4. The Randomness

60 5 0
                                    

*drt drt drt*

"Njun, kamu udah tidur belum?"

"Udah, pak."

*tut tut tut*

*drt drt drt*

"Njun, kamu udah tidur belum?"

"Udah, pak."

*drt drt drt* suara deringan ponsel miliknya yang ketiga kali, sukses membuat tidurnya Renjun jadi terganggu. Kantuknya jadi hilang seketika, karena panggilan telepon yang dilakukan bosnya ini yang tidak ada hentinya.

Dengan geraman kesal, ia langsung bangun dari tidurnya, dan terduduk di atas ranjangnya. Tangannya langsung mengambil ponsel yang berada tepat di samping bantalnya.

"Njun, kamu--"

"Saya gak bisa tidur karena panggilan telepon bapak! Cepat katakan apa mau bapak yang sebenarnya?!" Tanya Renjun secara to the point. Ia sendiri dapat mendengar suara kekehan di sebrang telepon sana. Tepatnya dikamar yang ada disamping kamarnya.

"Maaf ya Njun, saya ganggu tidur kamu." Permintaan maaf yang Jaemin keluarkan, sukses membuat netranya Renjun membelalak.

'Bisa-bisanya, anjir! Bisa-bisanya minta maaf, tapi dia tau sendiri kalau apa yang di lakukan itu salah. Tapi kenapa masih ngelakuin itu?!' Batinnya Renjun yang sudah berteriak akan tingkah bosnya ini. Bahkan saat ini dia sedang mengigit bantalnya sendiri, guna mengusir kekesalan dirinya akan bosnya.

"Njun, kamu--"

"Saya gak tidur pak, ish! Cepat katakan saja apa mau Bapak? Saya juga udah maafin Bapak. Udah terlanjur juga." Ujar Renjun sekali lagi, yang lagi-lagi memotong ucapan bosnya.

"Bisa keluar bentar gak, Njun? Jangan lupa pakai jaket ya. Saya ingin kamu pergi ke suatu tempat." Pinta Jaemin.

Renjun yang masih setengah sadar, dan setengah kesal, masih gak paham akan ucapan bosnya ini. "Bapak ngajak saya juga?" Tanyanya sekali lagi guna memastikan ucapan bosnya. Kali aja bosnya nyuruh dia buat tolong ambilin jaket buat dia pakai untuk pergi keluar.

"Iya, Renjun. Buruan ya. Saya udah ada di ruang tamu ini." Pinta Jaemin, yang lagi-lagi sukses membuat sekertarisnya ini kesal setengah mati.

"Iya pak." Balas Renjun, yang langsung mematikan sambungan teleponnya secara sepihak. Ia langsung beranjak dari ranjangnya, menuju lemarinya. Mengambil jaket miliknya secara asal, lalu keluar dari kamarnya, menuju ruang tamu. Ruangan yang mana bosnya udah menunggu dia di sana.

"Bapak mau ngajak saya kemana sih?" Tanya Renjun, yang langsung menguap karena kantuknya yang masih menyerang dirinya.

"Oh, udahan? Ayo ikut saya." Titah Jaemin, yang langsung beranjak dari duduknya, dan pergi lebih dahulu. Di susuli sekertarisnya yang mengikuti dirinya dari belakang.

Di selama perjalanan menuju lobby depan apartemen, baik Renjun maupun Jaemin ini tidak ada yang membuka suaranya sama sekali. Mereka sama-sama diam satu sama lain. Jaemin yang sedang bergelut dengan pemikirannya sendiri. Begitu juga dengan Renjun yang lagi bergelut dengan pikirannya sendiri, dalam memaki sikap pria berzodiak Leo yang tidak jelas ini.

Renjun ini emang gak suka sifat bosnya yang pendiam, sok serius, dan sok misterius. Tapi dia lebih gak suka kalau sikap gak jelas milik bosnya ini keluar. Sikap random yang bosnya keluarkan tuh sangat merepotkan untuk dirinya

Walaupun dia ini bekerja belum lama dengan Jaemin, dan gak tau sepenuhnya bosnya itu kayak gimana. Tapi ia yakin kalau bosnya itu punya kepribadian ganda.

Bagaimana tidak? Terkadang bosnya itu pendiam, sok serius, dan sok misterius. Dia juga bisa jadi orang yang paling malas di dunia. Tapi, terkadang bosnyabini bisa jadi sosok yang sangat ceria, jahil, tidak jelas, random, dan sedikit gila. Ah tidak! Dia beneran gila kalau sisi ini lagi bangkit.

Seperti saat ini! Tepat jam 2 dini hari, bosnya yang tidak ada lelahnya untuk menelepon dirinya. Mengajak dia ke suatu tempat, yang tidak lain dan tidak bukan adalah Warung Kopi, atau yang lebih sering di singkat dan di kenal dengan sebutan warkop. Warung yang menyediakan berbagai jenis Indomie matang dengan toping yang paling terkenal itu telur rebus. Bubur nasi, bubur kacang ijo, berbagai jenis minuman hangat dan dingin, dan kadang pula ada juga yang menyediakan ketupat sayur.

"Kang, indomie soto pake telor yang mateng banget 1, sama es jeruknya 1." Pesan Jaemin, begitu dia sudah duduk di bangku yang tersedia.

Untung saja warung kopi ini tidak terlalu ramai, alias masih sepi. Pengunjungnya saat ini hanya Renjun dan Jaemin.

"Mau makan apa, Njun?" Tanya Jaemin kepada sekertarisnya yang baru saja duduk di sampingnya. Kursi yang di sediakan abangnya ini berbentuk huruf L. Jadi, mereka gak bisa berhadapan.

"Indomie soto pake telor yang mateng, sama es teh manis." Jawab Renjun, dan bosnya pun langsung pesan pesanan yang ia inginkan.

"Bapak sering ke sini ya?" Tanyanya, yang lebih memilih untuk membuka obrolan, sambil menunggu pesanan mereka tiba. Ia gak suka saja gitu hawa sunyi, apalagi malam hari kayak gini. Takut bosnya kesurupan kan berabe!

"Gak sering sih. Cuma kalau lagi laper doang, tapi malas masak." Jawab Jaemin, yang masih setia memainkan tangannya. Mereka berdua ini lupa bawa ponsel.

Lagi dan lagi! Renjun gak bisa mengerti jalan pikiran bosnya ini. "Pak, bukannya kalau jalan lebih males ya Pak? Harus keluar dulu, turun lift dulu, dan jalan lagi. Bukannya malah makin lama dan makin capek ya? Kalau bikin kan seenggaknya cuma bikin, dan gak perlu kemana-mana lagi." Jelasnya, yang masih bingung deskripsikan malas bagi seorang Na Jaemjn.

"Ya, enggak dong. Kan saya cuma malas masak, bukan malas jalan. Lagian kan kalau jalan juga enak. Bisa nikmatin sejuknya angin malam. Ya walaupun banyak orang yang bilang kalau angin malam tuh gak baik. Tapi gak tau kenapa saya suka banget sama angin malam." Jelasnya.

"Eh enggak deh! Saya itu lebih ke suka vibesnya malam hari. Lebih tenang dari biasanya. Jalanan juga makin renggang dan gak banyak orang." Sambungnya, dengan tatapan yang masih ke depan, dan pikirannya langsung melayang, membayangkan apa yang di ucapkannya saat ini.

Seakan Renjun ini lupa kalau misalkan bosnya ini seorang Introvet. Seorang yang sangat tidak menyukai keramaian, dan sangat suka menyendiri. Ya... walaupun terkadang sifat, dan tingkah laku bosnya ini tidak mencerminkan seorang Introvet. "Dih, kalau saya mah malah takut pak keluar malam." Serunya, agar obrolannya tidak mati, sebelum pesanan mereka tiba.

"Kenapa? Takut hantu ya?" Tebak Jaemin, yang langsung di balas gelengan kepala oleh sekertarisnya ini.

"Kalau hantu mah saya gak takut pak!" Sahut Renjun, yang menyalahkan tebakan yang diberikan bosnya. 'Sikap bapak aja udah kayak hantu. Gak jelas.' Sambungnya, yang hanya bisa dia ucapkan dalam hati.

"Saya takut sama orang jahat, pak. Jaman sekarang mah rentan sama begal, dan orang jahat. Mana saya ini perempuan. Saya takut di perkosa doang." Tambahnya.

"Iya sih. Kamu perempuan, gak baik juga kalau keluar malam." Sahut Jaemin, membenarkan ucapan sekertarisnya ini. Karena, pada dasarnya manusia itu lebih berbahaya daripada hantu, setan, iblis, atau semacam itu.

"Tapi Pak, kejahatan itu gak mandang gender loh, Pak. Jadi, bahaya juga buat bapak, kalau bapak keluar malam kayak gini. Hari sial juga gak ada di dalam kalender loh pak." Peringat Renjun, agar bosnya ini tidak keseringan keluar malam.

"Saya tau, Njun. Makanya saya selalu bawa ini." Seru Jaemin, seraya menunjukkan alat jaga-jaganya. "Saya ada semprotan merica. Ada cincin yang kalau di tekan kayak gini, langsung ngeluarin pisau yang tajam. Ini juga kalau di tekan, langsung jadi tongkat yang panjang. Saya juga ada pisau kecil, buat berjaga juga." Sambungnya, seraya memberi tau kegunaan dari alat yang ia punya.

Baru saja ia ingin bertanya di mana Jaemin membeli semua alat ini, suara abang jualannya menghentikan niatnya. "Ini Kang, Neng. Pesanannya udah jadi."

KNOW MORE ABOUT HIM - JAEMRENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang