Bagian 06

206 18 5
                                    

Note: Dibawah ini terdapat unsur kekerasaan. Harap bijak dalam menanggapi cerita dibawah ini.

______

Hal 06| Murka

🍂🍂🍂

Menjelang tengah malam, saat semua penghuni rumah telah tertidur lelap, Enola diam-diam menuju halaman belakang. Di tangannya, tergenggam anak kunci yang telah diambilnya dari tempat penyimpanan kunci. Seperti seorang pencuri, ia melangkah perlahan menuju pintu ganda itu, hanya diterangi cahaya remang-remang bulan yang dipantulkan permukaan kolam.

Enola menyadari bahwa perbuatannya ini salah. Namun, rasa penasaran yang begitu besar mendorongnya untuk melakukan ini. Ia berjanji hanya akan melihat sekilas dari luar, kemudian mengunci pintu kembali dan kembali tidur. Hanya sebentar.

Setelah berhenti di depan pintu berukiran itu, Enola menatapnya dengan keraguan yang menggelayut di hatinya. Sejenak ia terdiam, diliputi oleh gejolak antara rasa penasaran dan keraguan. Ia sebenarnya tidak ingin melakukan ini jika saja Magan sedikit saja memberi kelonggaran, memberinya kesempatan untuk melihat ke dalam sebentar saja. Lagipula, jika memang tidak ada yang disembunyikan, mengapa Magan melarangnya masuk?  Pertanyaan itu terus berputar di benaknya.

Sudah lebih dari dua bulan berlalu, dan rasa penasaran Enola untuk membuka pintu itu dan mengungkap rahasia yang disembunyikan suaminya semakin membuncah. Ia memejamkan mata, menarik napas dalam-dalam beberapa kali untuk menenangkan diri yang tengah dipenuhi kecemasan. Degup jantungnya berdebar kencang, keringat dingin mulai membasahi tubuhnya. Setelah merasa sedikit lebih tenang, dengan tangan yang masih gemetar, Enola mulai memasukkan anak kunci ke dalam lubang kunci.

Ia merasakan napasnya memburu. Dengan hati-hati, ia mulai memutar anak kunci. Putaran pertama terasa berat, menambah rasa gugupnya. Namun, ia memberanikan diri untuk melanjutkan. Putaran kedua terasa lebih ringan. Ia hampir berhasil membuka pintu itu. Hampir saja... tetapi tiba-tiba...

"Berhenti!"

Tubuh Enola menegang, ia tidak berani bergerak dan bahkan lupa bernapas karena rasa takut. Suara langkah kaki yang kuat terdengar mendekat. Dalam hitungan detik, tubuhnya didorong hingga terhuyung beberapa langkah ke samping karena tidak siap dengan dorongan tersebut.

Magan dengan cepat mengunci pintu kembali dan menyimpan kuncinya di saku. Ia menoleh, menatap tajam Enola yang berdiri kaku di tempat. "Kamu! Berani banget masuk ke tempat yang udah saya larang! Berapa kali saya bilang jangan deket-deket ruangan ini, kamu nggak ngerti bahasa manusia?!" Bentak Magan berapi-api.

Enola tersentak kaget mendengar suara Magan yang meninggi dengan nada yang mengerikan. Di tengah malam yang sunyi dan dingin ini, angin berhembus sepoi-sepoi. Enola merasakan seluruh tubuhnya menggigil, entah karena udara malam yang dingin atau karena tatapan tajam dan ekspresi wajah Magan yang begitu dingin dan menakutkan, sesuatu yang belum pernah ia lihat sebelumnya.

"Sekarang, alesan kamu apa lagi, hah?!

"Ma-maaf," Enola mencicit ketakutan, namun tetap berusaha menjelaskan, "S-saya nggak bermaksud masuk ke ruangan itu. Saya cumaㅡ""

Enola belum sempat menyelesaikan kalimatnya ketika Magan tiba-tiba mencengkeram kedua pipinya dengan kuat, membuatnya terpaksa mendongakkan kepala dan menatap mata Magan yang dipenuhi amarah.

"Alasan apa pun yang mau kamu jelasin, saya nggak butuh. Kamu udah ketauan coba masuk ke ruangan ini diam-diam, dan sekarang kamu bakal tau akibatnya!" Magan menggertakkan giginya dengan kejam mencengkeram pipi Enola dengan kuat.

Rasa sedih menusuk hati Enola mendengar kata-kata Magan. Tatapan mata Magan yang sedang marah sangat berbeda dari biasanya. Enola merasa seperti tidak mengenal suaminya saat ini. Magan yang biasanya bersikap acuh dan hanya memberikan peringatan, kini memperlakukannya dengan sangat kejam. Sepasang mata yang biasanya indah baginya, kini memancarkan kebencian yang begitu kuat, seakan-akan perempuan di hadapannya adalah musuh bebuyutannya.

Kembalikan Cintaku S1 [REPUBLISH]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang