~dua puluh lima~

2.3K 119 6
                                    

Amfun ges  tidak berniat menggantung kalian kok🥰

****

Cklek

"Dengan keluarga pasien?" tanya dokter membuat Araya menoleh. "Iya dok, gimana keadaan nya?!" tanya Araya

Dokter itu menghela nafas dalam dalam, sangat berat untuk mengatakan hal ini namun mau bagaimana pun ia harus jujur.

"Maaf, kami tidak bisa menyelamatkannya. Tuan Aldevano William Siregar di nyatakan meninggal pada tanggal 03 bulan 08 2020 pada jam 18.40"

Deg

Araya membatu, ucapan itu ucapan itu adalah ucapan yang paling dia benci setelah seseorang. Hatinya bagaikan di hantam batu yang sangat besar.

Dia terjatuh terduduk, teman teman nya sudah menangis. Begitu pun dengan mommy Kiran.

"engga, gak mungkin" ujar Araya menggeleng.

"Sayang" lirih Mommy Kiran

"Engga, GAK MUNGKIN" teriak Araya

"Lo, LO BOHONG" teriak Araya menunjuk dokter.

"Araya" lirih papah Devan.

"Lo dokter gadungan iya kan? Lo tau, Devan itu kuat"

"Hiks gak mungkin"

"Lo bohong kan!?"

"Saya tidak berbohong nona"

"Hiks hiks ENGGA GAK MUNGKIN hiks hiks VANO" Araya terus berteriak bagai orang kesetanan.

Dia masuk kedalam ruangan, disana seorang pria yang sangat dia cintai terbaring lemah.

Araya menggapai tangan Devan, satu kata. Dingin. "Hiks hiks kamu janji buat gak tinggalin aku Van"

"Tapi sekarang? Hiks kamu bohong hiks"

"kenapa hiks hiks kenapa kamu malah tinggalin aku Van?hiks hiks kamu marah hah?! hiks hiks bangun Van bangun" Araya terus saja menangis dan menangis. Cahayanya tah pergi jauh darinya sangat jauh.

"Hiks hiks mau sampe kapan hiks kamu tidur hiks" ujar Araya, mereka yang melihat Araya menangis seperti ini hanya bisa menahan sesak.

"Vano hiks bangun yuk? Kita bikin kue Kesukaan Vano hiks hiks ayo dong bangun Van hiks"

"Hiks hiks jadi kamu lebih hiks pilih dunia itu Van?"

"Hiks hiks oke aku bakal coba ikhlasin kamu Van, bahagia ya disana"

"Pasti kamu seneng, bisa ketemu bunda iya kan? Tenang disana ya sayang" Ujar Araya lalu mencium kening Devan. Ciuman terakhir nya, ia jadi teringat dimana Devan mencium kening nya untuk terakhir kalinya.

"hiks hiks hiks..."

"Bahagia disana, sayang"

*****

Kematian Devan telah menyebar luas ke seluruh penjuru sekolah maupun kota, banyak yang tak menyangka atas kematian Devan.

Disini Araya berada, di makam Bertuliskan Aldevano William Siregar.

Untuk kesekian kalinya ia menangis, bahkan matanya sudah sangat bengkak. "Hika hiks aku masih gak nyangka hiks ternyata kamu pergi secepet ini Van"

Araya menangis di pelukan Angkasa membuat baju pria itu sudah basah seperti tersemprot air.

"Kenapa Van? Kamu malah pilih pergi jauh dari aku"

"Hiks hiks a-aku jahat banget ya Van? Sampe ka-kamu ninggalin aku begini"

"Pasti kamu seneng kan ketemu bunda?"

"Hiks hiks kenapa takdir jahat banget ya?"

"Hiks kenapa dia gak bikin kita bahagia?! KENAPA?!"

"Ray udah Ray sadar" ujar Aurel menenangkan.

"ARGHHHH ENGGAK"

"Raya lo harus ikhlas" ujar Zila membuat Araya diam dan menatapnya

"Ikhlas lo bilang? Huh? Ikhlas apa yang lo maksud Hah?!, lo mana tahu rasanya kehilangan seseorang yang kita sayang Zil" ujar Araya tajam

"Lo, karna Lo Devan jadi gak ada ZILA" Zila membiarkan Araya mencaci makinya, toh ini semua salahnya.

"Ara udah ya, tenang" ujar Angkasa menangkan Araya.

"Apa lo bisa buat Devan balik lagi, Hah?!?" bentak Araya.

"Enggak, lo gak akan bisa. Kenapa lo tega Zil? Kenapa lo tega bikin gue jauh dari Devan?!" ujar Araya, sebutlah Araya playing victim, sebutlah Araya egois. Ia tak peduli, saat ini ia hanya ingin tunangannya kembali.

"Maaf"

"Maaf lo bilang? Dengan kata maaf bakal bikin Devan kembali atau engga? Hah?! Gue tanya, kata maaf lo bisa bikin Devan kembali?!" ujar Araya

"SIALAN" teriak Araya lalu berlari pergi meninggalkan mereka.

****

Seminggu kematian Devan berlalu, membuat Araya banyak berubah. Yang tadinya ceria kini menjadi pendiam, dari cerewet berubah menjadi cuek, bahkan sekarang dia seperti tidak peduli terhadap sekitar.

Araya berjalan menyusuri koridor, tidak ada senyuman atau sapaan. Mereka terlalu takut dengan Aura yang Araya keluarkan.

Araya berjalan lurus dengan pandangan lurus ke depan dan wajah yang datar.

Sesampainya di kelas. Ia langsung duduk dan memakai earphone lalu membuka buku, sudah seminggu ini juga dia tidak berbicara dengan Zila maupun Aurel.

"hai Ray" ujar Aurel kikuk, Araya hanya berdehem. Aurel menghela nafas, sahabatnya menjadi lebih pendiam sekarang.

****

Waktu istirahat pun tiba, Araya dkk saat ini berada di kantin mencari tempat duduk. Hingga akhirnya mereka memutuskan duduk bersama Leo dan Alex, begitupun dengan Angkasa.

Angkasa memang sudah keluar dari gang Revan.

"Hai beb" ujar Aurel membuat Leo tersenyum, lalu mereka duduk.

"Kamu mau pesen apa?" tanya Angkasa, di balas gelengan oleh Araya. Angkasa mengeluarkan dua buah susu kotak lalu memberikan susu itu di hadapan Araya, Araya tersenyum tipis.

"Makasi" ujar Araya lalu mengantungi susu kotak itu, ia menyenderkan kepala nya di bahu Angkasa dengan tangan Angkasa mengusap surai Araya.

Araya memandang kedepan dengan pandangan kosong, Mereka menghela nafas, mau sampai kapan Araya akan selalu begini? Huffttt.

"Ray lo suka bakso kan?, gimana kalo gue pesenin???" tanya Zila antusias namun Araya hanya memandang nya sekilas membuat ia tersenyum kikuk.

Srek

Mereka menatap nanar Araya yang mulai pergi menjauh, meninggalkan kantin, Zila menunduk terisak pelan. Aurel memeluk Zila menenangkan.

*****

Wah wah kira kira apa neh?

Transmigrasi Araya [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang