9

8 2 2
                                    

Selamat Membaca🍃
✂.....................................................................

Pukul 6 sore, dua mobil yang merupakan mobil sekolah milik Sma Cendikia itu masih berada di perjalanan menuju Jakarta. Mungkin, sekitar sejaman lagi mereka akan sampai ke Jakarta.

Amenya duduk di samping Zian dengan kepala yang bersandar pada jendela mobil. Menatap butiran air hujan yang membasahi kaca mobil dengan pikiran yang sedang berkecamuk. Sedangkan Zian yang berada di samping Amenya, tengah tertidur dengan kepala yang mendongak sehingga menampakkan dengan jelas jakun cowok itu dan telinganya yang ia tutup menggunakan headphone.

Banyak yang Amenya pikirkan sekarang, mulai dari bagaimana cara ia akan menghadapi hari esok, apakah ia dan Zian bisa membawa pulang piala kemenangan dan terakhir tentang Lantera. Apakah cowok itu baik - baik saja?

Amenya sebenarnya juga bertanya kepada dirinya sendiri, mengapa ia harus memikirkan dan mengkhawatirkan Lantera, kenapa cowok itu tidak bisa enyah dari pikirannya. Dan mengapa harus Lantera yang terpikirkan oleh dirinya.

Dengan tubuh yang sudah terasa sangat lelah, Amenya akhirnya menyusul Zian untuk menuju alam mimpi. Matanya sudah tidak tahan untuk terus terbuka, kepalanya juga sakit karena terlalu banyak sakit.

🐳🐳

"Hati - hati turunnya," peringat pak Ben seraya menatap satu persatu muridnya yang turun dari mobil.

"Yang masuk final, besok jam sembilan sudah di sekolah ya," ujar pak Ben sedikit berteriak agar seluruh muridnya mendengar.

"Baik pak!"

Para siswa/siswi yang masih menggunakan jaket sekolah itu, kini berkumpul di depan pak Ben.

"Yang masuk final, selamat berjuang besok. Dan yang belum, jangan berkecil hati, oke?"

"Oke pak!"

"Masih banyak lomba yang akan sekolah kita ikuti dan tentunya kalian harapan kami yang akan mewakili sekolah, bapak tau kalian sudah berusaha semaksimal mungkin. Tetapi, yang namanya belum rezeki, kita harus menerima apa pun hasilnya dengan lapang dada."

Semua mengangguk mendengar nasehat yang diberikan pak Ben. Pria 50 tahun itu bukan tanpa alasan berkata seperti itu. Tujuannya adalah agar anak - anaknya yang tidak masuk final, tidak terlalu berkecil hati dengan teman - temannya yang masuk final.

"Oke," ujar pak Ben yang menyatukan kedua telapak tangannya hingga berbunyi lalu menggesek - gesekkan kedua telapaknya hingga beberapa kali.

"Kalian sudah dijemput semua?" tanya pak Ben.

"Otw pak."

"Udah pak."

"Bentar lagi pak."

"Oke - oke, bapak tungguin kalian sampai kalian semua dijemput." putus pak Ben.

Dengan langkah gontai, Amenya mendekati pak Ben untuk berpamitan dengan pria itu.

"Pak Ben," panggil Amenya pelan.

"Iya nak?"

"Ame pamit pulang ya pak, Ame udah dijemput," ujar Amenya seraya menyalimi tangan pak Ben.

LanameTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang