SMA N 15 Yogyakarta
"Kantin yok."
Yesi menutup handout Bahasa Jerman dan memasukkan ke dalam tas. Dia kemudian beranjak keluar dari kelas.
Kantin yang dituju tidak terlalu penuh, mereka langsung mendapat tempat duduk.
Setelah memesankan soto dan es jeruk untuk dirinya dan teman-temannya, Yesi kembali ke tempat duduk yang posisinya di bagian outdoor, dekat pintu gerbang sekolah.
"Jadi Janu tu sepupumu to, Ren?"
"Heem, Yes. Bapakku adeknya ibunya Janu."
"Oalah, bapakmu adeknya Bude Sari toh?"
"Huum adeknya Bude Sari."
"Kok Janu pindah ke Deresan kenapa e, Ren?"
"Kan Bude Sari dapet warisannya simbah rumah yang di Deresan, terus sama Bude dirombak, dibangun kos kosan."
"Oalah."
BUG.. BUG.. BUG..
Husein berjalan ke kantin sambil men-dribble bola basketnya. Dia kemudian ikut bergabung bersama Yesi dan yang lain.
"Wes do pesen?"
Cowok berbibir seksi itu duduk di samping Yesi. Dia kemudian berusaha memutar-mutar bola basketnya diatas jari telunjuk dan didekatkan ke Yesi untuk menggodanya.
"Bal mu keno raiku, Ndes!" erang Yesi kesal, yang kemudian dibalas Husein dengan kekehan. (Bolamu kena mukaku).
"Latihan meneh mengko, Sein? (Latihan lagi nanti, Sein?)"
"Prei (Libur)."
Bu kantin datang ke meja mereka sambil membawa nampan berisi soto yang tadi mereka pesan.
"Bu, soto satu lagi ya, sama es teh."
"Satu lagi?"
"Huum."
Mereka kemudian berebut mengambil sambal duluan. Tak lama, pesanan Husein datang.
"Eh yowes yok nanti aja po ngerjain makalah biologinya?" usul Riri.
"Yaudah nanti dirumahku aja ngerjainnya. Sepi kok cuma ada mamiku." tawar Husein.
"Setuju!" Reno semangat. Reno memang paling semangat kalau ngerjain tugas di rumah Husein, soalnya suguhannya enak-enak.
"Aku boleh ikut gak?" tanya Yesi.
"Boleh lah!"
Pulang sekolah, mereka cus ke rumah Husein yang terletak di Deresan.
Rumah Husein tidak terlalu luas, tapi tinggi, tipe minimalis dengan 3 lantai.Mami Husein langsung menyambut mereka dan menyalami satu persatu.
"Ke lantai 2 aja kayak biasa." ajak Husein.
Mereka lalu naik ke lantai 2. Husein menggelar karpet aladin berwarna merah maroon yang papi-maminya beli di Turki. Teksturnya halus sekali.
"Ini bisa terbang gak, Sein?" receh Reno yang langsung merebahkan diri begitu karpet lembut itu digelar. Dia kemudian menggerak-gerakkan tangannya seperti membuat sayap malaikat di salju.
"Sein, norak tenan kancamu."
"Maklum wong ndeso."
Selain karpet, Husein juga mengambil beberapa meja kecil untuk alas menulis.
"Adekmu gak di rumah, Sein?" tanya Riri sambil celingukan.
"Adekku.. kayaknya lagi renang sama sepupuku."
Husein kemudian turun ke lantai bawah dan naik lagi ke atas sambil membawa box pizza, beberapa camilan lain, dan minuman.
"Wuih jos."
"Kok repot-repot to, Sein?" basa-basi Yesi sambil mengambil satu slice pizza.
"Hilih Yesi, padahal tujuan kamu ke sini cuma mau numpang makan tok kan?" canda Reno.
"Gak yo. Bukannya kamu?"
"Iyo e."
Mereka kemudian mulai mengerjakan makalah, kecuali Yesi karena ia tidak satu kelompok dengan mereka.
Beberapa lama kemudian, adik perempuan Husein pulang. Gadis kecil berusia 4 tahun itu terlihat senang ketika melihat ada ramai-ramai di lantai 2.
"Jam, sini.."
Gadis kecil itu mendekat ke Riri.
"Mirip Yesi gak sih?" komentar Reno ketika pertama kali melihat adik perempuan Husein.
"Hah? Mosok? (Masa?)"
"Lah Husein sama Yesi aja juga lumayan mirip menurutku." ujar Riri.
"Moso sih?"
"Emang kita mirip, Sein?"
"Gak tau, hehe. Emang mirip?"
"Kalo jodoh katanya mirip lho."
"Heishh."
KAMU SEDANG MEMBACA
Jogjalovarta [HIATUS]
Teen FictionMencintaimu dengan brutal ⛔Mengandung bahasa jawa non baku⛔