Pintu Masuk

15 1 0
                                    

۞ بِسْـــــــــــــــــــــمِ اللَّهِ الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيم. ۞





"Aku wegah," tembak Reyyan langsung, ketika mereka baru duduk di emperan asrama.

Husein mengernyit.

"Loh, aku kan belum bilang apa mauku, Rey."

"Alah, aku udah tau. Kamu mau minta aku jadi vokalis di perlombaan sholawat nanti, kan? Jawabanku tetap sama. Aku nggak mau. Paham?"

Tanpa menunggu jawaban Husein, Reyyan bangkit dan berjalan masuk ke asrama. Tetapi baru sampai di pintu, Husein meraih lengannya.

"Ojo ngunu, Rey. Kamu kan tau, aku minta ini bukan buat kepentinganku sendiri, tapi buat kamar kita. Buat asrama kita. Please, Rey. Demi kesejahteraan bersama, ya?"

Reyyan terdiam sejenak. Dia sangat tahu kalau yang dikatakan oleh Husein barusan benar. Akan sangat egois kalau Reyyan kembali menolaknya. Maka, demi membuat dirinya terbebas dari beban yang akan diberikan oleh Husein, Reyyan memutar otak.

Reyyan harus pandai mencari alasan agar dia tidak terkesan egois, tapi apa?.

"Gimana, Rey? Mau, ya? Saingan kita dari asrama lain berat-berat loh. Apalagi rakyatnya Pak Baim . Suaranya pada bagus-bagus kayak tiap hari makan kaset. Bisa-bisa, kita kalah sebelum perang kalau kamu nggak mau."

"Yowes, aku mau. Tapi ada syaratnya."

Husein menutup mulutnya dengan kedua tangan, bersikap seolah-olah sangat terkejut. Atau memang begitu sebenarnya.

"Beneran?! Alhamdulillah. Eh– tapi kok ada syaratnya, sih?"

"Nggak ada yang gratis di dunia ini, Sein."

"Ck. Ya, udah. Apa syaratnya?"

"Kamu harus bisa ngerampungne hafalan Alfiyah-mu sebelum akhirussanah. Kalau kamu bisa, aku mau jadi vokalis. Gimana?"

Sein hanya tertawa setelah Rey menyelesaikan ucapannya, dan hal itu berhasil membuat Rey mendengus.

"Waduh, kamu mau bikin aku mumet, ya, Rey?" tanya Husein kemudian.

"Enggak, ya. Aku ki ngasih syarat itu biar kamu semangat hafalan. Biar nanti kita wisuda barengan."

Sekali lagi, Husein tertawa. Dia tahu, sebenarnya bukan itu tujuan Reyyan. Reyyan menantangnya menyelesaikan hafalan karena lelaki itu tahu kalau Husein tidak akan bisa melakukannya. Dan itu akan menjadi amunisi agar Reyyan bisa kembali menolak untuk dijadikan vokalis di lomba sholawat akhirussanah nanti.

Bukan kali ini saja Husein meminta Reyyan menjadi vokalis. Di tahun-tahun sebelumnya, setiap kali perlombaan sholawat, dia juga melakukannya. Tapi Reyyan selalu menolak mentah-mentah dan lebih memilih untuk menabuh rebana di belakang. Baru sekarang Reyyan mau menerima permintaannya meski dengan syarat yang mampu membuat kepala Husein pusing bukan main. Tapi, bukankah Husein harus menerimanya? Kesempatan tidak akan datang dua kali.

Jadi meski belum tahu bagaimana caranya agar hafalannya bisa selesai sesuai waktu yang ditentukan Reyyan, Husein menjabat tangan lelaki yang tubuhnya lebih kecil darinya itu dengan yakin.

"Gimana? Deal?"

"Oke, deal."

***

| 2023

Melodi yang PatahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang