Hari ini adalah hari terakhir Hana berada di sini, di tempat dimana dia bersama orang orang yg selama kurang lebih 20 tahun hidup bersamanya. Menikmati hidangan yg Bunda sudah siapkan sejak pagi dengan rasa bahagia dan kekeluargaan. Tapi tidak dengan Hana, gadis itu ada disini sekarang tapi jiwanya entah hilang kemana.
"Ik zou deze taal bijna vergeten als Hana maar niet ging"
Hana tersenyum tipis, menatap Ayah yg sembari tadi sibuk bicara dengan Papahnya Junkyu. Gelak tawa yg terakhir kali akan dia lihat sebelum pergi ke Belanda. Rasanya, hati Hana tersayat karena itu artinya dia akan hidup sendirian.
"Kenapa?"
Hana menoleh.
"Jangan bengong, lagi banyak tamu" Hyunsuk menepuk pundak Hana setelah pertanyaan Ryujin tidak dia jawab.
"Juna mana, om?"
"Dia tadi keluar sebentar katanya, kamu cari aja didepan siapa tau masih ada"
Hana beranjak. Meninggalkan kumpulan keluarga diacaranya. Mencari keberadaan Junkyu dengan tenang.
"Cari siapa?"
Hana menoleh. Pria itu menyerahkan secarik foto hitam putih pada Hana.
"Ini foto waktu kita pertama kali pacaran, lain kali kalo mau ciuman fotonya di tutup pake tangan aja ya"
Hana terkekeh.
"Gue ngga tau kapan kita bisa ketemu lagi sebelum lulus kuliah, tapi gue bakal nungguin lo"
Hana memeluk Junkyu, mengusap punggung pria itu dengan lembut.
"Kita harus sering sering telfonan, kalo bisa lo temenin gue ngerjain tugas, atau nemenin gue tidur pas lo di kampus"
"Selamat ya, atas keterimanya elo di UI"
Junkyu mengusap puncak kepala Hana.
"Jadi kating ganteng nih nanti, pasti banyak yg naksir"
"Lo juga bakal jadi maba cantik, awas aja kalo lo kepincut cowok belanda"
Hana mendorong tubuh Junkyu pelan, menangkup pipi Junkyu dengan kedua tangan, walau sedikit berjinjit.
"Lo harus lebih tinggi sih kalo udah balik"
"Ih enak aja!" Cubitnya.
"Sakit tauk!"
"Gue jadi ngga bisa maskerin lo lagi nanti"
"Udah ah sedihnya, yuk masuk aja"
"Maafin Hana ya, Yah" Hana memeluk ayah saat tiba dibandara.
"Ayah yg minta maaf karena kamu terpaksa ngelakuin ini buat ayah"
"Hana janji bakal bawa hasil bagus buat ayah, tapi ayah juga harus janji bakal selalu telfon Hana"
"Siap, anak cantik"
Hana melepas pelukannya dan beralih pada Bunda yg sudah lebih dulu menangis.
"Nanti Bunda kirim banyak bumbu dapur supaya kamu bisa masak sendiri"
"Iya, lagian yg di tas belum kepake kok. Bunda jangan nangis dong"
"Iya, udah engga"
Berbeda dengan Bunda yg masih bisa bicara dengan Hana. Hyunsuk tidak lagi bisa berkata kata. Bahkan pria itu menangis lebih keras dari keluarga yg lainnya. Melepaskan adiknya adalah hal terberat dalam hidup Hyunsuk.
"Abang!"
Ryujin terkekeh melihat Hyunsuk sesenggukan dipelukan Hana.
"Ngga usah cenggeng deh, kaya di tinggal kemana aja sih!"
"Terakhir kali, lo ilang di mall aja gue, ngga bisa ngebiarin lo jalan sendirian lagi!" Ucapnya sesenggukan.
"Bang"
"Gimana kalo lo ilang di belanda nanti?!"
"Ada google map, ngga usah lebay deh"
"Tapi lo kan ngga bisa masak, pasti disana masaknya lebih susah, gimana makannya?"
"Gue bisa pesen, udah deh bang!"
Ryujin menepuk pundak Hyunsuk. Pria itu lantas melepas pelukannya dan berlaih pada Ryujin. Menatap Hana saja rasanya begitu sesak apalagi tidak melihatnya selama itu? Hyunsuk pasti sangat merindukan adiknya nanti.
"Juna mana?"
Junkyu muncul dari balik kerumunan, pria itu sembari tadi hanya diam dan menunduk dibalik masker putih yg dia kenakan. Dia bukan tipe orang yg mudah menangis, termasuk menangisi seseorang sekalipun itu orang yg paling dia sayang. Tapi kali ini, buih di matanya tiba tiba menetes saat Hana tersenyum dari kejauhan.
Gadis itu seakan perlahan memeluk Junkyu. Tak peduli dengan keluarganya yg menatap mereka atau lebih memilih menangisi kepergiannya.
"Ey, nangis ya?"
"Engga" Junkyu terkekeh.
"Lepas dulu maskernya"
Junkyu melepas maskernya sambil mengusap setetes air yg baru saja melewati pipi.
"Aku pergi ya?"
Junkyu mengigit bibir bawahnya. Baru kali ini dia merasa sangat sangat berat sekali melepaskan seseorang. Walau pria itu terlihat acuh saat kabar yg Hana beri tau kala itu. Tapi sebenarnya setiap malam dia selalu uring uringan. Berharap semua hal yg Hana bilang hanyalah sebuah mimpi atau khayalan saja.
Hana sebenarnya ingin menangis, tapi senyuman lebarnya menghapus setiap air mata dihadapan Junkyu. Gadis itu ingin membuat kesan akhir yg indah sebelum nanti bertemu lagi dengan pria yg dia cintai ini.
"Dek, ayo"
"Bentar, Bun. Mau foto dulu sama Juna"
.
.
.
.
..
.
.
.
..
.
.
.
..
.
.
.
..
.
.
.
."Ayo berjanji kalau kita akan menikah"
-end-