5. Get Sick

63 5 0
                                    

Sudah hampir sebulan lebih Renjun dan Jaemin tinggal bersama, di dalam apartemen milik Jaemin. Jujur saja, Ia sudah sangat lelah! Ia cape! Ia udah gak kuat tinggal bareng sama bosnya yang bernama Na Jaemin ini. Udah gak kuat ngadepin sikap random Na Jaemin, yang benar-benar udah di luar batas kemampuan dia. Bahkan kegilaan, kejahilan, dan keusilannya tuh kalah jauh sama sifat random bosnya. Sikap dan sifat randomnya bosnya itu, benar-benar sudah di luar batas kenormalan manusia pada umumnya.

Tapi dia gak bisa berbuat apapun! Mau keluar dari sini, pasti gak di izinin sama orang tuanya. Orang tuanya percaya banget kalau dia itu bakalan aman sama Jaemin. Nyatanya, bosnya lah yang ngebuat dia hampir gila di buatnya. Bagaimana bisa orang tuanya percaya banget sama pria bermarga Na? Apa orang tuanya gak tau sikap bosnya sesungguhnya? Terlebih bosnya ini seorang pria.

"Kemana lagi itu anak?" Gumam Renjun, yang sampai saat ini belum melihat keberadaan bosnya ini. Lebih tepatnya bosnya yang masih terus berada di dalam kamarnya sendiri, dari pagi sampai waktu sudah menunjukkan pukul 3 sore dini hari.

Bahkan masakan yang dia masak untuk bosnya sarapan, belum di makan sama bosnya. "Jangan-jangan mati lagi? Gak lucu kalau mati di dalam apartement! Bisa-bisa gue kena tuduh ngebunuh itu orang!" Sambungnya, yang langsung bergegas melangkahkan kakinya pergi dari dapur, menuju kamar bosnya yang ada di samping kamarnya.

*tok tok tok* ketukan pada pintu kamar bosnya, sebelum dirinya masuk ke dalam. Berharap ada sahutan dari dalam untuk menyuruhnya masuk, tapi ternyata ia salah! Sang empuh yang mempunyai kamar malah diam saja. Mengacuhkan ketukan yang ia berikan pada pintunya.

"Pak! Bapak ada di dalam kan? Bapak baik-baik aja kan? Bapak gak makan? Pak, saya boleh masuk ya?" Pertanyaan yang begitu banyak yang ia lontarkan. Namun tetap saja tidak ada sahutan dari dalam.

Renjun khawatir! Rasa cemasnya langsung menghampiri dirinya, begitu melihat keterdiaman bosnya. "Pak! Bodo lah pokoknya! Saya masuk ya Pak. Terserah Bapak gak ngizinin atau enggak. Pokoknya saya mau mastiin dulu kalau Bapak baik-baik aja. Setelah itu, terserah Bapak mau apakan saya." Ujarnya, sebelum masuk ke dalam kamar milik bosnya ini.

Dengan perlahan dan penuh kehati-hatian, ia mencoba memegang knop pintu kamar milik bosnya ini, dan mulai membuka pintu kamarnya. "Shit! Di kunci!" Rutuknya yang kesal, karena kamar bosnya yang dikunci.

"Untung gue ini mantan permalingan rumah tetangga." Gumaman yang ia keluarkan, yang langsung melangkahkan kakinya menuju kamar yang ada di samping kamarnya.

Sampai di dalam kamar, ia langsung mengambil sesuatu dari dalam laci. Mengambil peralatan yang akan dia gunakan untuk membobol pintu kamar bosnya.

Renjun bisa? Tentu saja! Sudah di bilang kan kalau dia ini mantan permalingan. Bercanda! Jangan di bawa serius. Seorang Huang Renjun tuh gak mungkin maling. Sebutuh-butuhnya dia sama duit, dia gak mungkin maling. Paling open bo atau nyari sugar daddy ---et.

Gak, bohong! Ia emang suka belajar membobol aja. Ia sering banget nonton film action, yang mana sering ada adegan bobol-membobol. Entah pintu rumah orang yang keamanannya hanya pakai kunci, sampai keamanan yang memakai sandi, iris mata, sidik jari dan lain-lain. Renjun bisa membobol itu semua.

Jangan salah! Dia itu orang yang cepet tanggap, dan sangat senang mencoba hal baru. Maka dari itu ia sangat cepat memahami sesuatu. Apalagi di bidang bobol-mebobol atau retas-meretas. Bagi dirinya, gak ada sedikit pun sistem yang aman di dunia ini.

"Pak. Saya numpang bobol ya!" Izinnya, sebelum membobol lubang pintu kamar milik bosnya ini.

Tidak perlu waktu lama untuk ia membobol ini, pintu kamar yang hanya di akses melalui kunci biasa, memudahkan dia dalam melakukan tugasnya. Dan ya! Pintu kamar bosnya ini sudah terbuka, tanpa harus mendobraknya. Ia langsung melangkah masuk ke dalam. Ia masuk secara perlahan dan hati-hati karena takut menganggu, setelah menyingkirkan alatnya ke samping.

"Pak?" Panggilnya, berharap bosnya ini menyahuti panggilannya. Namun harapan tetaplah harapan. Bosnya gak menyahuti panggilannya. Membuat dia tambah khawatir.

Renjun terus berjalan, sampai akhirnya dia tiba di samping ranjang milik bosnya. "Loh, tidur?" Gumamnya, begitu melihat bosnya yang tengah tertidur pulas, dengan selimut yang menutupi tubuhnya.

"Bangunin gak yah?" Dilema yang saat ini ia rasakan. Apakah dia harus membangunkan bosnya yang lagi tidur, atau malah biarin aja?

"Kalau di bangunin, kasihan. Kelihatannya lagi tidur nyenyak banget, dan kayak gak pengen di bangunin. Bener-bener pengen istirahatin tubuhnya, tanpa adanya gangguan apapun." Gumamnya, yang masih bergelut dengan pemikirannya sendiri.

"Tapi kalau gak di bangunin, juga kasihan. Ini orang belum makan dari pagi, sampai ini hari udah menjelang sore." Sambungnya, yang kesal sendiri karena gak bisa ngambil keputusan.

"Ck! Bangunin aja deh! Masalah di marahin belakangan. Yang penting ini orang makan dulu, biar gak sakit. Kalau sakit gue juga yang repot ngehandle kerjaan sama schedul-nya." Finalnya, yang akhirnya memutuskan untuk membangunkan bosnya.

"Pak! Bang--loh panas banget tubuhnya?!" Seruan yang ia lontarkan dengan netra yang sudah membola, begitu menyentuh permukaan kulit tangan bosnya, yang terasa sangat berbeda dengan dirinya. Tubuh bosnya sangat panas, dan ia yakin kalau pria yang ada di hadapannya ini sedang sakit.

Tanpa menunggu lama, ia langsung pergi ke dapur. Mengambil air di dalam wadah, lalu kembali lagi ke kamar bosnya ini.

Sampai di kamar bosnya, ia langsung menaruh wadah berisi air ini ke atas nakas samping ranjang bosnya. Ia langsung bergegas menuju lemari milik bosnya. Mengambil kaos oblong milik bosnya untuk di jadikan kompresan. "Walaupun ini cara gak modern banget, tapi ini cara paling ampuh buat nurunin panas." Gumamnya, yang masih setia mengompress bosnya.

Dengan sangat telaten, ia langsung mengompres dahi milik bosnya. Menaruh kompresan di atas dahi bosnya. Membuat bosnya ini meringis, karena merasakan dingin di dahinya. Namun enggan untuk membuka matanya. Entah enggan, atau emang gak bisa karena terlalu sakit untuk membuka mata.

"Kalau normal kayak gini, Pak Jaemin kelihatan banget ketampanannya." Gumamnya lagi, yang saat ini tengah melihat wajah bosnya yang sangat damai dalam tidurnya. Bosnya ini kalau sedang tertidur, rasanya kayak bukan bosnya ketika sedang sadar. Rasa hangat langsung menerjang dirinya, begitu melihat wajah teduh yang bosnya tampilkan dalam tidurnya.

"Tapi kalau di pikir-pikir, Pak Jaemin kasihan juga ya? Punya keluarga, tapi berasa gak punya keluarga. Padahal keluarganya masih satu negara sama dia. Tapi kenapa gue ngerasanya pak Jaemin ini kayak mengasingkan diri sendiri."

"Kayak pas lagi sakit gini kan? Kalau gue gak ada inisiatifnya buat dateng ke kamarnya, gak bakalan ada orang yang tau kalau misalkan ini orang lagi sakit."

"Gue emang gak tau masalah apa yang sedang terjadi di keluarga Na. Atau masalah apa yang lagi menimpa diri lo, sampe-sampe lo kayak gini. Tapi gue harap lo berdamai dengan masalah lo sendiri. Jangan sampe lo sakitin diri lo sendiri, karena masalah ini. Gue pengen lo bahagia."

KNOW MORE ABOUT HIM - JAEMRENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang