•┈••✦ ⏳ ✦••┈•
Garvin Reviano Agler pemuda berparas tampan, bermata tajam dengan sebuah dimple dipipi kirinya yang muncul ketika ia tersenyum. Garvin itu kasar, bermulut pedas dan agak petakilan tetapi juga kadang sangat pengertian.
Pemuda pindahan dari Amerika serikat itu baru saja pulang sehari sebelumnya setelah lima tahun tinggal di Amerika. Pemuda itu harus kembali memulai pendidikan menaiki kelas 11 SMA sama dengan Galen.
Mengenai ,Alondra Galen Adnan pemuda berparas tampan, berkulit putih dan berahang tajam. Galen itu keras kepala, dan agak menjengkelkan juga tidak lupa ia salah satu orang yang mengidap penyakit asma akut.
Dua pemuda yang ditakdirkan menjadi saudara itu sudah lama berpisah, mungkin wajar jika Garvin tidak terlalu paham atau mengerti dengan sikap Galen dan berakhir dengan bercecok satu sama lain.
Seperti halnya saat ini, meja makan yang diisi keributan mereka berdua.
"Intinya, selama disekolah lo jangan tegur sapa sama gue." Garvin membuat peraturan semena-mena membuat Galen menukikkan alis, kesal.
"Gue mohon jangan ngebuat peraturan semena-mena, Vin."
Iris hitam itu bergeling malas. dia hanya tidak mau jika orang-orang tahu kalau dirinya bersaudara dengan orang menyusahkan seperti Galen.
"Gue cuma nggak mau hari-hari sekolah gue dirusak sama lo." Ucap Garvin dengan kata-kata pedas.
"Vin! Perhatikan perkataamu, Galen adalah saudaramu." Tegur Gisella Natalie, sang Aunty yang selama ini berjasa menjaga Garvin di Amerika.
Felicianne, bernotabe sebagai sang Bunda dari kedua pemuda itu sedikit terkekeh lalu mengusak rambut legam Garvin.
"Huh! Anak Bunda yang satu ini, Galen ngeselin ya? Maafin deh. Nanti biar Bunda yang tegur biar nggak ngerepotin kamu terus."
"Bun! Kok aku sih?" Galen menyeru tidak terima. " Ayah! Lihat tuh. Masa Aku yang disalahin." Adunya pada sang kepala keluarga, Ellard Cedric
Ellard tertawa kecil, menggeleng-geleng kepala melihat tingkah laku dua putranya tersebut dan mungkin dimata Ellard hanyalah pertengkaran kecil layaknya saudara pada umumnya.
Namun tingkah laku, tutur kata dan nada bicara Garvin mengingatkan pada ia masa muda dulu, sangat persis seperti Garvin saat ini. Sudut bibirnya sedikit terangkat
karena sempat teringat memori masa lalu."Yah! Ayah, denger nggak sih?" Rengek Galen membuat semua tertawa bahkan sang bluter, Robert Stewart yang sedang menyajikan hidangan juga ikut tertawa kecil melihat tingkah laku Galen terkecuali iris hitam Garvin menatap permusuhan kepada Galen.
"Tch! Lebay!"
Garvin berjalan dikaridor-karidor sekolah sesekali menguap, otaknya dibuat mengepul pasca pelajaran fisika berlangsung kemudian segera melesat meninggalkan ruang kelas ketika bel istirahat berbunyi.
Ekor mata Garvin tidak sengaja melihat lapangan yang begitu ramai dengan sorak-sorai dan kerumunan para murid, matanya memicing untuk memastikan apa yang sedang terjadi disana.
Suara pantulan bola basket beradu dengan tanah, teriak-teriakan kaum hawa dan diakhiri dengan bola basket berhasil memasuki ring.
Galen? Garvin mengerjapkan mata ternyata benar pemuda itu disana sedang bertanding bola basket antar kelas. Benar, tidak ada yang bisa menolak pesona dari seorang Alondra Galen Adnan, kaos olahraga yang dibahasi keringat, Surai hitam yang lepek sedikit dikibaskan kebelakang. Hanya perihal itu tetapi berhasil membuat para kaum hawa berteriak.
"Aisshh! Kuping gue." Garvin mengorek sesekali mengusap telinga, pegang dengan teriakkan kencang tersebut.
"Sial! Belum aja kumat, kalau udah kumat mampus lo." Garvin mencibir dengan menatap julid kearah lapangan.
"Arghh! Sialan!" Umpatan terlontar dari bibir sipemuda ketika mendadak sebuah bola basket melayang kearahnya, Garvin memegang hidungnya sesaat cairan merah mengalir cukup deras.
Tak henti-hentinya mengucapkan sumpah serapah, sakitnya sih tidak masalah tetapi malunya bukan main seolah dia baru saja mendapat karma karena ucapannya barusan apalagi semua pasang mata kini tertuju kearahnya.
"Sialan lo Galen!" Umpat Garvin, sesaat iris hitamnya beradu dengan iris coklat Galen.
"Lo nggak papa?"
"Pakek nanya lagi bangsat!"
"Sorry, sorry! Gue bener-bener nggak sengaja tadi, serius deh. Mau gue anterin ke Uks?" Galen berujar dan bertanya baik-baik tetapi justru malah dibalas tatapan sengit Garvin.
"Nggak usah! Nggak perlu, nggak butuh! Nggak Sudi juga!" Sengit Garvin lalu melengos begitu saja membuat semua disana menatap heran pemuda itu.
Garvin melesat menuju toilet setelahnya menghampiri wastafel dan membasuh darah yang sudah mengotori wajahnya, beruntung karena belum sampai terkena seragam putih yang sedang ia kenakan sekarang.
"Ugh! Sakit juga."
"What's up bro!" Seru seseorang sembari menepuk kencang belakang punggung Garvin.
"Ukkh! Kampret." Garvin mengumpat kemudian menghelah nafas kasar, sudah berapa kali ia mengumpat hari ini?
Itu adalah Brian Jeremy Smith, sahabat karib Garvin sejak masih sekolah dasar, dia juga dekat dengan Galen sejak sepeninggal Garvin ke Amerika. Pemuda bertampang wajah lemah lembut itu sangat keterbalikan dengan sifatnya yang menjengkelkan dan ditakdirkan bersekolah ditempat yang sama.
"Wih! Kenapa tuh hidung bangir lo?" Tanya Brian pada Garvin yang sedang membasuh hidung diwastafel.
"Galen, gara-gara sibangsat gue jadi kayak gini." Kesal Garvin bukan main padahal bisa saja anak itu tidak sengaja.
"Awas nanti cacat.." Ledek Brian.
"Congor lo minta gue betot?!" Sinis Garvin.
Brian tertawa, merasa lucu karena Garvin terus mengumpat didepan kaca dengan mulut tak henti-hentinya komat-kamit, selalu saja begitu mereka memang tidak akur.
KAMU SEDANG MEMBACA
Two brother
Fiksi RemajaIni hanya kisah tentang kehidupan Garvin si pemuda kasar , bermulut pedas. Dan Galen si pemuda pengidap Asma , keras kepala. Lantas apakah mereka akan saling melengkapi layaknya saudara pada umumnya atau malah sebaliknya? Dimulai: 18 Maret 2023 Dis...