Chapter 5 (New Version)

19.6K 1.4K 32
                                    

Chapter 5

The Book

Aku berbaring di atas kasur sambil terus menatap langit-langit. Berbagai posisi sudah kucoba untuk bisa menemukan posisi ternyaman, tapi hingga saat ini aku belum juga berhasil. Aku menghela napas, lalu bangun dari kasur—ini entah sudah keberapa kali—, membiarkan kakiku melangkah menuju jendela kamar. Mataku menatap keluar, ke arah langit oranye yang mulai merajalela, lalu berputar ke setiap penjuru yang terlihat dari jendela.

Apa di balik jendela kamarku ini benar-benar ada pelindung?

Aku tertawa kecil, miris, sedih, sekaligus menertawakan segala ketidaktahuanku. Entah kalimat apa yang tepat untuk mendeskripsikan semuanya. Entah karena apa ini bermula dan entah dengan bagaimana ini akan berakhir. Yang pasti, aku mulai—atau mungkin semakin—sadar bahwa ada yang tidak beres denganku, dengan hidupku.

Mataku beralih menatap sebuah buku yang ada di atas meja. Seharusnya, buku itu sedang dilihat Sofia, tapi pasca dia memberiku pertanyaan tidakmasuk akal yang kujawab dengan setengah kesal, dia memutuskan untuk tidak jadi melihat buku Alkleins. Dia pergi dengan Haldis dan Natali tanpa memberiku pencerahan apa pun.

Aku mengambil buku itu, menatapnya sambil membiarkan jari-jariku menelusuri permukaan sampul cokelatnya. Ujung-ujung jariku dengan jelas bisa merasakan relief rumit sampulnya. Tanpa menunggu lagi, aku membuka halaman pertama dengan penuh harapan akan ada jawaban atau setidaknya petunjuk yang bisa menjawab kebingungan dan penasaranku sekaligus. Halaman pertama, isinya ditulis dengan tinta halus. Buku ini lebih mirip sebuah buku penelitian dibanding buku cerita ataupun novel. Dua gambar mata yang digambar rapi dan sebaris kata di bawahnya tampak jelas mengisi halaman pertama.

Alkleins.

Jariku mulai menelusuri setiap titik dari gambar dan tulisan tersebut, merasakan betapa telitinya orang yang menggambar mata itu sehingga tak ada detail yang dia lewatkan. Kubuka lembar selanjutnya dengan hati-hati, karena kusadari betapa rapuh dan kusam kertasnya. Bahkan, ada noda-noda kuning melekat di banyak daerah kertas, menunjukkan betapa berumurnya buku Alkleins ini.

Selembar kertas dilipat terselip di halaman yang kubuka. Ketika aku menariknya, barulah aku tahu kertas itu sama kusam dan usangnya dengan tiap lembar buku Alkleins. Hanya saja, pinggiran kertas yang tidak rata menunjukkan bahwa ia disobek dari sebuah buku. Dan ketika kubuka, satu-satunya yang kudapati hanya sederet daftar... nama?

Alb

Galben

Sapphire

Ret

Verde

Mazare

Exgret

Ketujuh nama itu tercantum dalam kertas, tapi anehnya hanya ada satu nama yang ditulis tangan dengan tinta merah, membuatnya mencolok di antara tinta hitam. Exgret. Aku menaruh kertas itu kembali ke tempatnya, lalu melanjutkan membaca buku Alkleins yang kini begitu menarik minatku. Tak ada sedetik kemudian, aku hanyut dalam apa yang tertulis di buku.


Pada saat bumi terbentuk, terdapat dua dimensi di bumi, Kleins dan Alkleins. Keduanya diisi oleh ras manusia. Namun, di antara mereka banyak yang berbeda. Jika dimensi Kleins diisi oleh ras manusia biasa di mana kehidupan normal itu berada, dimensi Alkleins diisi oleh ras manusia dengan kekuatan berbeda. Alkleins bahkan membagi ras manusia menjadi enam: Alb, Galben, Sapphire, Ret, Verde, dan Mazare. Mereka dibedakan berdasarkan warna iris mata dan fisik. Meski begitu, mereka hidup berdampingan di dimensi Alkleins.

Beneath The Sapphire Eyes #1 (SUDAH DITERBITKAN)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang