10. Beautiful As Ever

1.3K 105 6
                                    

Harry hendak pergi meninggalkan lingkungan sekolah, tapi seseorang berbadan besar menghampiri Harry. Harry terkejut melihat wajah orang itu.

Lucius Malfoy

Kenapa kepala keluarga Malfoy menghampiri dirinya di sekolah, Ia memasang wajah tidak suka memandang wajah tegas dan dingin khas Lucius itu.

"Ada apa, sir?" tanya Harry tanpa basa basi, karena Ia ada janji dengan Draco. Ia tidak mau Draco harus menunggu nya lama.

"Sudah saya ucapkan berapa kali untuk menjauhi anak saya, Harry Potter?" dengan nada dingin, Lucius berbicara pada Harry.

"Many times," jawab Harry enteng.

"Kau tahu itu, tapi kenapa tidak melakukannya?" mulai ada nada kemarahan disana, namun itu tidak membuat Harry takut pada Lucius.

"Karena aku dan anak mu tidak mau, lagian kita sudah berteman lama. Tidak mudah untuk berpisah hanya karena alasan konyol mu itu, Mr. Malfoy,"

"Kau sungguh pemberani, seperti ayahmu," gumam Lucius.

"Tentu, karena aku anaknya."

"Lawan saya, jika kau memang. Akan ku ijin kan kau bersama Draco."

Dan dengan itu, Harry menyetujui ajakan Lucius untuk berduel. Mereka berduel dihalaman belakang sekolah, sekolah sudah sepi karena waktu sudah menunjukan jam lima sore. Yang dimana sekolah telah usai satu jam yang lalu.

Tentunya, duel dimenangkan oleh Lucius dengan mudah. Karena Lucius ini mantan sabuk hitam karate, sedangkan Harry, bertengkar saja Ia tidak pernah. Namun Ia berusaha sekuat tenaga untuk melawan Lucius, karena Ia ingin bersama Draco. Bagaimana pun caranya.

Harry tergeletak di tanah dengan luka yang cukup parah, lengan kanannya bahkan patah karena duelnya dengan Lucius. Lucius tersenyum remeh memandang Harry.

"Kau kalah," Lucius hendak pergi, tapi suara serak Harry menghentikan langkah Lucius.

"Aku akan melawan mu lagi dan lagi hingga aku menang! Hingga kau mengijinkan ku untuk tetap bersama Draco!" ucap Harry, Lucius membalikkan badannya lalu tertawa renyah.

"Sungguh tekad yang teguh, coba lah lain kali, nak," setelah berkata, Lucius benar-benar pergi dari hadapan Harry. Digantikan oleh kehadiran seseorang yang Harry kenal adalah teman Draco, Blaise Zabini.

Belum sempat Blaise menghampiri Harry, Harry sudah terlebih dahulu pingsan. Dengan segera Blaise memberi tahu Pansy dan Theo, lalu menggendong tubuh lemah Harry perlahan dan masuk kedalam sebuah mobil yang sudah berisikan Theo dan Pansy.

"Lucius Malfoy sudah benar-benar gila!" seru Blaise, membuat kedua temannya itu membulat tidak percaya.

"Apa maksudmu?" tanya Pansy.

"Dia yang sudah menyebabkan Harry seperti ini!"

"Gila, sungguh orang gila!" ucap Theo tidak menyangka, dengan cepat Ia mejalankan mobilnya menuju rumah sakit terdekat.

"Sumpah, Draco kemana? Kenapa dia tidak bisa dihubungi?!" kesal Pansy menatap layar ponselnya.

×××

Dan disinilah Ia berada sekarang, karena kebodohannya yang menerima ajakan duel Lucius. Disamping nya, ada Draco yang menunduk. Sepertinya sedang tertidur, teman-teman mereka sudah pulang menyisakan mereka berdua. Draco berniat ingin menemani Harry disini, lagian besok hari sabtu, sekolah libur.

Harry dengan iseng menepuk-nepuk kepala Draco lembut, Ia tidak menyangka jika itu membuat Draco terbangun. Draco menegakkan badannya sambil mengusap matanya.

"Harry, kenapa bangun? Butuh sesuatu? Ada yang sakit? Mimpi buruk? Istirahat saja supaya cepat sembuh," ucap Draco bertubi-tubi pada Harry, Harry hanya terkekeh pelan lalu tersenyum.

"Aku lelah tidur terus," rengek Harry.

"Baiklah, aku akan menemanimu."

Draco masih tetap duduk di sebelah ranjang rumah sakit Harry, menatap wajahnya lekat. Membuat Harry sedikit salah tingkah.

"Apa yang ingin kau bicarakan?" ucap Harry tiba-tiba, dirinya teringat jika hari ini harusnya Ia menemui Draco di taman.

"Kenapa kau menjauhi ku?" gumam Draco dengan wajah ditekuk, wajahnya memancarkan kesedihan yang mendalam. Menunjukan betapa Ia merindukan Harry.

Harry terdiam, memikirkan jawaban yang dapat diterima oleh pemuda berkulit pucat itu. Setelah beberapa detik hening, akhirnya Harry membuka suara.

"Aku hanya menjaga jarak, aku tidak enak dengan Astoria, pacarmu. Jika aku terlalu dekat dengan mu, apa yang akan Ia pikirkan, aku hanya berusaha menjaga hati Astoria supaya tidak berpikiran buruk tentang mu maupun aku," jelas Harry.

Draco terdiam mendengar penjelasan Harry, betapa senang nya Ia mempunyai sosok Harry di hidupnya. Hatinya sangat lembut, dan baik, siapapun tidak akan tega menghancurkan hati Harry. Karena memang begitu lembut.

"Tapi tidak dengan menjauh, Harry."

"Aku tidak tahu harus bagaimana lagi hanya itu satu-satunya cara yang muncul di pikiranku, maaf." sesal Harry.

"Semenjak kau menjauh, aku merasa kehilangan, Rry. Sangat kehilangan, seharusnya aku senang karena berhasil memacari Astoria. Tapi setelah mengetahui kau mulai menjauhi ku karena aku berpacaran dengan Astoria, bahkan kau tidak lagi ke taman sejak itu, aku tidak lagi senang. Selama satu bulan aku tersiksa karena tidak ada dirimu di sampingku, tidak ada pelukan hangat setiap malam. Aku butuh kau Rry, cuman kau. Tidak ada yang lain, tidak juga Astoria, aku butuh kau, sungguh. Dan selama sebulan ini aku memantapkan perasaan ini yang selama ini salah ku taruh, seharusnya hati ini milik mu, bukan Astoria," Draco menarik tangan Harry untuk menyentuh dada nya dimana Harry bisa merasakan detak jantung Draco yang berdetak kencang.

"Jantung ini tidak pernah berdetak sekencang ini dengan orang lain, bahkan saat aku bersama Astoria, detak jantung ku tidak sekencang ini, hanya saat bersama mu jantung ini berdetak kencang. Aku mencintaimu, Rry. Maaf, tidak seharusnya aku menaruh perasaan padamu, aku mohon setelah ini jangan semakin menjauhiku karena menyatakan perasaanku yang sebenarnya. Hati ku memilih kamu Rry, hatiku punya kamu." jelas Draco panjang lebar, Ia berhasil mengeluarkan apa yang selama ini Ia pendam. Draco merasa lega, Ia menggenggam tangan Harry kuat. Ia tidak berani menatap wajah Harry dan hanya menunduk menunggu jawaban Harry. Tiba-tiba isakan terdengar ditelinga Draco, dengan segera Ia mendongak mendapati Harry yang menangis.

"Hey, hey, kenapa menangis?" ucap Draco khawatir, Ia langsung menarik Harry kedalam pelukannya. Harry memukul-mukul dada bidang Draco berkali-kali.

"Jahat, kau jahat! Hiks, aku juga mencintaimu Draco bodoh! Jahat, kau memilih berpacaran dengan Astoria, kau tidak memikirkan perasaan ku!" ucap Harry dengan susah payah.

"Aku tau aku jahat, Harry, maaf." sesal Draco, Ia terkejut mendengar pernyataan Harry. Ternyata cintanya tidak sepihak, Harry juga mencintainya.

"Bisa-bisa kau menyatakan cintamu disaat kau masih berpacaran dengan Astoria!"

"No, no, Harry, aku sudah memutuskan Astoria jauh sebelum hari ini."

"Benarkah?" Draco mengangguk.

"Wanna be my boyfriend, Harry Potter?"

"Yes I will."

Draco menangkup wajah Harry yang sembab karena air mata, Draco tersenyum lalu mencium kedua mata Harry. Mata hijau Harry sangat indah, Ia selalu tenggelam dalam pesona mata hijau milik Harry. Setelah beberapa detik menikmati pahatan sempurna dan sangat cantik itu, Draco kembali memeluk Harry.

"Thank you, I love you!!"

"I love you too"



























Sekalian deh ku post semua sisa draft nya, soalnya aku mau hiatus, udah bulan puasa cuy.

Semangat yang ngejalanin puasa, see you bulan depan.

Makasii udah baca!!

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 22, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

A Little Things [ Drarry ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang