Bab 7B

2K 312 22
                                    

Mature Content 21+

Happy reading, semoga suka.

Cerita selengkapnya sudah bisa diakses di Playstore dan Karyakarsa.

And visit my new story on Wattpad

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

And visit my new story on Wattpad.

Luv, Carmen

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Luv,
Carmen

________________________________________

Aku kemudian masuk ke dalam kamar mandi dan berganti pakaian. Aku membiarkan rambutku tergerai ke punggung lalu merapikannya dengan sisir. Di usia ke 27, aku tahu aku sama sekali tidak terlihat buruk. Kebalikannya malah. Rambutku adalah salah satu aset terbaikku. Cokelat gelap yang membuat bentuk wajahku semakin menarik. Kulitku mungkin agak sedikit pucat, tapi aku tidak pernah berjemur hanya untuk membuat kulitku cokelat seperti yan sering dilakukan para wanita. Aku mungkin saja cukup menarik, tapi aku sama sekali tidak mirip dengn wanita yang biasa dikencani oleh suami pura-puraku itu – kulitku tidak cokelat sempurna, kulitku tidak semulus porselen dan tentu saja tubuhku tak sesempurna model. Aku mendesah, tidak tahu apakah aku seharusnya bersyukur atau justru merasa... tidak percaya diri?

Aku menatap bayanganku sendiri lagi di depan cermin. Dan menggigit bibir melihat tubuhku yang terbalut lingerie minim tersebut. Ya Tuhan, seumur hidup aku tak pernah mengenakan pakaian seminim ini. Puncak payudaraku tercetak jelas menembus kain yang nyaris transparan itu dan g-string hitam itu begitu minim sehingga nyaris tidak menutupi apa-apa. Aku menggeleng. Ini benar-benar ide yang buruk sekali. Dan entah kenapa, tanpa bisa kucegah, ingatan akan ciuman Treyton, di dalam mobil Roll Royce-nya kembali terbayang. Dan aku mengutuk diriku sendiri ketika merasakan gejolak-gejolak gairah yang mulai muncul. Memang sudah lama sekali sejak terakhir kali aku memiliki kekasih, kekasih satu-satunya yang kemudian berakhir bencana tapi tetap saja, aku tidak akan memungkiri kalau tubuhku yang terlanjur mengenal gairah kini merespon kembali.

Shit!

Lagipula, Treyton terlalu ahli mencium.

Memang, setelah pengumuman pernikahan kami, dia menciumku beberapa kali di publik, hanya ciuman tempel yang sangat singkat dan nyaris tak terasa, hanya untuk menunjukkan pada orang-orang bahwa kami benar-benar saling jatuh cinta. Tapi ciuman di belakang mobil pria itu tadi, dan ciuman ketika kami disahkan sebagai suami istri, itu bukan sekadar ciuman tempel. Terutama, ciuman di belakang mobil Roll Royce, itu adalah ciuman yang sesungguhnya. Lord, pria itu benar-benar tahu bagaimana caranya mencium seorang wanita. Tidak heran karena dia sudah mempraktikkan keahlian tersebut selama tahunan. Dan pikiran itu membuatku meringis pelan. Aku mendorong semua pikiran-pikiran itu ke samping. Lalu berjalan menuju pintu. Bagaimanapun, aku harus memainkan peranku, menjalankan kewajibanku. Dan aku bisa menganggap ini sebagai salah satunya. Apa susahnya berjalan keluar dan membiarkan pria itu melihatku dalam pakaian ini, aku yakin dia tidak tertarik padaku lalu aku bisa kembali ke sini dan menggantinya lalu mengakhiri malam melelahkan ini dengan tidur yang nyenyak.

Setelah menarik napas panjang, aku membuka pintu lalu berjalan kembali ke dalam kamar. Pria itu sedang berdiri di tengah ruangan, dengan satu tangan menggenggam ponsel. Dia mengenakan celana piyama sutra hitam dan bertelanjang dada dan aku harus merutuk dalam hati, mengapa pria itu harus semenawan ini? Aku khawatir aku akan mengikuti jejak wanita lain, tergoda untuk melemparkan diriku ke dalam pelukan pria itu. Sial! Ini benar-benar ide yang buruk. Kenapa juga aku harus mendengarkan ide sinting pria itu? Apa terlalu banyak alkohol membuat pikiranku tidak jernih? Aku nyaris saja berbalik dan berlari kembali ke dalam kamar mandi untuk mengganti pakaian, tapi pria itu sudah terlanjur melihatku.

"Fuck..." Aku bisa melihat kalau mata pria itu membelalak lebar. Dia tampak... terpana.

Aku tidak bisa mencegah rona merah muncul di pipiku saat mendengar dan melihat reaksi pria itu. Kami saling menatap untuk waktu yang lumayan lama, rasanya jantungku berebar keras sekali sampai-sampai keningku ikut berdenyut kuat. Ya Tuhan, apalagi ini? Jangan katakan bahwa aku jatuh dalam pesona bosku ini. Tapi gairah mulai menghanyutkan akal sehatku. Dan sudut hatiku yang gelap serta tamak itu mulai berbisik, Hey, kalian sudah menikah. Kalau kau ingin tidur dengannya, itu sama sekali tidak salah, kau tahu? Aku menelan ludah dengan keras dan menyingkirkan pikiran terkutuk itu dengan paksa. God! Aku tak ingin melibatkan diri dalam hubungan romantis dengan pria itu. Tidak, tidak dan tidak! Tidak akan pernah!

"Ya Tuhan, Livvy. Kau... kau benar-benar cantik, selama ini aku tidak pernah..."

Ini bagian yang berbahaya. Rayuan maut pria itu mulai keluar. Aku memotongnya cepat sebelum dia berhasil menyelesaikan kalimatnya dan mengacaukan denyut nadiku. Aku tertawa gugup, berusaha menampakkan sikap santai dan biasa saja. Tapi sebenarnya aktingku sungguh buruk. "Terima kasih, Treyton. Aku akan menggantinya kembali, pakaian ini sama sekali tidak membuatku nyaman."

Treyton hanya mengangguk.

Aku melonggarkan tenggorokan. "Kalau kakekmu bertanya, kita setidaknya tidak perlu berbohong."

Pria itu kembai mengangguk. Ya Tuhan, tidak bisakah pria itu mengatakan sesuatu? Mengapa dia hanya diam dan menatapku? Dan tatapan Treyton juga membuatku membeku, aku seperti tak mampu melangkah, terpaku di lantai kamar. Ini benar-benar gawat! Aku kemudian melihatnya melangkah maju dan mendekatiku dan aku sama sekali tidak bisa bergerak menghindar ketika pria itu meraihku ke dalam pelukannya lalu mendekatkan bibirnya dan menciumku lembut. Mataku membelalak terkejut. Tunggu, jerit benakku, ini... ini tidak ada dalam perjanjian, bukan? Tapi saat bibir kami bertemu lagi, getaran statis yang sama kembali menjalariku dan akal sehatku kembali mengabur. Aku lupa apa yang tadi dijeritkan oleh benakku. Rasa bibir pria itu terlalu nikmat. Aku meleleh dalam dekapan dan ciuman pria itu dan sama sekali tidak bisa memikirkan apapun. Tanganku bergerak naik sendiri untuk memeluk leher Treyton dan menariknya kian dekat. Aku tahu semua terasa sangat salah, tapi entah kenapa tubuhku merespon berbeda. Aku mengerang lirih saat merasakan kejantanan pria itu menekan perutku. Dia menciumku semakin dalam, lidahnya menjelajah brutal lalu tiba-tiba melepasanku dan membuatku merasakan kekosongan yang tidak aku inginkan. Aku masih syok saat dia berdeham keras.

"Baiklah... kalau Grandfather bertanya, aku akan berkata kalau kau sudah mengenakan hadiahnya dan membuatku sangat... bahagia."

Aku merona tapi berhasil mengangguk. Tepat saat aku ingin berbalik kembali ke kamar mandi, Treyton menahan lenganku. Aku terkejut kecil atas rasa sentuhannya di kulit telanjangku yang panas.

"Tapi bagaimana jika Grandfather bertanya apa aku juga melepaskannya dari tubuhmu?"

Aku menepis lengannya kasar, sentuhannya terasa membakar. "Jangan berlebihan, Treyton. Kakekmu tidak akan pernah menanyakan hal seperti itu."

Pria itu menyeringai kecil lalu kembali menarikku mendekat. "Mungkin saja. Tapi bagaimana jika aku yang penasaran?"

"Pe... penasaran apa?"

"Untuk melihat lebih jelas apa yang ada di balik pakaian itu."

The Billionaire's Marriage AgreementTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang