"Yesi~~"
Dua gadis yang sedang membeli jajanan di pedagang kaki lima depan Kaliurang Park menoleh ke arah cowok yang tiba-tiba menghentikan motor di depan mereka.
"Kok sing disapa mung Mbak Yesi tok to, Mas? Eneng aku barang lho," sindir Yunek.
(Kok yang disapa cuma Mbak Yesi sih, Mas? Ada aku juga loh)"Koe rasah."
(Kamu gak usah)"Oh ngono to saiki. Cukup tau."
(Oh gitu sekarang. Cukup tau)"Do jajan opo e? Kok aku ra ditukokke."
(Pada jajan apa sih? Kok aku gak dibeliin?)"Tuku dewe, Mas."
(Beli sendiri lah, Mas)"Wu pelit," kata Nakula. "Tak lungo wae ah. Isin aku ono Yesi."
(Hu pelit)
(Cabut ah, malu aku ada Yesi)"Gayane isin," Yesi akhirnya berbicara. Karena daritadi hanya Yunek yang merespon Nakula.
(Sosoan malu)"Koe seneng Mbak Yesi tenan po, Mas?" tanya Yunek frontal.
(Kamu suka Mbak Yesi beneran, Mas?)"Emm, pie yooo~" Nakula lantas melirik ke Yesi, dan malah bertanya padanya, "Pie, Yes?"
(Emm, gimana yaaa. Gimana, Yes?)"Yo ora to yo. Tipene Nakula lak yo sing koyo putri keraton. Mosok yo seneng ro aku sing rakyat jelata iki," kekeh Yesi. Nakula kan memang bercandanya seperti itu. Flirty dan asal bunyi.
(Ya enggak lah. Tipenya Nakula kan yang kayak putri keraton. Masa suka sama aku yang rakyat jelata ini)Nakula senyum tipis, "Kok ngerti e, Yes? Nek tipeku sing koyo putri keraton."
(Kok tau sih, Yes? Kalo tipeku yang kaya putri keraton)"Ngerti lah. Wes stalk IG mu terus aku. Makane reti cewek-cewekmu sing ayu-ayu kui."
(Tau lah. Udah stalk IG mu terus aku. Makanya tau cewek-cewekmu yang cantik-cantik itu)"Lah, aku we ra tau nge-post cewek og?"
(Lah, aku aja gak pernah nge-post cewek kok?)"Neng komenanmu, sing ngomen cewek ayu-ayu kabeh."
(Di komenanmu, yang komen cewek cantik-cantik semua)"Ckck." Nakula berdecak sambil geleng-geleng kepala, "Meneng-meneng merhatiin IG ku e. Nek seneng ngomong to, Yes!"
(Ckck, diem-diem merhatiin IG ku ni ye. Kalo naksir bilang dong, Yes!)"Kan langsung ketok seko foto profil e walaupun aku ra mbukak akun e."
(Kan langsung keliatan dari foto profilnya walaupun aku gak buka akunnya)Nakula senyum, "Yes, Yes. Tak omongi."
(Yes. Yes. Tak bilangin)"Opo."
(Apa)"Iyo e, tipeku ki sek koyo putri keraton." Nakula membenarkan. "Koyo dirimu iki misale~"
(Iya, tipeku emang yang kayak putri keraton. Ya kayak kamu ini misalnya)Ucapan Nakula barusan membuat Yunek tertawa, "Ciee koe diomong putri keraton lho, Mbak."
(Ciee kamu dibilang putri keraton loh, Mbak)"Lak mulai," kata Yesi.
"Mbak Yes, mending putuskan pacarmu. Pindah haluan neng Mas Nakula."
(Mbak Yes, mending putusin pacarmu. Pindah haluan ke Mas Nakula)"Opoh? Pacar?"
(Apah? Pacar?)"Iyo, Mas."
"Pffft, sejak kapan Yesi ndue pacar. Yesi e jomblo og," kata Nakula. "Nek ndue pacar lak yo mesti wes distotas status terus saben ndino. Selama iki ratau ki?"
(Pffft, sejak kapan Yesi punya pacar. Dia aja jomblo kok. Kalo punya pacar pasti udah dimasukin status terus tiap hari. Selama ini enggak tuh?)Yunek menoleh ke Yesi. "Hoo yo, kok pacarmu ra tau mbok lebokke stori e, Mbak?"
(Iya juga ya, kok pacarmu gak pernah kamu masukin stori, Mbak?)"Privasi."
"Halah privasi. Ngomong wae emang RA NDUE~" sindir Nakula sambil tertawa.
(Bilang aja gak punya)*****
Januar baru pulang sekolah dan seperti biasa, hal pertama yang ia lakukan adalah membuka tudung saji.
Tanpa basa-basi, ia langsung lompat ke kursi dan menyambar piring. Diisinya piring tersebut dengan nasi dan segala yang tersaji di atas meja.
Setelah kena klitih dan dirinya terluka waktu itu, entah kenapa menu masakan ibunya jadi lebih bervariasi. Seperti sekarang ini, ada ayam ketumbar, sambal, lalapan, tumis brokoli jamur, dan kentang mustofa. Tidak seperti sebelumnya yang maksimal hanya dua menu saja, seadanya. Misal telur dadar atau tempe goreng saja. Atau sayur nangka saja.
Tanpa Januar tahu, sebenarnya waktu masih di rumah sakit gara-gara kena klitih itu, ia sempat ngelindur.
Kok jangan gori mbendino to, Ma? Begitu gumamnya dengan mata terpejam.
(Kok sayur nangka tiap hari sih, Ma?)Ibunya yang saat itu menemani di samping dengar. Dan semenjak saat itu, ibunya tidak pernah masak menu itu lagi.
"Kok yahmene lagi bali to, Le?" komentar ibu Januar begitu mendapati anaknya sudah nangkring di meja makan. Sembari mengibas-ngibas wajahnya dengan kipas sate.
(Kok jam segini baru pulang sih, Nak?)"Les," jawab Januar singkat.
"Mbok yo ganti klambi sikik ngono lho. Mosok bali langsung madang."
(Mbok ya ganti baju dulu gitu lho. Masa pulang langsung makan)"Selak ngelih e."
(Keburu laper)Bude Sari jalan ke kamar dan keluar lagi dengan membawa sesuatu di tangan.
"Koe ki tak tukokke klambi lho, Le. Delok o."
(Kamu tu tak beliin baju lho, Nak. Liat nih)"Klambwi opwo?" tanya Januar sambil mengunyah makanan.
(Bajwu apwa?)"Batik. Nggo neng Jakarta sesuk. Ki, apik to." Bude Sari menjereng kemeja dengan warna dominan hijau muda, kemudian ditempelkan ke punggung Januar yang masih duduk menghabiskan makan siangnya.
(Batik. Buat ke Jakarta besok. Nih, bagus kan)"Aku melu po?"
(Emang aku ikut?)"Melu lah. Wong jare bapak kabeh sak omah kok. Sisan jalan-jalan, ben ngerti kono-kono."
(Ikut lah. Orang kata bapak serumah ikut kok. Sekalian jalan-jalan. Biar tau sana-sana)Selesai makan, Januar membuka kulkas dan minum air putih dingin yang dimasukkan dalam botol bekas sirup marjan.
Atensinya lantas teralihkan pada sebuah kotak bening yang ada di dalam kulkas. Yang berisi tahu walik frozen.
"Pesen tahu to?" tanya Januar.
"Lha bukane koe sing pesen? Iki mau Yesi ngeteri."
(Lah bukannya kamu yang pesen? Tadi Yesi yang nganterin)Tumben Yesi tidak konfirmasi atau membuat status apapun kalau dia sudah open PO.
"Wis dibayar?"
(Udah dibayar?)"Mau ameh tak bayar jare koe wis bayar?"
(Tadi mau dibayar, tapi katanya kamu udah bayar?)"Urung ki."
(Belom tuh)
KAMU SEDANG MEMBACA
Jogjalovarta [HIATUS]
Teen FictionMencintaimu dengan brutal ⛔Mengandung bahasa jawa non baku⛔