Bab 3

364 43 1
                                    


"Bye... nanti aku jemput, ya," ucap Owen diikuti kedipan mata kanannya.

Wina membalas dengan senyum malu-malu dan melambaikan tangan. Senyuman itu tak hilang dari bibirnya saat masuk ke kelas yang sudah ramai oleh suara berisik dari teman-temannya.

Kemesraan Wina dan Owen sampai tingkah malu-malu gadis itu tak luput dari perhatian kedua temannya.

"Wina sekarang semakin nggak terjangkau, ya, Bun," sindir Ruli ketika Wina sudah duduk di bangku sebelahnya.

"Iya, nih. Aura orang punya pacar emang beda, ya," sambung Nadya yang duduk di depan kedua temannya itu.

Wajah sumringah Wina berubah sinis. "Diam deh, rakyat jomlo."

"Nggak apa-apa jomlo. Setidaknya nggak melupakan teman sendiri," sahut Ruli tak mau kalah sinis.

"Maaf, ya, aku kayak melupakan kalian. Padahal aku nggak bermaksud kayak gitu. Kalian kan tau sendiri, aku hanya bisa pacaran di sekolah, makanya aku mau pakai waktu sebanyak mungkin ketemu dia." Wina menatap wajah teman-temannya meminta pengertian.

Wina memang sejak berpacaran dengan Owen sangat jarang menghabiskan waktu bersama teman-temannya karena lima menit setelah bel istirahat berbunyi, Owen sudah menunggu di depan kelas menjemputnya untuk berkencan di kantin, ada kalanya di kelas cowok itu, atau di perpustakaan.

Walaupun berpacaran dengan Owen membuat hubungan Wina dan teman-temannya menjadi renggang, tetapi lebih banyak hal positif yang dirasakan, yaitu ia jadi lebih semangat belajar. Pacarnya selalu mengajak membahas soal bersama. Terlebih mata pelajaran matematika, menjadi mata pelajaran yang sulit bagi Wina.

Owen sangat sabar mengajarinya. Tak pernah marah-marah seperti Lyon jika Wina salah mengerjakan soal. Alhasil, gadis itu lebih antusias belajar dan berakibat pada nilai saat try out terakhir sebelum Ujian Nasional, mengalami peningkatan dibandingkan yang sebelumnya. Wina jadi optimis bisa menghadapi ujian nasional minggu depan dengan lancar.

Wina yang biasanya tidur telat, sekarang bisa tidur lebih awal karena sudah ada yang meninabobokannya sebelum tidur. Owen selalu menemaninya lewat telepon, bercerita sampai ia terlelap dengan sendirinya. Cowok itu juga tak pernah absen mengirim kata-kata penyemangat untuk Wina di sela jam pelajaran.

Kalau mereka menyebrang jalan, Owen selalu mengandeng tangan Wina dan memosisikan gadis itu di sebelah kiri. Perhatian sederhana ini membuat Wina sangat tersentuh. Ia merasa sedang berada pada salah satu fase terbahagia dalam kehidupan remajanya karena menjalani hubungan pacaran seperti yang ia impikan selama ini.

"Tapi aku rasa kamu sama Owen lebay banget. Maksudku pacarannya terlalu heboh, nunjukin kemesraannya bikin aku gedeg sendiri. Beda waktu sama Lyon, kalian pacaran sewajarnya."

Wina berdecak tak terima dengan pernyataan itu. "Bedalah. Bahasa cintanya Owen, physical touch sama word of affirmation makanya senang gandengan dan memuji aku. Beda sama Lyon bahasa cintanya physical attack, maunya jahili aku terus. Bawaannya mau senggol bacok aja."

Ruli dan Nadya terkekeh. Mereka jadi saksi Wina yang selalu mengeluhkan kejahilan Lyon padanya yang selalu berakhir kedua sahabat jadi cinta itu akan saling menjambak rambut.

"Terserah ajalah, kamu pacaran sama siapa, tapi kalau disuruh pilih, sih, aku lebih suka kamu pacaran sama Lyon. Dia nyantai, nggak suka ngatur kamu. Beda sama Owen yang menurutku dia terlalu perfect, jatuhnya membosankan."

"Kalau aku, lebih suka kamu pacaran sama Owen aja. Dia lebih sweet sih," sambung Nadya.

"Ya, iyalah kamu dukung. Jangan kira aku nggak tau kalau buku sejarahnya Wina sengaja kamu kasih ke Owen biar dia punya kesempatan buat PDKT sama Wina," kata Ruli pada Nadya dengan nada tinggi.

Menolak Move On (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang