Memaksa Hasan

13 7 0
                                    


Menjelang sore, Fitri keluar rumah hanya untuk mendapati Hasan yang sedang duduk santai di kursi teras rumah. Seperti hari-hari sebelumnya, secangkir kopi susu menemani laki-laki itu, bedanya kali ini ada sepiring pisang goreng di samping cangkir.

"Monster,” panggilnya, tetapi tak ada sahutan dari laki-laki yang asyik menatap ponsel di tempatnya. Fitri kembali memanggilnya, tetap sama tak ada respons.

Sampai panggilan keempat yang tak kunjung disahut, perempuan yang sudah memasang wajah galak itu mendekati Hasan dan berteriak di dekat telinga laki-laki itu. Buah dari kelakuan Fitri membuatnya tersenyum, karena Hasan akhirnya mengalihkan pandang dari ponsel dengan tatap tajam.

“Gak usah teriak!” tegur Hasan sambil mengusap telinga yang terasa berdengung akibat ulah Fitri yang tak terduga.

Kedua tangan milik Fitri disilangkan di bawah dada. “Sekarang cosplay, ya, dari Monster Nyebelin ke Monster tuli?” sindirnya dengan raut wajah menahan kesal. “Makin nyebelin aja lo!”

Hasan melirik sekilas perempuan yang berdiri tak jauh darinya. “Gak cosplay jadi tuli, Cuma lagi males ngomong aja,” elaknya.

“Itu ngomong, Curut!”

Kedua bahu terangkat menjadi respons yang Hasan beri dan seketika menyambut hening di antara mereka.

Dengan gerakan cepat, Fitri duduk di kursi seberang Hasan membuat laki-laki itu tersentak mendapati Fitri yang duduk dengan gerakan kasar. Namun, laki-laki yang sedang malas berdebat itu, mengabaikan karena  pikirannya runyam memikirkan  urusan tugas akhir kuliah dan  pekerjaan.

“San, kerja sama, yuk!”

Kalimat ajakan dari Fitri membuat pandangan Hasan tertuju pada perempuan berkerudung hitam di depannya dengan satu alis terangkat tanda meminta penjelasan lebih lanjut.

“Kan, ortu pada jodohin kita, nih. Nah, gue, kan, gak mau dan lo juga pasti gak maulah kejebak pernikahan konyol yang mereka sepakati.” Perlahan Fitri memberi penjelasan sebelum berbicara pada program kerja samanya. “Nah, gue mau ajak lo buat protes mati-matian mentang perjodohan ini. Lo mau, kan, kerja sama?”

Hela napas berat Hasan keluarkan, ia sedang tak ingin berpikir keras dan berdebat dengan Fitri untuk sejenak. Kepalanya terasa pusing mengatasi permasalahan pekerjaan, apalagi jika ditambah perdebatan bersama Fitri yang jelas tak akan bisa selesai dalam hitungan menit.

“Gak, gue males,” tolaknya cepat.

“Gue serius, San. Kita kerja sama, yok, buat protes soal ini.” Fitri tak mau menyerah begitu saja, ia akan memaksa Hasan sampai laki-laki itu mengatakan ‘iya’ dan mau melakukan gerakan protes dan penolakan secara bersamaan.

Reaksi Hasan ternyata di luar dugaan Fitri. Laki-laki itu justru bangkit sembari membawa cangkir dan piring yang masih terisi setengah itu ke dalam rumah Fitri. Sebelum benar-benar masuk, Hasan berbalik badan tepat menghadap Fitri yang terdiam di posisi duduknya.

“Gue lagi sibuk, nanti bahas lagi ide lo itu.” Setelahnya Hasan berlaku dan hilang di balik pintu utama kediaman Fitri.

Fitri ternganga melihat Hasan yang masuk tanpa mau menyetujui ide bagusnya itu. Huh, Hasan benar-benar menguji kesabarannya.

“Dasar Monster bikin greget aja!”

***

Ponsel hitam di atas sofa berdering beberapa kali tanda bahwa benda pipih tersebut menerima beberapa pesan masuk. Hasan duduk dan mengambil ponselnya. Alis tebal itu terangkat melihat pop up yang menunjukkan kontak Fitri mengirim beberapa pesan.

Iya, cerewet ah lo

Hanya satu kalimat yang Hasan berikan sebagai balasan. Ia malas untuk mngetik panjang lebar, karena dapat dipastikan kalau percakapan lewat pesan singkat akan berlanjut atau akan berakhir hanya dibaca oleh Fitri. Kan, sia-sia jemarinya bekerja jika hanya dibaca tanpa respons.

Bagi Hasan, lebih baik berdebat dan menganggu Fitri secara langsung agar lebih leluasa dan bisa melihat langsing bagaimana reaksi dan ekspresi galak milik si Cerewet Fitri. Entah mengapa, Hasan sangat suka menganggu Fitri sampai perempuan itu berbicara panjang lebar dengan air wajah menggemaskan di matanya.

"Besok ajalah gue minta dia ngomong ulang soal rencana ini," gumam Hasan, laki-laki itu merebahkan tubuh lelahnya di atas kasur. "Sumpah, hari ini gue capek banget." Ia memejamkan mata sejenak, menikmati jam istirahat.

Daring ponsel kembali terdengar. Sebenarnya Hasan malas mengambil ponsel yang berada di sampingnya, tetapi karena terus-menerus berdering membuatnya terpaksa membuka mata.

Nyanya Cerewet

Ayolah, ikut gerakan protes dan penolakan perjodohan.

Gue ada ide, kok. Lo cuma bilang 'iya ikut' terus jalani ide dari gue. Udah gitu doang, San

Apa lo gak marah atau kesel sama keputusan ortu? Jujur, gue keberatan banget! Ayok, kerja sama

Hasan

Monster

Gue anggap iya aja nih kalo cuma di read!

Fiks lo setuju sama gerakan protes ini! Gak mau tau besok kita rundingin biar berjalan lancar

Bye,Monster!

Hasan bingung harus menjawab apa, kepalanya terasa pusing membaca pesan-pesan yang Fitri kirimkan beberapa waktu lalu.

Pada akhirnya, hanya stiker  yang Hasan berikan sebagai respons dari pesan-pesan tersebut.

Di rumah sebelah, Fitri berdecak keras sejak melihat tanda centang dia berwarna biru—tanda pesannya sudah dibaca orang yang dituju. Tak ada balasan dari laki-laki yang rumahnya berada tepat di samping kiri rumahnya.

"Fiks, ini si Monster setuju sama ide gue. Buktinya dia cuma baca doang," cetus Fitri, menganggap bahwa Hasan sudah menyetujui ajakannya.

Untuk memastikan lebih jelas, Fitri menekan tombol telepon pada nomor Hasan. Tak berselang lama, suara laki-laki itu terdengar.

"Ini gue anggap lo fiks ikut gerakan protes. Gak ada acara nolak!" Tidak ada kalimat basa-basi yang Fitri Katakan, perempuan itu langsung pada tujuannya menghubungj Hasan. "Pokoknya besok kita ketemu buat bahas rencana ini," cetusnya tegas, seolah tak mau ada sanggahan apa pun dari lawan bicaranya.

"Iya, besok kalo gue balik dari kampus. Gak usah bawel lo, ntar gue ke rumah kalo urusan udah beres."

Setelah itu, sambungan telepon terputus secara sepihak. Namun, itu bukan masalah bagi Fitri, toh tujuannya sudah tercapai.

"Oke, mari istirahat untuk mempersiapkan hari esok yang tampaknya akan menguras energi." Fitri beranjak menyimpan ponsel, kemudian berbaring di atas tempat tidur.

***

Holla olala!

Bab tiga, nih. Gimana seru gak, sih?

Udah dulu, ya, Fitri mau istirahat buat persiapan diskusi nanti xixi.

Jangan lupa vote dan kasih Krisan, ya. Terima kasih semua.

Jumpa lagi di bab empat nanti. Papay!

Instagram & tiktok : @sinsin.nh

Sin, 07 April 2023

Different Ways ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang