Note: disarankan bagi yang bocil-bocil jangan baca bab ini. Skip deh skip! 😭😭
______
Hal 13| Kabur
🍂🍂🍂
Magan terbangun keesokan paginya. Ia menatap langit-langit kamar dengan bingung, menyadari bahwa ia telah kembali ke rumah. Ia mencoba bangkit, namun gerakannya terhenti; tangan kanannya terasa berat. Ia menoleh dan melihat Enola tertidur di samping ranjang, duduk bersandar dengan tangan Magan sebagai bantal. Magan memperhatikan detail-detail kecil; posisi tangan Enola yang menggenggam tangannya dengan lembut, napasnya yang teratur, dan ekspresi wajahnya yang damai.
Magan menatap Enola beberapa saat, lalu menarik tangannya dengan kasar, membuat kepala Enola terbentur ranjang. Enola terbangun kaget. "Mas udah bangun?" tanya Enola polos, memijat tengkuknya yang pegal karena tidur dalam posisi yang tak nyaman. Ia berdiri dan mengulurkan tangan untuk memeriksa suhu tubuh Magan.
"Siapa suruh kamu sentuh saya?!" bentak Magan, menepis tangan Enola. Matanya tajam, menatap Enola dengan tidak suka.
Enola tertegun. Ia tak menyangka Magan bersikap kasar. Semalam Magan masih manja, bahkan tak mau melepaskan tangannya. Apakah Magan sedang mengigau?
Enola menundukkan kepala dengan raut wajah sedih.
"Mas mau minum?" tanya Enola lirih.
"Saya nggak haus!"
"Mas lapar? Saya akan buatkan bubur."
"Saya nggak butuh perawatan dari kamu! Pergi dan jangan muncul di hadapan saya!"
Enola spontan mengangkat kepala, menatap Magan tak percaya. "Maksudnya...?"
"Saya bilang pergi! Pergi!"
Prangg!
Enola tersentak kaget saat Magan dengan marah menggapai gelas berisi air di nakas lalu mendorongnya hingga jatuh ke lantai, tepat di samping kaki Enola. Suara pecahan kaca memecah kesunyian, serpihan-serpihannya beterbangan.
Enola spontan melompat mundur, tubuhnya menegang karena terkejut. Amarah yang membuncah di mata Magan begitu jelas terlihat. Ia merasakan hawa dingin yang menusuk dari tatapan tajam suaminya. Detak jantungnya berdebar tak karuan.
"Pergi!" Perintah Magan terdengar singkat, tajam, dan penuh amarah. Enola terpaku sesaat, tak mampu bereaksi. Ia merasakan campuran antara takut, kecewa, dan sakit hati yang begitu dalam.
Enola menatap Magan dengan tatapan putus asa. Ia menelan ludah, kemudian dengan langkah gontai dan raut wajah sedih, ia meninggalkan kamar. Berbagai perasaan rumit berkecamuk di hatinya. Ia menyesali harapannya yang terlalu tinggi pada Magan.
Kemarin, saat Magan lemah dan sakit, ia memang bersikap lembut dan perhatian. Enola menyadari bahwa itu karena Magan membutuhkan pertolongan dan perhatian. Kini Magan telah pulih, dan sikapnya kembali seperti semula; dingin dan acuh. Ia merasa bodoh telah berharap Magan akan berubah. Kenyataannya, Magan tetaplah Magan; suami yang dingin dan tak pernah menghargai kehadirannya.
Langkah kakinya terasa berat saat meninggalkan kamar, membawa beban kekecewaan. Ia merasa sangat lelah dan putus asa.
Enola sering bertanya-tanya mengapa Magan menikahinya. Ia mulai ragu dengan alasan Magan yang mengatakan mencintainya karena akhlaknya. Setelah menikah, betapapun baiknya Enola pada Magan, suaminya tak pernah menghargainya.
Pikirannya melayang, mengenang berbagai peristiwa yang telah terjadi sejak mereka menikah. Ia mencoba mengingat setiap ucapan dan tindakan Magan, mencari sedikit saja tanda-tanda kasih sayang atau penghargaan dari suaminya. Namun yang terbayang hanyalah sikap dingin dan perlakuan kasar Magan. Ia merasa hampa dan kesepian, meskipun selalu berada di sisi suaminya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Kembalikan Cintaku S1 [REPUBLISH]
Ficción General[TAHAP REVISI] Enola tidak menyangka dihari kelulusannya, ia didatangi oleh laki-laki asing yang mengaku-ngaku telah mengenal Enola cukup baik. Dengan penuh keberanian, menemui kedua orang tuanya dan melamarnya dihari yang sama. Enola tidak pernah...