Bab 5

327 43 0
                                    

Beberapa bulan setelah kepergian orang tuanya, Wina mendapat pencairan asuransi jiwa atas nama Daneswara, asuransi kecelakaan dari maskapai, dan sumbangan dari rekan kerja orang tuanya. Total hampir 3 Miliar rupiah yang masuk ke rekeningnya. Jika ditambah dengan tabungan atas nama orang tuanya di saham, rekening bank, emas, dan deposito totalnya mencapai 12 miliar rupiah.

Seluruh tubuh Wina gemetar ketika mendengar total kekayaan yang harus ia kelola mulai dari sekarang. Seumur hidup ia hanya dipercaya memiliki tabungan sebanyak 10 juta, itu pun langsung habis dalam waktu satu bulan. Untuk ukuran anak SMA yang kebutuhan pokoknya masih ditanggung orang tua, Wina memang sangat boros.

Ia sering dimarahi oleh mamanya karena tak bisa mengelola uang dengan baik. Sekarang, setelah ditinggal pergi oleh orang tuanya, ia tak tahu cara mengelola uang sebanyak ini. Ia khawatir uangnya akan habis dalam jangka waktu satu tahun saja karena kecerobohannya mengelola uang.

Kedua orang tuanya adalah anak tunggal dan yatim piatu sehingga tak ada sanak saudara lagi yang bisa membimbimbingnya. Namun, ia beruntung memiliki tetangga sebaik orang tua Lyon yang mau membantu dan mengawasinya dalam penggunaan uang.

Andre Mulya, papanya Lyon berprofesi sebagai konsultan keuangan, membantu Wina memecah pos-pos pengeluaran dan mengajarinya cara mengelola keuangan. Pria berusia 50 tahun itu mengarahkan Wina menyimpan uang di jenis investasi yang mudah dipelajari dan rendah resiko seperti reksadana pasar uang dan deposito.

Setelah itu, Wina akan dibimbing untuk mempelajari instrumen investasi yang lebih tinggi penghasilan dan resiko, seperti saham jika ia sudah cukup siap mental kehilangan uang jika mengalami kerugian. Atau jika Wina ingin berbisnis, Andre akan membantu membuat konsep bisnis yang benar agar meminimalisir kerugian.

"Makan yang banyak. Tante masakin ayam bakar kesukaan kamu. Dihabiskan, ya," kata Maya, membawa satu ekor utuh ayam bakar yang ia taruh dipiring untuk Wina.

Wina sedang bermain bersama Caleb di ruang tamu, buru-buru mengambil piring berisi ayam bakar itu.

"Nih, ada titipan dari Lyon buat kalian. Kemarin Om dan Tante kunjungi dia."

Wina mengambil kantong berukuran medium sambil mengucap terima kasih dengan setengah hati. Saat ia membuka kantong itu, aroma cokelat menyapu hidungnya. Ada sedikit rasa sesak mengetahui Lyon masih ingat Wina sangat menyukai cokelat.

Namun, kebenciannya pada Lyon sudah mengakar sejak kepergian lelaki itu ke Singapore, ia berjanji tak akan mencicipi sedikit pun cokelat itu. Biar Caleb yang menghabiskan.

Ia menaruh dendam pada Lyon karena tak menghubunginya sama sekali sejak kabar jatuhnya pesawat yang ditumpangi orang tuanya sampai detik ini. Padahal laki-laki itu berada di grup alumni SD sampai SMA yang sama dengannya.

Setiap hari anggota grup itu selalu menanyakan kabarnya dan mereka ikut memantau perkembangan penemuan para korban pesawat jatuh karena bukan hanya Wina saja yang ditinggalkan oleh anggota keluarganya, melainkan ada satu orang temannya yang lain kehilangan kakaknya.

Wina tahu Lyon membaca semua pesan-pesan di grup, tetapi lelaki itu tak menangapi sama sekali. Bagi Wina, Lyon sudah bukan siapa-siapanya lagi. Hanya orang asing yang pernah mampir dalam hidupnya. Kenangan tentang orang itu sudah mati.

"Katanya semalam Caleb demam. Udah bawa dia ke dokter?" tanya Maya seraya menyentuh kening Caleb. Maya mengetahui kabar Caleb sakit karena dihubungi Wina yang bertanya tentang cara menurunkan demam pada anak-anak.

"Udah, Tante. Tadi pagi aku langsung bawa ke dokter anak terus udah dikasih obat. Bersyukur panasnya udah reda. Terima kasih, Tante atas rekomendasi dokter anak-nya."

Menolak Move On (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang