CHAPTER 7 : WOUND PIECE

89 2 0
                                    

"How could our love be so blind?
We sailed on together,
We've drifted apart."

-Open Arms : Mariah Carey

**********

Pada pagi dengan sinar mentari yang cerah sekaligus menghangatkan, ternyata tak turut mampu melelehkan kegugupan mereka yang ada didalam ruang rapat itu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Pada pagi dengan sinar mentari yang cerah sekaligus menghangatkan, ternyata tak turut mampu melelehkan kegugupan mereka yang ada didalam ruang rapat itu. Mata Harley memicing penuh waspada kepada semua orang yang ada disana, seolah memastikan kesibukan mereka apakah benar adanya atau hanya sekedar ingin membuatnya terkesan sementara.

Rapat yang seharusnya sudah berjalan sedari lima belas menit yang lalu tak berjalan dengan semestinya ketika detik-detik sebelum rapat dimulai, Harley mendapati kabar dari sekretarisnya bahwa ayahnya akan datang menjenguk keadaan anak cabang perusahaannya pagi ini. Harley tak menyangka akan mendapatkan tamu sepagi ini yag tak diduganya. Dengan keadaan manajemen yang kurang memadai, Harley tau kabar ini bukan termasuk kabar baik baginya.

Setidaknya bagi para karyawannya, memandang Harley dengan raut memelas sebab dikorek kesalahannya dalam mengatur semua ini nantinya, merupakan hiburan yang baik bagi mereka.

Allard menawarkan Harley untuk segelas kopi yang langsung ditolak Harley dengan tatapan mautnya. Menurut Harley, ini bukan saatnya mementingkan kewarasannya, namun alasan apa yang akan dia berikan kepada ayahnya nanti, yang bisa meng- skak matnya dengan seribu satu kesalahan yang bahkan Harley sendiri luput dibuatnya.

Pintu kaca transparan itu terbuka, menghadapkan Harley langsung dengan sosok yang membuatnya segan kapan saja.

"Ayah..." Sapa Harley pelan sambil menjabat tangan ayahnya percaya diri. Pria paruhbaya yang rambutnya sudah hampir sepenuhnya berwarna putih bercampur coklat itu menatap Harley datang sambil mengangguk, memberi isyarat pada Harley untuk memulai rapatnya.

"Sebelah sini, Tuan Davidson." Sila Allard dengan membuka kursi di sebelah Harley untuk ayah Harley yang kerap disapa David itu.

Harley berdiri dari duduknya, memandangi orang-orang disana layaknya audiens yang mendengar ceramahnya. Kedua tangan Harley bertumpu di meja dengan dagu terangkat penuh percaya diri. Sikap yang menunjukkan bahwa rapat Harley bersifat lebih terbuka hari ini daripada hari-hari sebelumnya.

"Baik semuanya, pada pagi hari ini saya baru saja mendengar kabar akan kedatangan ayah saya untuk ikut andil dalam rapat kali ini. Saya berterimakasih kepada ayah yang sudah meluangkan waktu sekaligus menyempatkan diri untuk berkunjung kemari walau Harley tau ayah sangat menjunjung tinggi pembagian waktu."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 14, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

BLINDEDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang