Selamat Membaca 😊
----
Sampai siang, pasien Hyun Soo masih ada, masih sisa satu, padahal sekarang sudah waktunya makan siang, bahkan Hyun Soo sudah melewati satu jam makan siang."Anda harus makan secara rutin, jangan sampai telat makan, itu bisa menyebabkan asam lambung anda naik lagi," terang Hyun Soo.
"Saya tidak nafsu makan semenjak suami saya meninggal, rasanya benar-benar tidak ada semangat hidup," ujar wanita paruh baya itu.
Hyun Soo tersenyum seraya mengusap punggung tangan dari pasien yang memasang wajah sedih itu.
"Tidak seharusnya anda sedih berlarut-larut, tubuh anda harus tetap sehat."
Wanita itu membalas dengan senyuman masam. "Kalau saja saya memiliki anak, saya pasti tidak akan kesepian seperti ini."
Hyun Soo jadi membayangkan dirinya yang memiliki rumah tangga yang tidak sehat, Hyun Soo juga membayangkan jika di hati tuanya nanti ia akan kesepian seperti pasiennya itu.
"Anda harus kuat, mungkin anda perlu banyak rekreasi dengan teman-teman anda, jangan terlalu stres, itu juga memicu asam lambung naik."
Hyun Soo berucap seraya menuliskan resep untuk pasien berdasarkan keluhannya. Tiba-tiba ponsel milik Hyun Soo menyala, Hyun Soo pun mengalihkan pandangannya.
Ponsel miliknya menampilkan pesan dari Jaehyun yang sudah masuk banyak. Sejak tadi Hyun Soo tidak peduli dengan Jaehyun yang pasti sedang menunggunya untuk makan siang bersama.
"Ini resep untuk anda, obatnya bisa anda ambil di apotek," ucap Hyun Soo seraya memberikan resep obat.
"Terima kasih, dokter Hyun Soo orang yang baik, semoga anda cepat diberi momongan."
"Terima kasih."
Terlalu malas menanggapi doa semacam itu sudah terlalu sering Hyun Soo dengar. Memiliki momongan bersama Jaehyun adalah hal yang tidak ingin Hyun Soo harapkan.
Kekesalan Hyun Soo bertambah ketika Jaehyun kembali mengirim pesan padanya. Isinya berisi ajakan untuk makan siang bersama.
Hyun Soo tidak membalas, ia malah mematikan ponselnya dan memasukkan kedalam saku seragam putihnya. Sejurus kemudian ia pun bergegas keluar dari ruangan.
Bersamaan dengan ia yang hendak keluar, di depan matanya sudah ada Doyoung, musuhnya ketika masa sekolah dulu. Pria itu bekerja di sana juga sebagai dokter juga.
"Sebenci itu kamu pada Jaehyun, membiarkan dia kelaparan?" tanya Doyoung dengan nada kesal.
"Aku tidak pernah menyuruhnya untuk menungguku makan," balas Hyun Soo dingin.
"Tapi Jaehyun menunggumu, apa salahnya makan siang bersamanya."
"Itu tidak penting, berhenti ikut campur masalah rumah tanggaku."
Ingin rasanya Doyoung memukul kepala Hyun Soo jika saja wanita itu bukan sepupunya. Yang ada Doyoung hanya bisa menahan amarahnya saja.
"Choi Hyun Soo!" panggil seorang pria yang tak lain adalah ayah Choi.
Panggilan itu membuat Hyun Soo menghentikan langkahnya, begitu pula dengan Doyoung yang posisinya berada di belakang Hyun Soo.
"Ada apa, Ayah?" tanya Hyun Soo datar.
"Ikut Ayah."
Ayah Choi berjalan mendahului Hyun Soo. Sembari menahan kesalnya, Hyun Soo mengikuti ayahnya. Saat ia melewati Doyoung, pria itu tampak mengejeknya dengan cara menjulurkan lidahnya.
"Mati, kau," desis Doyoung mencibir Hyun Soo.
"Berisik," balas Hyun Soo.
Sesuai dengan dugaan Hyun Soo, ayahnya itu pasti akan membawanya menuju ruangannya yang ternyata di dalam sana sudah ada Jaehyun.