O - The Author and His Love

931 62 5
                                    

~ ONESHOT ~

.
.

HAPPY READING

HAPPY READING

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

MARK itu... tampan nan rupawan sekali, ya.

Sebuah kacamata membingkai wajah tampan itu, membuatnya semakin terlihat tegas. Sorot tatapannya tajam namun terlihat sendu pula. Jemari yang menggenggam sebuah pena terlihat lihai, seperti menari-nari dengan gerakan yang pas untuk ditunjukkan pada semua khalayak ramai.

Seperti malam-malam sebelumnya, Mark suka sekali melakukan salah satu hobinya, yaitu menulis sebuah karya tulis yang nantinya akan dipublikasi agar semua orang dapat membacanya. Tak semua tulisannya akan dipublikasi, ada sebagian yang akan ia simpan rapat-rapat di dalam hati.

Pendeskripsiannya terlihat lucu, ya?

Tapi Mark memang seperti itu sosoknya. Sebuah karya tulis yang ia ciptakan hanya sekadar menuangkan hobi semata. Pagi hingga sore ia bekerja dan malam pula ia akan menulis hingga beberapa karya itu terselesaikan. Karya tulis yang ia simpan dalam hati, adalah sebuah karya tulis yang memiliki bagian indah penuh makna tersirat yang hanya ia mengerti. Jika sang tercinta ingin tahu, maka Mark harus mengucapkannya secara tersurat atau secara langsung.

"Nulis tentang aku lagi, ya?"

Pertanyaan itu memang selalu terucap. Kadang kalanya hampir setiap malam.

"Emangnya kamu nggak merasa bosan apa selalu nulis sesuatu tentang aku? Aku saja bosan lihat kamu nulis di setiap malam." Sang tercinta mengeluh dan segera dibalas gelengan pelan oleh Mark.

"Sini duduk."

Mark menepuk kursi kecil di sampingnya yang sudah ia sediakan untuk si manis duduk. Memang sudah seperti kewajibannya, karena Mark akan terlihat benar-benar bahagia saat sang tercinta menemaninya membuat beberapa uraian kalimat yang indah.

Sang tercinta menjawil pelan pipi tirusnya sebelum duduk. Dalam hati, Mark salah tingkah. Memang selalu diperlakukan layaknya sosok bayi yang menggemaskan.

"Jawab pertanyaanku, Mark."

"Pertanyaan yang mana dulu? Pertanyaanmu itu terhitung ada dua, Echi."

"Jangan sebut Echi! Aku nggak suka, ya!" pekik si manis membuat kekehan itu keluar. "Echi itu seperti nama panggilan perempuan. Aku nggak suka. Jangan sebut-sebut lagi nama Echi."

"Lantas aku harus manggil kamu apa?"

"Haechan atau Donghyuck. Itu saja sudah cukup, Mark."

MARKHYUCKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang