"Kapan Gendis akan pulang, Ma, sudah lama Heru tidak mendengar kabarnya. Berikan nomor telpon Gendis yang baru," ucap Heru pada Mamanya yang saat itu sedang santai di kursi goyangnya.
Wanita yang sedang memegang buku itu menurunkan buku yang ia baca, matanya menatap aja ke arah Heru yang saat itu sedang berdiri tak jauh darinya.
"Kenapa kamu tiba-tiba bertanya tentang Gendis, Heru? bukankah sudah Mama katakan berkali-kali, saat gendis libur, kamu sibuk dan saat ia sibuk kamu libur, begitu terus-menerus hingga kalian tidak bisa saling menyapa satu dengan yang lainnya," Widya berusaha keras untuk bisa memberikan alasan yang akurat perihal tentang Gendis kepada Heru.
Heru mengernyitkan dahinya. Matanya menatap awas ke arah mamanya, terkadang ia ingin percaya, tapi ternyata di lubuk hati yang paling dalam ia masih merasa jika ada sesuatu yang ditutupi oleh mamanya perihal tentang Gendis--adiknya.
Ruangan berwarna abu-abu dengan perabotan jadul dan vas keramik di beberapa tempat itu terasa misterius bagi Heru.
Ia merasa ada sesuatu yang tersembunyi di dalam ruangan itu. Bukan hanya aksesoris dan sinar lampu yang temaram, tapi hawa di tempat itu begitu sejuk dan anyep, hingga terkadang membuat bulu roma Heru berdiri saat memasukinya.
"Kenapa? tidak percaya pada perkataan Mama. Kamu kira mama berbohong? apa untungnya Mama membohongimu?" cecar Widya membuat Heru terdiam.
"Tidak Ma, Heru tidak berpikiran seperti itu, Heru hanya...,"
Wusshh!
Ucapan Heru tiba-tiba terhenti saat ia merasakan hembusan angin yang begitu lembut menyentuh tengkuknya. Serasa ada yang membelai leher dan juga pipinya. Angin yang disertai aroma melati itu membuat tubuh Heru bergidik, ngeri.
Di saat yang bersamaan tatapan Heru tertumpu pada wajah mamanya yang berubah tegang. Matanya melotot seolah melihat sesuatu yang mengerikan.
"Ma ... Ma,"
"Lebih baik kamu segera keluar dari kamar Mama, Heru. Dan, ingat. Perlakukan Widi dengan baik. Walau bagaimanapun wanita itu adalah istrimu, dan Mama ingin segera menimang cucu," seru wanita itu saat Heru baru saja ingin membuka mulutnya.
"Tapi, Ma ...,"
"Silahkan keluar, Heru. Mama ingin beristirahat,"
Heru menunduk dan melangkah keluar dari kamar dengan gontai. Perasaannya campur aduk, antara memikirkan adiknya dan juga penasaran dengan kamar mamanya.
"Perasaan tadi aku mencium bau melati," gumam Heru lirih.
Klek!
Saat baru keluar dari kamar mamanya, tiba-tiba lampu mati. Heru ingin melangkah ke kamarnya, tapi tiba-tiba matanya menangkap siluet tubuh perempuan berjalan ke arah dapur. Cahaya dari luar yang masuk tidak mampu menunjukkan dengan jelas siapa orang itu.
Heru memicingkan mata dan rasa penasaran kembali hinggap di dalam hatinya.
Ia pun melangkah ke arah dapur, selain untuk menemui orang itu, ia pun ingin mengambil lilin untuk menjadi penerangan di kamarnya nanti.
"Sial, di mana orang-orang ini meletakkan korek api dan lilin?! tempat ini begitu mengerikan kalau mati lampu!"
Heru tercenung saat mendengar umpatan dari arah dapur. Suara gadis yang seperti pernah ia dengar, tapi lupa siapa.
Pemuda tinggi bergodek tipis itu tetap melangkahkan kakinya ke arah dapur.
Srek-srek-srek!
Setengah menyeret kakinya, Heru melangkah mengitari dapur dan mencari lilin juga seseorang yang tadi melangkah ke dapur.
Dapur gelap total karena tidak ada sedikit cahaya pun yang masuk. Tangan Heru menjelajahi dinding karena takut tersandung.
Seseorang yang saat itu sedang berjongkok di depan kitchen set berbahan kayu jati itu langsung termenung.
Ia menajamkan telinga saat mendengar langkah kaki memasuki dapur.
"Si--siapa di situ!" pekik wanita itu sembari memeluk lutut.
Tak ada suara. Tiba-tiba saja Heru mendapat ide jahil saat mengetahui suara siapa itu. Ya, wanita yang saat ini menjadi istri kontraknya.
Heru masih kesal. Kesal tak berdasar karena tadi pagi makan nasi goreng buatan Chef terkenal tetap saja tidak bisa menandingi nasi goreng buatan wanita penjaja cinta itu, yang sialnya Heru sudah telanjur jual mahal dan meninggalkan makanan sebelum ia puas menyantapnya.
"He--hei! siapa di sana! punya mulut kan! jawab dong!" dengan suara bergetar wanita bermata sipit itu kembali berteriak frustasi. Ia sangat yakin jika tadi mendengar langkah kaki seseorang yang mendekat, tapi kemudian menghilang.
'Rasain kamu cewek murahan, malam ini juga aku pastikan kamu akan hengkang dari rumah dan meminta cerai. Siapa suruh mata duitan,' batin Heru setengah menggerutu.
Prang!
"Astaga!"
Jantung Widy rasanya mau copot saat terdengar bunyi sesuatu jatuh dan pecah.
Tubuh itu gemetar. Matanya berkilat, takut. Mengawasi sekitar tapi terlalu gelap hingga tak satu bendapun yang ia tangkap.
"Apakah itu hantu?" desisnya saat menyadari beberapa waktu ini ia selalu mengalami kejadian-kejadian ganjil.
Heru menyunggingkan senyum smirk dan tertawa pelan hingga nyaris tak terdengar, merasa bahagia saat gelas yang sengaja ia jatuhkan mampu membuat wanita itu ketakutan.
Namun, detik berikutnya ia tercekat, dan tanpa sadar kakinya melangkah mendekati suara yang lirih seperti seseorang yang sedang menangis.
"Papa ... Papa ... kenapa Papa tega tinggalin Widy sendiri....Pa, Widy sendirian. Bawa Widy pergi, Pa. Widy tidak bahagia. Widy takut disini, Pa,"
Heru menyentuh dadanya. Apa perbuatannya selama ini telah melukainya? bukankah wanita itu
adalah wanita bayaran yang sudah sering mendapatkan perlakuan kasar? apa bedanya dengan dirinya?Ada perasaan sesal yang tiba-tiba hadir di dalam hati Heru. Ia melangkah ke arah suara dan saat sudah tinggal beberapa langkah lagi, di saat yang bersamaan Widy berdiri dan matanya menangkap siluet tubuh mendekat ke arahnya hanya beberapa langkah darinya.
"Siapa kamu! penjahat! makhluk halus! aku tidak takut!"
Refleks Widy meraih apa pun yang berada dekat dengannya dan melempar benda itu hingga mengenai tepat pelipis Heru.
Prang!
"Awwh! sial!" pekik Heru.
Mendengar suara teriakan Heru, bukan cuma Widy yang tercekat, tapi juga tukang kebun--Sukmo yang langsung bergerak ke arah instalasi listrik dan memperbaiki kerusakan yang ternyata di sebabkan ada kabel yang konslet.
Beberapa saat kemudian lampu yang padam kembali hidup dan saat itu jugalah mata Widy membola, ketika melihat Heru bersimbah darah di wajahnya. Pelipisnya tergores dan lebam karena lemparan gelas.
"Ma--Mas He--ru ...," untuk pertama kalinya Widy memanggil Heru dengan sebutan 'Mas', yang membuat Heru menatap lurus ke arah matanya.
Pandangan mereka saling bertaut saat Widy refleks mendekat dan menyentuh pelipis Heru yang masih berlumuran darah.
Beberapa saat Heru seperti terhipnotis saat jemari halus nan lentik itu menyentuh kulitnya dan dengan jarak yang begitu dekat ia bisa mencium aroma rambut Widy yang begitu wangi.
"Heru! apa yang terjadi dengan dirimu!"
****
![](https://img.wattpad.com/cover/325437852-288-k995218.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Kidung Mayit
Mystère / ThrillerGisella Widi, wanita bayaran yang akhirnya dipersunting seorang Pengusaha Kuliner ternama, Heru Prasetyo, keluarga kaya raya berdarah biru Prasetyo. Widi tak menyangka, hanya bermodal kecantikan, seorang laki-laki sempurna seperti Heru mau menjadika...