09. Something Happen

721 89 2
                                    

Sudah berminggu-minggu lamanya Draco tetap dalam fase denialnya terhadap perasaan diri sendiri, Ia melakukan banyak cara untuk meyakinkan dirinya sendiri bahwa dirinya tidak menyukai Harry in a romantic way, melainkan hanya sebagai sahabat kesayangan.

Ia bahkan melakukan hal gila seperti mengajak pacaran Astoria, karena menurut Draco Astoria sangat cantik di matanya. Dan sepertinya hal itu berakibat fatal karena saat dirinya menceritakan pada Harry jika dirinya berpacaran dengan Astoria, lelaki mungil yang sudah bersamanya selama sepuluh tahun itu memasang wajah senang namun dapat Draco lihat ada perasaan kesedihan, kekecewaan. Draco tidak tahu pasti, mata emerald yang biasa nya bersinar saat melihat nya berubah menjadi suram.

Semenjak itu juga Harry terlihat sekali berusaha menjauhi Draco, meskipun Harry bersikap layaknya teman biasa saat mereka bertemu. Wajar memang tapi aneh bagi Draco, karena biasanya saat bertemu Harry selalu memasang senyuman sangat manis dan wajahnya berseri-seri, sekarang juga sama, Harry tetap tersenyum namun tidak lagi dengan wajah yang berseri-seri.

Draco sangat frustasi, dirinya juga melihat Harry dan Cedric semakin dekat, ada perasaan tidak suka jauh didalam benak lelaki berkulit pucat itu. Ia selalu memasang wajah masam saat melihat kedua interaksi kedua orang itu.

Semenjak Ia berpacaran dengan Astoria, selama itu juga Draco tidak mendapat pelukan, kehangatan dan ciuman dari Harry. Bahkan Harry juga enggan menginap lagi dirumah Draco hanya sekedar menemani lelaki itu yang ditinggalkan kedua orang tuanya sendiri di rumah, kata Harry.

"Kau bisa mengajak Astoria,"

Draco tidak segila itu untuk mengajak perempuan menginap di rumahnya hanya berdua, apa kata orang jika Draco mengajak perempuan itu ke rumah nya untuk menginap? Bisa-bisa dirinya dibunuh oleh Ibu nya.

Dan bodohnya Draco tidak menanyakan kenapa Harry menjauhinya, hari ini Ia berniat melakukannya setelah satu bulan Harry menjauhinya.

Draco menginjakkan kakinya ke kantin, mengedarkan pandangannya mencari sosok mungil yang belakangan ini Ia sangat rindukan. Matanya berhasil menemukan Harry di antara banyaknya siswa di kantin, Draco tersenyum melihat senyum lebar milik Harry yang selalu terlihat sangat indah di matanya, selalu.

Namun wajahnya menjadi datar saat melihat alasan Harry tersenyum selebar itu, tak lain adalah Cedric Diggory. Jauh di lubuk hati Draco, hatinya terluka. Melihat kedekatan Cedric dan Harry membuat rasa tidak terima muncul di dada Draco, ya meskipun Harry juga memiliki teman lain yang bisa membuat pemuda itu tersenyum selebar itu. Jika itu Cedric, Draco tidak terima.

Dengan langkah lebar dan cepat, Draco menghampiri Harry lalu menepuk pundak sempit Harry. Pemuda itu terkejut sampai badannya tersentak sedikit, Draco tersenyum tipis. Mata mereka bertemu, Harry menatapnya penuh tanda tanya.

"Nanti, pulang sekolah. Ketemuan di tempat biasa, ya? Ada yang mau aku omongin," ucap Draco lembut sambil tersenyum, Harry memasang wajah bingung sebentar sebelum mengangguk kecil. Sebelum benar-benar pergi, Draco menyempatkan dirinya menepuk ujung kepala pemuda itu. Sudah lama dirinya tidak memegang rambut lembut Harry.

×××

Draco sudah sampai di tempat yang Ia bilang tadi pada Harry, tersenyum kecil. Ia melangkah menghampiri ayunan yang sering Ia mainkan berdua bersama Harry, sejak sebulan yang lalu, mereka berdua tidak pernah lagi bertemu di taman ini setiap malam. Setiap malam Draco selalu mengunjungi taman ini berharap Harry ada disana, duduk di ayunan menunggu dirinya.

Ayunan itu kosong setiap Draco mengunjungi nya, menandakan Harry tidak pernah lagi menemui Draco di malam hari. Draco tersenyum kecut mengingat hal itu, dirinya memutuskan duduk di ayunan. Menunggu kedatangan Harry tentunya.

Lima menit, sepuluh menit, bahkan hampir satu jam lamanya Draco menunggu kedatangan Harry. Namun pemuda berkacamata itu belum menunjukan batang hidungnya sama sekali, sudah berpuluh-puluh bubble chat Ia layangkan ke room chatnya dengan Harry. Sampai sekarang pun masih belum di baca, Draco meremat ponselnya.

Ada perasaan sedih, kecewa, dan marah di dadanya, Ia memutuskan tetap menunggu kedatangan Harry. Meskipun Ia tidak yakin, apakah pemuda itu akan datang atau tidak. Draco memasukkan ponselnya kedalam saku jaketnya, cuaca hari ini lumayan dingin. Sebentar lagi natal tiba, dan Ia harap hubungannya dengan Harry akan membaik sebelum natal tiba. Draco sangat ingin menghabiskan waktu natal nya bersama Harry.

Langit sudah mulai gelap, cuaca semakin dingin. Draco tetap tidak beranjak dari ayunan, saku jaketnya tidak mampu membuat tangan Draco menjadi hangat. Di dalam sana, tangan Draco bergetar kedinginan.

"For God's sake! Akhirnya kau ketemu, Draco Malfoy!" ucap seseorang dengan napas yang terengah-engah, Draco hendak mendongakkan kepala dengan senyum senang. Tapi senyum itu memudar saat melihat Pansy, sahabatnya datang dengan raut muka berantakan.

"Pansy? Ada apa?" tanya Draco, Pansy menghampiri Draco dan tiba-tiba menampar pipi Draco lumayan keras. Masih dengan napas yang terengah-engah Pansy hampir menangis.

"Harry, bangsat! Harry!" teriak Pansy tidak jelas, membuat Draco memasang wajah bingung sekaligus khawatir. Ia berdiri lalu mencekram pundak milik Pansy dan menggoyangnya pelan.

"Harry kenapa? Pans! Jawab! Harry kenapa?" tanya Draco dengan nada yang sudah kelihatan sangat panik, Pansy hanya diam dan menunduk.

Pansy tidak tahu harus memberi tahu bagaimana, dengan cepat Ia menepis tangan Draco yang berada di pundak nya lalu menarik lengan Draco meninggalkan taman itu.

×××

Mereka tiba di tempat parkir rumah sakit, firasat Draco mulai tidak enak. Ia meminta penjelasan pada Pansy, kenapa membawa nya kesini. Namun nihil, tidak ada jawaban apapun keluar dari mulut perempuan itu. Pansy memilih bungkan dan melangkah pergi, Draco pun mau tidak mau mengikuti langkah Pansy masuk ke rumah sakit.

Lift terbuka di lantai empat, Pansy keluar dari lift diikuti oleh Draco yang dadanya mulai berdetak cukup kencang. Bau obat-obatan menyengat masuk ke indra penciuman Draco, menyadarkan dirinya bahwa Ia benar-benar berada di rumah sakit. Wajah khawatir yang melekat di wajah Draco semakin terlihat sangat jelas.

Pansy berhenti di depan kamar rawat, lalu membukanya. "Masuk," perintah Pansy, dan di turuti Draco.

Diruangan itu terlihat cukup ramai, tidak memerlukan waktu lama bagi Draco menemukan keberadaan kesayangannya itu yang sedang bersenda gurau bersama teman-temannya.

Tapi tunggu, pemuda itu mengenakan baju pasien. Tangannya di gips, dan wajahnya penuh luka. Draco mengepalkan tangannya, hendak marah tapi lengannya di tahan oleh Pansy, "tenang dulu, ini dirumah sakit."

Draco tidak marah karena melihat Harry yang sedang tertawa bersama teman-temannya itu, Ia marah karena melihat kondisi Harry yang babak belur. Siapa yang berani melakukan kekerasan pada Harry? Jika Draco mengetahui pelakunya, orang itu akan habis di tangan Draco.

"Siapa?" tanya Draco geram.

"Well, mungkin kau akan terkejut saat aku bilang siapa yang sudah menyakiti Harry," ucap Pansy membuat Draco kesal.

"Cukup katakan siapa, Pansy!" seru Draco.

"Your Father."



























Double update yuhuuu!!

Makasii udah baca!!

A Little Things [ Drarry ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang