Bab 6B

1.9K 311 7
                                    

Happy reading, semoga suka.

Yang mau baca lebih lengkap dan cepat, bisa ke karyakarsa/playstore.

Dan kalian bisa mampir ke cerita baru saya di wattpad

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Dan kalian bisa mampir ke cerita baru saya di wattpad. Semoga suka.

Luv,
Carmen

________________________________________

Previous:

Livvy terlalu baik dan aku memanfaatkannya, itulah kenyataannya.

...

Aku lalu berdiri dan berjalan kembali ke suite, mengelilingi tempat itu sementara aku mencari kata-kata yang tepat. Dia rela membuang waktu selama lima tahun untukku, dan untuk apa? Hanya karena aku memintanya? Sebelumnya, aku tidak berpikir hingga sejauh itu. Tenggat waktuku semakin dekat dan setelah usaha Livvy yang terus menerus mencarikanku pasangan, aku tetap saja tidak menemukan siapapun, saat itulah rasa putus asa mencengkeramku.

Lalu tiba-tiba saja aku mendapatkan ide tersebut. Saat itu kupikir aku sangat cerdas, ide itu benar-benar brillian. Aku dan Livvy akan menikah. Wanita itu pasti akan menyetujuinya, aku yakin. Livvy akan selalu melakukan apapun yang kuminta. Sempurna. Kedengarannya begitu sempurna. Kami akan menikah, aku akan mendapatkan posisi paling puncak di Zimmerman Holdings dan setelah lima tahun, aku akan mendapatkan seluruh warisan Grandfather dan saat itulah, aku akan melepasnya pergi. Semakin kupikirkan, ide itu terlihat semakin brilian dan hebat.

Aku langsung memberitahunya tentang ide tersebut. Sebagai ganti uang tunai sebesar dua juta dolar dan saham perusahaan sebesar 1.5 juta dolar, dia harus bersedia menjadi istri kontrakku selama lima tahun. Kurasa itu satu-satunya momen ketika aku melihat Livvy benar-benar marah. Setelah memakiku dengan sederetan ucapan kasar, dia kemudian meninggalkan kantor.

Aku pikir dia akan berhenti dari pekerjaannya tapi ternyata tidak. Setelah tiga minggu penuh dengan pendekatan dan permohonan yang tak berhenti kuutarakan, wanita itu akhirnya bersedia mempertimbangkan ide tersebut. Setelah mempertimbangkannya selama lebih dari dua bulan, wanita itu akhirnya setuju dan kami kemudian menuangkan semua syarat, hak dan kewajiban ke dalam sebuah kontrak tertulis. Aku ingat kalau Livvy mempelajari dokumen itu lama sekali sampai-sampai aku cemas dia akan berubah pikiran tapi pada akhirnya wanita itu membubuhkan tanda tangannya. Dan saat itu juga aku merasakan beban yang sangat berat telah diangkat dariku.

Dan sekarang aku mulai merasa bersalah. Sebelumnya, aku menganggap ini semua seperti semacam permainan tapi ini semua sangatlah nyata. Ini bukan sekadar taktik untuk mengalahkan Grandfather, tapi aku sudah melibatkan hidup seorang wanita yang telah memperlakukanku dengan sangat baik. I feel like shit, honestly. Livvy sudah mengatakan tidak berkali-kali tapi aku terus memaksanya sampai dia menyerah. Mengapa aku seberengsek itu? Mengapa juga Livvy kemudian menyerah? Ini semua mulai terasa salah...

"Treyton? Kau kenapa?"

Livvy sudah masuk dan kini berjalan mendekatiku.

"Aku memang berengsek, iya, kan?"

"Treyton..."

"This is wrong, Livvy. This stars to feel so wrong. Apa yang kulakukan padamu, semua terasa sangat salah. Kau... aku memaksamu untuk membuang lima tahun kehidupanmu begitu saja dan rasanya... rasanya itu tidak benar."

Aku terkejut karena Livvy masih bisa tersenyum. "Hei, bukankah sudah terlalu terlambat untuk itu, Treyton?"

"Tetap saja, semakin kupikirkan, aku semakin merasa bersalah."

"Treyton, tidak ada yang memaksaku menandatangani surat perjanjian itu, kau ingat? Aku yang menginginkannya," ucap Livvy lagi, tapi ekspresi matanya kali ini sangat sulit dibaca.

"Ya, kau benar. Tapi bolehkah aku bertanya mengapa?"

Dia mengangkat bahunya. "Aku bisa menggunakan uang itu untuk kebutuhanku dan keluargaku. Itu jumlah yang sangat besar. Dan lagipula... kau... kau memerlukanku."

Jika saja Livvy berkata bahwa dia menginginkan uangku, itu mungkin akan membuat segalanya lebih mudah. Tapi dia melakukannya untukku, itulah yang sebenarnya. Karena aku membutuhkan bantuannya. Mengapa dia rela memberikan begitu banyak untuk imbalan yang tidak seberapa itu? Lima tahun kehidupannya sebagai seorang wanita tidak bisa ditukar begitu saja dengan beberapa juta dolar.

"Ya Tuhan, I am such a jerk, aren't I? I don't really think I can do this, Livvy."

"Apa?" Livvy tampak terperangah sekarang. "Setelah semua yang kau lakukan, kau ingin membatalkannya begitu saja? Apa kau sudah hilang akal?"

"Aku memanfaatkanmu, Livvy dan kau juga tahu itu. Akan lebih mudah jika kau adalah wanita mata duitan tapi kau bukan. Dan kau temanku. Aku tidak seharusnya melakukan ini padamu."

Livvy hanya menatapku dengan ekpresi datar, aku masih tidak bisa menebak apa yang sebenarnya dia pikirkan. "Bukankah kau dulu pernah bercanda dan berkata bahwa aku seharusnya pindah dan tinggal bersamamu agar bisa mengurusmu 24 jam sehari?"

"Ya ampun, Livvy. Kau membuatku terdengar lebih buruk lagi. Apa dari dulu aku seegois itu?"

Livvy tertawa mendengar pertanyaan tersebut. "Maksudku adalah, kau terlalu banyak berpikir. Tidak perlu merasa bersalah, bukankah kau tidak menodongkan pistol ke kepalaku? Lagipul, kita akan bisa melalui ini bersama-sama. Tidak akan ada masalah. Aku juga tidak akan mencampuri kehidupan pribadimu. Hanya saja, jangan sampai ketahuan. Dan aku tahu apa yang tercantum dalam perjanjian kita, ini hanya murni perjanjian bisnis, tidak lebih, tidak kurang. Aku membantumu, kau memberiku imbalan, kita melakukannya karena sama-sama menguntungkan, bukan? Buat apa tiba-tiba merasa bersalah."

Tentu saja aku merasa bersalah. Karena aku tahu Livvy tidak akan pernah bersedia jika aku tidak terus menerus memaksanya. Bahkan di detik-detik terakhir sekalipun, aku masih bisa melihat keraguan membayang di mata wanita itu, seolah dia tidak yakin. Tapi demi membantuku... dia bersedia melakukannya.

Tunggu... apa kata wanita itu tadi? Oh ya, Livvy tidak akan mencampuri kehidupan pribadiku. Tapi jangan sampai ketahuan? Wanita itu sedang merujuk pada... oh, sial!

"Jadi... jadi kau mengizinkanku untuk memiliki kekasih?" tanyaku hati-hati, sekadar ingin memastikan.

The Billionaire's Marriage AgreementTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang