mau pulang." Keluh Alfred terduduk meringkuk.

"Ini semua salah lo, Al." Ucap Brian kesal berujung menyalahkan Alfred. Sang empu yang mendengar langsung berdiri, tampak sinis sambil menarik kerah baju Brian.

"Maksud lo apa ya babi? Kenapa jadi salah gue? Heh setan! Lo juga yang kehasut omongan kak Ditto, emang siapa yang nyangka kalau kelakuan dia busuk kayak gini." Alfred berujar sengit, kesal sekali karena ia yang harus disalahkan.

"Dasar otak udang! Nggak tahu situasinya lagi kayak gini? Ngapain berantem?"

SREET..... SREET.... SREET!

Tubuh ketiganya menegang ketika mendengar suara-suara dari balik kegelapan, seperti sesuatu sengaja diseret ke aspal. Semakin merinding ketika suaranya semakin terdengar jelas.

"Hei! Para bangsat!"

Mata mereka melotot merasa tak percaya apa yang dilihatnya sekarang, seseorang datang dengan kepala yang bercucuran darah, wajah penuh luka lembam, baju sedikit sobek sembari membawa tongkat baseball.

"G-Galen?"

"Yaampun Len, akhirnya bisa keluar juga?" Alfred berseru senang ingin berlari menuju Galen namun terhenti ketika Galen menodongkan tongkat baseball.

"Dasar kalian babi-babi sialan! saudara laknat, fake friends. Kalian ninggalin gue disana sendirian yang Mati-matian berusaha buat keluar!"

Alfred mengibas-ngibaskan tangan didepan dada, "Bukan, cerita bukan kayak gitu. Gue nggak Setega itu kali!
Kita juga nggak ada pilihan lain selain lari kepintu keluar." Ia berusaha memberi penjelasan agar Galen tidak salah sangka.

"Banyak bacot!" Galen mengangkat tinggi-tinggi tongkat baseball bersiap untuk memukul ketiganya namun terhenti ketika Galen secara tiba-tiba terduduk lemas diaspal.

"Duh! Kaki gue nggak sanggup berdiri lagi." Keluh Galen disusul nafasnya yang tersedat-sendat, ia meraup wajah pucatnya.

"Image gue bakal hancur!" Lirih pemuda itu berhasil membuat Brian juga Garvin terkecuali Alfred menatap binggung dengan segera Alfred menjelaskan semua apa yang terjadi sedari awal.

"Lo tenang aja Len, gue udah dapet ini!" Alfred mengibas-ngibaskan benda persegi diudara, sebuah kamera.

"Tunggu, kenapa bisa?" Tanya Galen namun tak bisa dipungkiri perasaannya menjadi lega.

"Itu nggak penting, intinya gue bisa dapetin ini."

Merasa suasana sudah sedikit lebih tenang Brian memutuskan kembali berbicara, "Sekarang gimana?"

Galen merogoh saku celananya mengeluarkan tiga benda pipih dan tiga dompet, "Ini! Gue cuma bisa ngambil ini. Sisanya gue nggak bisa."

Garvin memekik girang, "Good! Good! Lo emang yang terbaik." Puji Garvin lalu segera menghidupkan Handphone tersebut.

" Woi lah! Ini kenapa nggak nyala." Kesal Garvin seraya menatap Galen meminta penjelasan begitu pula dengan dua pemuda lainnya.

"Serius Handphone gue nggak nyala nih."

Galen menghelah nafas kasar, "Handphone Garvin sama Brian jatuh ditangga ekslusif terus Handphone Alfred jatuh keinjek, jangan salahin gue! Harusnya makasih walupun cacat."

"Makasih lo yang terburuk." Gumam Alfred tersenyum kecut melihat layar Handphonenya sudah tak berbentuk.

Brian mengusak kasar rambutnya merasa jengkel sekali, "Terus ini gimana dong? Kalau gini caranya kita nggak bisa hubungi siapa-siapa."

Galen kembali merogoh saku celana mencari sesuatu setelah kemudian ia menyerahkan sebuah benda pipih berwarna hitam pada Garvin,

"Nih coba, udah drop banget, tinggal 2% persen." Garvin langsung merampas Handphone tersebut, sercerca harapan muncul. Handphone milik Galen masih menyala.

"Nyala! Nih nyala!" Girang Garvin segera menekan salah satu kontak seseorang.

Tersambung,

"Hallo?"

"Ayah tolong!"

Two brotherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang