AWAL

2.1K 132 9
                                    


BRUK!! 


pintu ruangan itu terbuka cukup kuat, menampakan lelaki cantik dengan mata memerah menatap tajam kelima orang yang ada di depannya.


"LEPASKAN SUAMI KU SIALAN!!"


salah satu dari mereka menyeringai senang, rencana nya berjalan dengan mulus. memancing sang permaisuri untuk masuk ke jebakannya memang sangat mudah, hanya dengan menculik Rajanya saja dapat di pastikan ia masuk kedalam perangkap.


"oh Permaisuri cantikku sudah datang??" ucap lelaki dengan nama Edward.


"tutup mulutmu bedebah, aku kemari hanya ingin membawa kembali Rajaku." balasnya dengan nada dingin namun bila kita telisik dengan teliti ada nada ketakutan di dalamnya.


Naravis Emmanuel Barder. di balik nada dingin dan datar seperti apa yang kita dengar, sebenarnya  ada rasa takut di dalam dirinya. takut kehilangan Rajanya, cintanya, belahan jiwanya. ia sangat takut akan itu.


Edward tertawa dengan sangat nyaring, ia mengambil pedang di ujung ruangan lalu berjalan ke arah Raja Jenandra yang sudah bersimpuh dengan tubuh yang penuh memar dan luka goresan.


"permaisuri Naravis, kau ingin memilih tetap disini melihat Suami mu ku bunuh, atau menunnggu ku di kamar mu sayang?" Tanya Edward dengan senyum liciknya.


Naravis tidak menjawab, ia memilih mendekat menatap dengan tajam ke arah Edward.


"permaisuriku, Naravis. menjauh sayang aku tidak ingin kau terluka" Raja Jenandra bersuara dengan lirih dan lembut, meminta kesayangannya untuk tidak membahayakan dirinya sendiri.


Naravis menatap dengan lembut Jenandra yang tersenyum kearahnya, Naravis lemah. ia menangis menatap Rajanya terluka "Tidak Rajaku, dirimu ini kuat tolong jangan menyerah, ku mohon lawan mereka demi aku" dengan air mata yang terus mengalir Naravis memohon kepada suaminya.


Edward memutar bola matanya malas melihat orang yang ia cintai rela memohon di depannya, tetapi bukan kepadanya.


"kalian ini terlalu membuang buang waktuku sialan!!" dengan tak sabar Edward menusukan Pedang tajam ke punggung Jenandra dan menembus perutnya. membuat Jenandra memuntahkan darah dari mulutnya.


"tidak, tidak, tidak, kumohon jangan tinggalkan aku" Naravis berlari menghampiri Jenandra yang bersimpuh dengan pedang menembus perutnya, ia ikut bersimpuh di depan belahan jiwanya, dan menangkup pipi Jenandra.


bibir tebal penuh darah itu tersenyum lembut, mata cokelatnya menatap dengan sayu mata biru kegemarannya.


"Naravis Emmanuel Barder. Permaisuriku, kau tidak boleh menangis sayang" Tangannya dengan lemas terangkat menyeka air mata Naravis.


"tidak, hanya aku. hanya Naravis yang boleh membuatmu mati, dan hanya Jenandra Avery Barder yang boleh membuat ku mati." Naravis menatap dalam hazel cokelat gelap di depannya, menyatukan kening mereka berdua agar bisa sama sama merasakan sakit dan kesedihan.

[Nomin] ReinkarnasiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang