"Nar."
"Iya kenapa bos?" Meninggalkan pekerajaan revisinya, Naruto segera beranjak memenuhi panggilan atasannya. "Ada sesuatu?"
"Ini harus banget gitu ngajak Sakura?" Sasuke menimang undangan hari jadi perusahannya sendiri.
"Kataku sih, ajak aja Sakura sekalian ngenalin ke karyawan secara resmi."
"Dih ogah, nanti istriku diliatin pria jelalatan," tukas Sasuke sembari menggeletakkan undangannya.
Jidat Naruto berkedut, sebenarnya si Sasuke ini minta saran atau cuma nguji. "Pake cadar lah kalau gitu."
"Kalau pake cadar, orang-orang gak tau gaimana rupa istriku, Sakura cantiknya kelewatan sih," Sasuke menyandarkan punggung pada kursi kebesarannya. Senyum samarnya terpolos membuat Naruto yang berdiri diseberangnya mendengus pelan. "Lagian aku gak mau ada omongan istrinya Sasuke begini, begitu."
"Lo mau niat pamer atau gimana sih, bingung gue."
Iris hitam Sasuke menyorot sinis. "Pamer apaan bego?"
"Oke noted, siap lapor sama big bos," ujar Naruto dengan gerak tubuh hormat sempurna.
"Ember bener jadi orang."
"Terima uang tutup mulu kok Bos."
"Gak ada, bentar lagi gajian," ujar Sasuke mulai beranjak kala ponselnya sudah mengumandangkan adzan.
Naruto mencebik pelan, nyatanya kini ia mengikuti jejak kaki bosnya yang pastinya berniat pergi ke masjid kantor menunaikan sholat ashar. Akhiranya bentar lagi bisa rebahan di apartemennya.
Macet di Jakarta memang parah, lebih kesal lagi kalau ada yang lawan arah seenaknya, mau ngumpat tapi inget dua malaikat penjaga yang siap sedia mengabadikan kelakuannya. Jam pulang kantor menjadi salah satu hal paling menjenuhhkan bagi Sasuke, namun lain cerita jika bersama istrinya tempo hari lalu. Mobilnya terasa hangat, ada saja celetukan atau tingkah Sakura yang menghiburnya.
Sasuke mulai menepikan mobilnya kala melihat street food di depan sana. Meninggalkan jasnya di kursi kemudi, ia mulai melangkah menuju penjual sate langganannya yang terlihat ramai pembeli. Bingkisan untuk isterinya adalah hal yang akan selalu ia usahakan tiap harinya, meskipun hanya berupa jajanan.
"Pak, sate ayamnya seporsi, gak pake lontong, saos kacangnya tolong dipisah," pesan Sasuke kalem, pria itu merogoh uang dalam dompetnya. "Dibungkus ya."
Mendengar suara familiar menyambangi gendang telinganya, penjual paruh baya itu segera menoleh. "Sasuke, kemana saja baru mampir," Sembari mengipasi satenya, penjual tersebut mulai celingukan. "Lho sendirian, Narutonya mana?"
Sasuke mendudukkan tubuhnya pada kursi plastik di dekat gerobak. "Sudah pulang pak."
"Tumben."
"Iya, soalnya saya sudah—"
"Mas Sasuke!" Si gadis yang baru datang dari menyerahkan pesanan pelanggan lain bergegas merapikan jilbabnya lantas menyiapkan pesanan Sasuke. "Irisan bawang sama cabenya dicampur sama saos kacang atau dipisah mas?"
"Dipsah," ujar Sasuke, pria itu agaknya sibuk memandangi kepulan asap disekitar pak Teuchi.
"Mas Sasuke—"
"Tamaki," Teuchi mendekat dengan beberapa tusuk sate di tangan kanannya. "Mending kamu bantuin ibumu di kedai sebelah."
"Bentar mbah, aku kan masih nyiapin punya mas Sasuke," gerutu Tamaki.
Teuchi membungkus tusukan sate ke dalam kertas minyak dengan karet sayur. "Punya Sasuke sudah mbah siapin."
"Belum, saos kacangnya belum dibungkus."
KAMU SEDANG MEMBACA
Seatap Sejiwa
RomancePerjalanan Sasuke dan Sakura mengarungi bahtera rumah tangga. Dengan berbekal iman, tauhid, Al-Qur'an, dan sunnah. Demi mengharap ridho dari Sang Pencipta dan menggapai cita-cita tertinggi berkumpul di surgaNya Allah SWT.