I. Prolog

13 2 0
                                    

Serverny, Donest - Ukraina. Oktober 1942, musim dingin sudah menyapa wilayah dataran pertanian luas yang merupakan sentra lumbung gandum di eropa. Jerman dibawah pimpinan Kanselir Adolf Hitler, saat ini sedang mengembangkan luas wilayahnya di eropa. Ke arah barat, Jerman sudah menduduki Belanda, Belgia dan sebagian besar wilayah Perancis. Sementara kearah timur kekuatan Nazi Jerman sudah melahap Polandia dan sebagian negara-negara Balkan. Tidak berhenti hanya sampai di balkan, Jerman sedang mengincar Rusia yang tergabung dalam Uni-Soviet. Jerman melancarkan Operasi Barbarossa, operasi penyerbuan yang sangat ambisius, untuk dapat menguasai Rusia.

Musim dingin, Oktober 1942, Divisi ke-17 Pasukan Front Timur Wehrmacht Jerman yang tergabung dalam Operasi Barbarossa, sedang beristirahat di sebuah dataran bersalju, sebelah barat sungai Mius, Serverny, Donetsk - Ukraina.

Malam itu dua orang tentara Jerman yang tergabung dalam divisi ke-17 pimpinan Colonel-General (Generaloberst) Richard Ruoff, resimen artileri Heer (Angkatan Darat) Wehrmacht, sedang berpatroli mengelilingi kamp. Suasana malam di wilayah Ukraina, dimana divisi ke-17 itu berada, terlihat tenang, hening dan dingin.

Susunan tenda-tenda barak yang berwarna abu-abu gelap tampak berjejer dengan rapi, sesuai urutan fungsi dan kegunaannya. Gumpalan awan hitam di langit Ukraina perlahan-lahan mulai menurunkan hujan salju. Yang menambah suasana murung musim dingin di wilayah Serverny, Donetsk – Ukraina tersebut. Dikejauhan, siluet deretan pegunungan Kaukasus membatasi kaki langit. Cahaya bulan purnama yang buram tertutup awan terlihat setengah hati menerangi dataran luas dibawahnya.

Beberapa pos yang berisi senjata anti serangan udara 8,8cm Flak 18/36/37/41 yang umumnya dikenal sebagai Flak 88 atau Acht-acht, dibangun tersebar dibeberapa titik. Senjata anti serangan udara itu sangat ditakuti oleh lawan-lawan Wehrmacht karena sangat mematikan dan presisi. Selain itu ditempatkan juga Maschinengewehr 42 atau MG 42 disetiap pos pertahanan serangan udara tersebut, sebagai pendamping meriam Flak 88.

Disudut-sudut yang strategis, ditempatkan sepasang Panzerkampfwagen VI yang lebih dikenal dengan Tiger Tank, untuk menjaga empat sisi penjuru barak. Apabila semua berjalan sesuai rencana, maka besok pagi Divisi Pertama Panzerkampf akan bergerak menyeberangi sungai Mius, dan terus ke Timur, melintasi Ukraina dan berbelok ke utara menuju ibukota Moskow.

Kedua tentara yang berpatroli itu menaikkan kerah seragam tunik Feldgrau mereka sampai melewati batas leher, mencegah hawa dingin Ukraina membekukan leher mereka. Sambil berjalan melintasi dataran bersalju yang dipenuhi jejak rantai panser, mereka tampak saling mengusapkan kedua belah telapak tangan mereka, berusaha mengusir cuaca dingin yang membeku. Uap udara hangat mengepul dari hidung dan mulut mereka, saat mereka menghembuskan napas.

Noda tetesan embun yang membeku tampak menghiasi permukaan Stahlhelm - helmet tempur mereka. Senapan serbu Maschinenpistole 44 atau Sturmgewehr 44 yang mereka sandang terlihat berlapis es tipis pada larasnya.

"Dietrich... Sepertinya enak kalau kita menghangatkan tubuh sambil menyalakan api unggun. Sudah lebih dari dua bulan sejak operasi Barbarossa ini diinisiasi, sedikit sekali gerak maju yang berhasil kita lakukan. Musuh kita bukan hanya orang Rusia, tetapi juga cuaca. Sepertinya Der Fuhrer tidak memperhitungkan kondisi cuaca disini.", kata salah satu tentara itu mengeluh.

"Yah... Sepertinya memang begitu Rolf. Suhu disini benar-benar kelewatan dinginnya...", kata Dietrich Muller menanggapi keluh kesah Rolf Stoves.

Dietrich membayangkan bila dia tidak diterjunkan ke Front Timur dalam Operasi Barbarossa, maka dia akan berada didepan perapian rumahnya yang hangat di Bavaria, lengkap dengan satu gelas besar susu kambing hangat yang mengepul dalam genggaman.

"Dietrich... Dengar...", bisik Rolf tiba-tiba sambil menyenggol lengannya.

Districh menatap Rolf yang terlihat memiringkan kepala. Jari telunjuknya diletakkan didepan bibir pecah-pecah yang pucat kedinginan. Dia melihat berkeliling mencari arah sumber suara yang baru saja didengarnya. Dietrich-pun mengikuti gerakan berputarnya dan menatap berkeliling, mencoba menangkap suara yang dimaksud Rolf. Dia tidak mendengar adanya suara yang mencurigakan. Hanya suara desau angin yang bertiup agak kencang. Lalu sayup-sayup terdengar suara perempuan bercakap-cakap dalam bahasa slavik, ditimpali suara tawa cekikikan.

Rolf membelalakan matanya. Bulu kuduknya meremang. Mereka mulai menyadari bahwa suara-suara itu berasal dari langit diatas mereka.

"Die Nachthexen - The Night Witches!", seru Dietrich.

Rolf Stoves menarik lengan Dietrich agar berlari menjauhi lokasi mereka berdiri dan mencari tempat perlindungan.

"Die Nachthexen - Penyihir malam!", seru Rolf berteriak memperingati rekan-rekannya yang lain.

"Die Nachthexen - The Night Witches! Mereka datang!", teriak Dietrich sambil berlari kearah pos jaga terdekat.

Rekan-rekan mereka yang tadinya terkantuk-kantuk duduk didalam pos jaga, terjaga dan semua orang melihat kearah langit gelap. Dua buah bayangan besar melayang dan mendekat dengan cepat. Ditingkahi suara cekikikan perempuan, terdengar dua ledakan dahsyat mencabik tubuh tentara Jerman yang sedang berjaga di pos mereka.

Rolf hanya bisa berdiri mematung melihat gumpalan api berwarna oranye menyilaukan pandangan dan membakar wajahnya. Kemudian asap hitam membumbung tinggi melahap tubuhnya, sebelum lumat meledak berkeping-keping pada ledakan yang kedua. Rolf tidak sempat mendengar suara tawa perempuan dari atas langit melewati kepalanya.

Tubuh Dietrich terhempas jauh karena tekanan dari ledakan itu. Anggota pasukan tentara Jerman itu hanya dapat meringis saat menyadari bagian bawah tubuhnya telah hancur. Organ tubuhnya berserakan diatas salju. Sebelum semuanya menjadi gelap, dia sempat melihat beberapa bayangan siluet pesawat terbang bersayap ganda melintasi langit diatasnya, melayang tanpa suara.

"Die Nachthexen - the Night Witches...", gumam Dietrich sambil menghembuskan napas terakhir.

Suara raungan sirene serangan udara meraung memenuhi ruang malam musim dingin, di Donest, Ukraina.

The Night WitchesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang