Yesi masih ingat betul alasan dia masih menekuni dunia tari tradisional sampai saat ini. Semua berawal dari saat Yesi duduk di kelas 4 SD dan diminta menampilkan hiburan tari kreasi dalam acara perpisahan siswa kelas 6 SD.
Waktu itu gerakan tariannya belum begitu bagus, namun karena ia anak yang ceria dan memiliki rasa percaya diri tinggi, ia ditunjuk oleh guru untuk maju.
Di depan para hadirin orang tua murid kelas 6 SD, Yesi yang sudah memakai kostum dan berdandan menor menarikan gerakan tari kreasi dengan lincah, tanpa peduli gerakannya benar atau tidak, yang penting heboh.
Selesai melakukan pertunjukannya, para hadirin bertepuk tangan.
Keluar dari panggung, Yesi berpapasan dengan anak laki-laki kurus berwajah sendu yang merupakan tetangga sekaligus teman sekelasnya.
"Narimu bagus." gumam anak itu dengan intonasi datar, waktu mereka berpapasan.
Yesi menghentikan langkahnya dan tersenyum, kemudian menoleh ke belakang, ke arah anak laki-laki itu.
"Makasih Januar!" teriak Yesi.
Januar berjalan terus tanpa menoleh sedikitpun, meninggalkan perasaan aneh dalam diri Yesi. Perasaan aneh yang baru pertama kali ia rasakan. Perasaan aneh yang membuat dadanya menghangat, dan membuat jantungnya berdegup lebih cepat dari biasanya.
Semenjak saat itu, ia jadi memperhatikan Januar dan mengikuti kemanapun anak itu pergi.
Saat Januar ke kantin, saat Januar ke ruang guru, saat Januar ke lapangan, saat Januar ke perpustakaan, saat Januar ke parkiran, saat Januar ke WC—
"Lungo ra!!! (Pergi gak!!!)"
Sampai anak laki-laki itu merasa risih.
Yesi selalu senyum-senyum sendiri jika ingat kejadian itu. Siapa sangka pujian Januar waktu itu membuatnya menemukan passion-nya. Tak main-main, bahkan ia sampai bisa menjadi salah satu penari Sendratari Ramayana di Candi Prambanan.
"Yes! Kok bengong? Anak-anak udah pada dateng itu lho."
Yesi tersentak dari lamunannya, "I--ya Mbak Shar."
Sore ini Yesi mengajar tari di sanggar tari milik Mbak Shara, salah satu mahasiswi Seni Tari UNY. Tugasnya adalah mengajari peserta kelas 5-6 SD, sedangkan yang lebih muda diajar oleh Mbak Shara.
Mereka saling kenal karena terlibat dalam Sendratari Ramayana di mana Shara berperan sebagai Shinta, pemeran utama, sedangkan Yesi sebagai penari figuran.
Yesi bergegas mengambil sampur warna kuningnya, kemudian berjalan menuju pendopo tempat dilaksanakannya latihan menari.
"Ayo baris yang lurus, yak.. stop."
Murid kelas 5-6 SD yang diajari Yesi menari berasal dari berbagai kecamatan. Jumlahnya sekitar 8 orang. Sedangkan murid yang diajari Mbak Shara ada 15 orang.
"Gerakan yang kemarin masih pada hafal kan?" tanya Yesi ke murid-muridnya.
"Hafal Mbak."
"Yowes, coba pake musik ya."
Yesi kemudian menyetel file musik yang digunakan untuk menari.
Murid-murid bersiap di posisinya untuk melakukan gerakan yang minggu kemarin telah diajarkan.
Gerakan pertama, menggerakan kepala ke kanan dan ke kiri sambil kedua tangan diayun-ayunkan. Gerakan kedua, maju mundur dengan tangan membuka ke samping.
"Sip, apal kabeh." Yesi mematikan musiknya.
Pertemuan hari ini, Yesi akan mengajarkan gerakan ketiga dan keempat.
"Pertama gerakan kakinya dulu. Empat ketukan ke samping kanan, empat ketuka ke samping kiri."
Setelah satu setengah jam berlalu, sesi latihan menari akhirnya berakhir. Ia kemudian beristirahat sambil sesekali tertawa melihat anak-anak kecil memanjat pohon untuk mengambil jambu. Tiba-tiba ponselnya bergetar.
Husein
|Cafe yang depannya Ja?
|Janji Joni?
KAMU SEDANG MEMBACA
Jogjalovarta [HIATUS]
Teen FictionMencintaimu dengan brutal ⛔Mengandung bahasa jawa non baku⛔