Chapter 17

3 1 0
                                    

Sesuai informasi dari panitia cooking competition di grup WhatsApp bahwa lomba akan berlangsung pukul setengah delapan malam. Masih ada waktu untuk datang bekerja sepulang sekolah, walaupun hanya dua jam lebih. Rania sungguh tidak sabar menanti sebab ini adalah event pertamanya setelah menginjak masa SMA.

Ia masih mengingat terakhir kali ikut sewaktu SMP dan berhasil meraih juara dua. Kebanggaan yang sampai saat ini masih tercetak jelas diingatan. Rania berharap kali ini ia juga bisa masuk juara tiga besar, setidaknya agar bukan hanya mendapat hadiah uang, melainkan juga mendapat kelas memasak gratis selama sebulan.

Kini gadis itu sudah berdiri bersama peserta lain di dalam restoran yang di dalamnya sudah terdapat begitu banyak meja panjang lengkap dengan alat masak serta kulkas kecil berisi banyak bahan-bahan yang akan digunakan. Masih dengan suasana sama semenjak menginjakkan kaki di sana, rasa deg-degan terus menyelimuti membuat bukan hanya ia melainkan semua orang merasa lumayan gugup.

Tak lama, ketiga juri datang bersamaan. Membentuk barisan berupa tangga, dari yang tertinggi hingga terendah. Di saat semua peserta menatap takjub satu pria dan dua perempuan yang begitu rapih nan berwibawa itu, Rania malah kaget melihat sosok gadis yang mendatanginya kemarin. Merasa salah lihat, ia mengucek mata dan tetap saja wajah Nadin masih sama.

"Ini beneran dia jurinya?" tanya Rania, tepatnya pada diri sendiri.

"Wait, lo kenal salah-satu jurinya?" Gadis yang sempat diajak kenalan sewaktu mendaftar itu bertanya kepada Rania.

Rania spontan mengangguk sebelum menggeleng ketika tersadar. "Cuma pernah ketemu, doang."

"Btw, tau yang cewek agak-agak bule itu, nggak?" Gadis itu kembali berucap sembari menunjuk Nadin. Mendapat anggukan dari Rania, ia kembali mengimbuhkan, "Dia peserta international cooking competition yang diadakan tahun lalu di negara kita dan Nadin juara satunya."

Bola mata Rania seakan hendak keluar dari tempatnya, ia terbelalak saking kagetnya. Rania kembali memusatkan atensi pada gadis putih bersih yang tengah berbincang-bincang dengan juri yang jauh lebih tua darinya.

"Apa mereka ada hubungan lain di luar persahabatan, makanya larang gue dekat dengan Ardhan?"

Mata monolidnya kini menangkap interaksi terkesan sangat-sangat akrab antara Nadin dan Ardhan, si cowok yang juga ikut duduk pada deretan panitia bagian samping juri. Terlihat cocok bersanding. Jika dugaannya benar, ia tidak bisa melakukan sesuatu selain menahan cemburu yang tiba-tiba datang.

"Ini gue kenapa, sih? Tahan Rania, lo cuma kesal aja gara-gara Ardhan bohong sama orang tuanya dikarenakan lo. Secara kan Ardhan baru jadi teman gue, nggak mungkin secepat itu suka." Kata terakhirnya seakan mencekik di tenggorokan ketika terucap. Rania tidak mengerti dengan diri sendiri dan perasaan yang timbul di dadanya.

"Sesuai informasi kemarin maka lima menit lagi lomba akan dimulai. Jadi diharapkan untuk para peserta berdiri di meja sesuai nomor pendaftaran." Suara Fatih berhasil mencairkan suasana kaku serta lamunan para peserta yang belum mulai sudah memikirkan kegagalan.

"Jika sudah, tolong dengarkan saya baik-baik. Sebentar akan disiapkan satu makanan yang menjadi salah-satu menu di restoran ini. Tugas kalian adalah menyicipi sebelum membuat. Bisa dimodifikasi sesuai keinginan kalian, tetapi tetap menggunakan bahan pokok sama, Paham?!"

"Paham!" Seruan penuh semangat tak kalah menggelegar di sana usai memasang celemek hitam.

Fatih mengecek jam di pergelangan tangan sebelum memberi instruksi pada panitia lain untuk membawa menu hari ini dalam sebuah piring sedang yang tertutup di atas meja kecil.

"Silahkan maju bergantian sesuai nomor kalian." Setelah mendengar instruksi Fatih lagi, cowok seusia Rania maju untuk mencoba Chicken yakiniku.

Rania masih setia menunggu giliran yang mendapat nomor kedua paling akhir. Tentu masih harus melewati 48 peserta hingga tiba ia yang maju.

Rania dan Pangeran Kodok Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang