11 - Ada Toge di Balik Bakwan

33 2 0
                                    

Holla holla epribadi...
Gimana hari minggunya?
Seru kan?
Malem ini lagi pengen update cerita yang udah lama ga aku update nih, wkwk...
Jangan lupa vote dan comment-nya, ya!!!
Thank you epribadi (emot lup-lup)

And now....

"Anj!!!" umpat Arga yang tertahan saat es batu itu menyentuh lukanya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


"Anj!!!" umpat Arga yang tertahan saat es batu itu menyentuh lukanya.

Setelah dipaksa Zie untuk mengobati luka yang ada di sudut bibirnya, akhirnya Arga mengalah. Darah yang tadi sempat menetes, kini mulai berhenti dan meninggalkan bekas.

"Zie," panggil Arsen.

Zie menoleh. Ia mengamati pergerakan tangan Arsen yang mulai menaruh mangkuk berisi es batu dengan sapu tangan ke hadapannya.

Mengerti dengan apa yang dimaksud Arsen, gadis itu langsung menolak. "Gue gapapa, Sen."

"Jangan ngeyel!"

"Gue gapapa."

Arsen tak menjawab. Ia menatap Zie dengan tatapan seolah tengah memaksanya untuk melakukan apa yang cowok itu mau.

Zie menghela napas. "Iya-iya."

Akhirnya Zie mengalah. Sulit sekali rasanya menolak apa yang cowok itu mau, terlebih mengenai kesehatannya. Tangannya mulai mengambil es batu lalu dibalutnya dengan sapu tangan milik Arsen. Dingin dan perih. Itulah yang Zie rasakan saat kompresan itu menyentuh sudut bibirnya.

"Lo dari mana tadi, Sen?" tanya Dominicus kepada Arsen yang baru saja menduduki bangku kosong dekat Zie.

Arsen menoleh. Ia hanya terdiam. Kejadian yang ia lihat tadi kembali terputar di otaknya.

"Lo tadi ga ikut perang, Sen?" tanya Zidan yang terkejut mendengar pertanyaan yang Dominicus lontarkan.

Bagaimana bisa sahabat kulkasnya itu tidak ikut melawan anak buah Angga tadi? Pasalnya Arsen dan Arga lah yang akan menjadi garda terdepan. Tapi kenapa malah Arsen melarikan diri?

Semua orang yang tengah duduk sebangku dengan Arsen pun mulai menatap cowok misterius itu dengan tatapan bingung. Tidak mungkin Arsen melarikan diri di saat para sahabatnya tengah dalam bahaya. Banyak pertanyaan mulai muncul di kepala mereka mengenai alasan Arsen yang tidak ikut melawan para cecunguk Angga.

Mereka saat ini tengah berada di Warung Teh Inem. Warung andalan mereka semua. Di bagian meja paling panjang dengan kursi yang muat untuk diduduki ber enam—untuk satu kursi panjangnya.

"Diem ae lu, Sen," celetuk Alan.

"Lu beneran ga nongol tadi, Sen?" Kini Stefan yang bersuara.

"Ada urusan tadi, Bang," jawab Arsen seadanya.

"Ada yang lebih penting dari nolongin kita, Sen?" tanya Gading menohok.

Pandangan Arsen tetap lurus. Rahangnya mulai mengeras. Tangannya yang ada di bawah meja pun mulai terkepal. Ia kesal dengan pertanyaan yang Gading lontarkan. Namun ia masih bisa menahannya. Suatu hal yang bodoh kalau harus bertengkar dengan sahabat hanya karena masalah yang sepele.

ZievanyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang