Sepanjang perjalanan pulang dari Kalasan ke Kaliurang-alias pulang dari sanggar, Yesi melamun.
Pikirannya memutar ulang berkali-kali kejadian beberapa menit yang lalu. Ketika Januar berkata, mau ngapelin cewekku..
Ceweknya. Siapa yang ia maksud?
Anak Pakde Joko itu ada tiga, satu laki-laki dan dua perempuan. Anak pertama laki-laki sudah menikah, anak kedua perempuan juga sudah. Tinggal Mbak Shara.
Masa Mbak Shara yang Januar maksud ceweknya? Yang benar saja?
Januar itu kelas 12 SMA seperti dirinya, sedangkan Mbak Shara sudah tahun keempat kuliah. Bahkan sebentar lagi mau wisuda. Masa Mbak Shara yang ia maksud? Mereka beda 4 tahun dan Mbak Shara lebih tua.
Tiiiiiiiin!!!!!!
Tiba-tiba terdengar suara klakson berbunyi panjang.
"Muwatane nengendi, Su!"
Remaja random berkaos death metal yang motornya dimodif ceper meneriaki Yesi karena gadis itu hampir menabraknya.
Yesi berusaha fokus berkendara lagi. Meski saat berhenti di lampu merah ia kembali kepikiran Januar.
*****
"Enake kita ngerjain dimana yo?" Ceri meletakkan siku di atas meja dan menyangga kepala.
"Gimana nek ke tempat Reno? Sekali-kali yang jauh, jangan di kota terus." usul Lele yang duduk di bangku depannya.
"Yowes ayok di rumahku aja. Sekalian ke hutan pinus nanti." Reno mengiyakan.
"Emang deket po, Ren, rumahmu ke hutan pinus?"
"Sepuluh kiloan sih, haha."
"Wolha, masih jauh berarti."
Bel istirahat berbunyi. Guru keluar ruangan dan mengakhiri sesi diskusi kelompok. Beberapa siswa bersiap keluar dari kelas dan yang lain masih betah berdiskusi.
"Yes, kantin depan yok!" ajak Ceri.
Yesi malah meletakkan kepalanya di atas meja. Tubuhnya terasa loyo dan tidak berenergi untuk melakukan aktivitas apapun.
"Yes! Ayok!" Ceri menarik paksa tubuh gadis bermata kucing itu. Tapi karena badannya lebih besar darinya, ia hampir oleng ke samping.
"Kenapa e, Yes? Kok klemar-klemer gitu." komentar Husein yang juga bersiap ke kantin.
"Kagol asmoro." jawab Yesi datar.
"He?"
"Biasa, Janu." Ceri yang menjelaskan.
"Kagol asmoro tu apa sih?" tanya Riry yang selalu gagal paham dengan bahasa-bahasa Yesi karena bukan asli sini.
"Patah hati, Ry." jawab Husein.
Riry ber-oalah panjang.
"Yowes timbang galau mending cari makan yuks."
Mereka lalu ke kantin dan menyeret paksa Yesi.
Yesi, Riry, dan Ceri duduk satu meja karena mereka memesan soto. Sedangkan anak laki-laki mencar entah ke mana. Hanya Husein yang terlihat sedang main basket di lapangan setelah membeli lidi-lidian di kantin.
"Ceri! Aku dah bawa bajunya lho buat teater nanti." Siswi random tiba-tiba mendekat ke meja mereka.
"Liaaat."
"Ya ayok ke kelasku."
"Eh ges, aku tak ke kelasnya Gendis ya." pamit Ceri setelah buru-buru menghabiskan sotonya.
Gadis itu langsung pergi bersama temannya yang dari kelas lain tadi. Tersisa Yesi dan Riry yang masih menghabiskan sisa soto mereka.
"Emang Janu kenapa e, Yes?" tanya Riry penasaran.
"Gitulah pokoke. Kayaknya dia jadian sama mbak yang punya sanggar di tempatku."
"Loh? Kok Janu bisa kenal?"
"Gak tau, Ry."
"Emang beneran pacaran?"
"Janu bilangnya pacaran, tapi kok aku kayak gak yakin yo? Masa Janu sama Mbak Shara. Mbak Shara tu anak kuliahan lho. Mana udah mau lulus lagi. Yo walopun iso wae tapi kan piye yo. Seumur Mbak Shara kan biasanya suka sama yang udah mapan to, yang udah kerja gitu. Moso karo cah SMA."
"Lha kamu udah tanya Mbak Shara?"
Yesi menggeleng.
"Coba tanya dulu."
"Heem, Ry."
"Mangat, Yes."
"Yoi."
Yesi menempelkan bibir ke ujung sedotan dan menyeruput sisa es jeruknya.
"Aku tu sebenernya juga lagi kagol asmoro kayak kamu lho, Yes. Hehe."
"Iya po, Ry? Sama?"
Mata Riry bergerak ke arah lapangan basket, kemudian menunjuk dengan dagu, "Tu, kembaranmu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Jogjalovarta [HIATUS]
Teen FictionMencintaimu dengan brutal ⛔Mengandung bahasa jawa non baku⛔