~delapan belas~

2.7K 144 1
                                    

HAH

jari lentik kaku itu sedikit demi sedikit mulai bergerak, membuat seorang laki laki tersenyum haru.

"A-aya aya bangun? hiks Aya" Ujar devan saat melihat mata Araya perlahan terbuka.

"A-ir" ujar Araya membuat Devan dengan sigap memberi segelas Air.

"D-devan" lirih Araya, air mata Devan mengucur deras. Iyaa ingin sekali memeluk gadis nya dengan erat. Namun melihat kondisi gadisnya membuat dia mengurungkan niatnya.

Jari Araya menggapai pipi Devan yang basah, ia menyeka air mata Devan lalu tersenyum. "Jangan nangis" ucap nya membuat Devan semakin kencang menangis.

Hiks...

"hey kamu ga mau peluk aku?" tanya Araya. Lalu dengan cepat Devan menerjang tubuh Araya ia tidak terlalu erat karna kondisi gadis ini yang masih lemah.

Devan melepaskan pelukannya. "Aku panggil dokter dulu" ujarnya lalu melenggang pergi.

Sesaat Devan pergi Araya hanya melamun dengan pikiran yang berkecamuk. "Orang tua gue kemana sih, masa iya cuma si Devan yang jenguk?" gumam Araya lalu tak lama muncul Devan bersama dokter.

"Hallo, gimana kondisi nona?" ujar dokter tersebut tersenyum, Devan memandang sinis dokter itu.

"Baik dok" Ujar Araya

"Saya periksa dulu ya" ucap Dokter tadi hendak menggapai dada Araya namun di urungkan karna ucapan Devan.

"Gausah modus" ujar nya dingin.

Araya terkekeh geli. "Udah dok, periksa aja" ucap Araya membuat Devan melotot.

"Ga bisa" ujar Devan lagi, mereka mengeryit heran.

"Maaf tuan, ta-"

"Biar saya yang periksa" ujar Devan kekeuh, membuat dokter itu menghela nafas.

"Emang kamu bisa?" tanya Araya ragu. Devan hanya berdehem.

Ia mulai memeriksa detak jantung Araya ia mengeryit. "Kenapa?" tanya Araya

Devan diam. "Periksa" ujar Devan dingin kepada dokter tadi, Araya dan dokter itu berusaha mati matian menahan tawa.

Sok sokan sih' batin dokter

'Malu gak? Malu lah masa engga' batin Araya

"Tunggu apa lagi? Cepet" Ujar Devan dingin membuat dokter itu mengangguk.

"Keadaan nona Araya semakin membaik, mungkin dua hari lagi sudah bisa pulang" ujar Dokter itu membuat Devan bernafas lega.

"Hm, silahkan keluar" ujar Devan mengusir. Membuat dokter itu melongo, lalu melenggang pergi, dengan segala umpatan untuk Devan.

'Kalo bukan pemilik rumah sakit ini, gue pelototin dah' batin dokter tersebut.

Sedangkan Araya masih cekikan melihat cemburu Devan terhadap Dokter tadi. Devan memandang Araya kesal.

"Oh ya, mommy sama daddy kemana?" tanya Araya setelah berhenti tertawa.

"Tadi pulang dulu ganti baju, bentar lagi juga kesini kok" ujar Devan lalu membuka buah jeruk untuk Araya.

"kamu kok makin kurus?" tanya Araya sesaat sadar dengan perubahan Devan.

Devan hanya tersenyum tipis. "engga tuh" ujarnya mengelak.

"Kelihatan banget kurusnya, mana brewokan lagi. Pokonya besok kamu harus perawatan biar gak jelek" ujar Araya membuat Devan melotot.

"aku mana bisa jelek" ujar Devan bangga.

Transmigrasi Araya [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang